Jakarta, CNN Indonesia -- Kain songket adalah salah satu kekayaan kain tenun budaya asli Indonesia. Dengan motif khas beraksen benang perak atau emas, namanya masyhur seantero Indonesia, bahkan dunia.
Sayangnya, kemasyhuran kain yang banyak ditemukan di Pulau Sumatera ini seringkali tidak sebanding dengan kemakmuran para pengrajinnya, yang kini mulai menghilang.
"Padahal, di Indonesia punya suku hampir 500 dan masing-masing punya ciri khas kain daerahnya," ujar Okke Rajasa, Ketua Cita Tenun Indonesia, saat ditemui di Gedung Museum Tekstil, Jakarta, Kamis (18/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seringkali, para penenun hanya menghasilkan kain untuk kebiasaan tradisi semata, tanpa menghitung nilai ekonomi kain tersebut. Sehingga, yang terjadi adalah nilai karya tersebut tidak dihargai secara cukup layak. Ditambah dengan minimnya generasi penerus pengrajin songket, semakin menambah dilema yang terjadi.
Namun perlahan kini songket mulai bangkit, Okke melalui CTI melakukan pembinaan terhadap para penenun songket yang ada di beberapa daerah, seperti Bali dan Nusa Tenggara.
"CTI fokus kepada pelestarian, pembinaan, dan pemasaran atas songket tersebut," ujar Okke
Pembinaan yang dilakukan dengan memasukkan tim yang terdiri dari desainer fesyen, interior designer, dan textile designer. Program tersebut dimulai dari 2008 dan berusaha memasukkan modernisasi dalam pembuatan songket. Pembinaan selama setahun pun membuahkan hasil, terjadi peningkatan animo dan ekonomi.
"Di awal tahun ada 20 pengrajin, di akhir tahun meningkat menjadi seratus. Kini para pengrajin sanggup mempunyai omzet hingga 20 juta per bulan," kata Okke.
(mer/mer)