Jakarta, CNN Indonesia -- Semasa kecil Didi Budiardjo tak bercita-cita menjadi seorang perancang busana. Namun, ia tak memungkiri sejak kecil jiwa seninya dan fesyennya sudah muncul.
"Tetapi belum kepikiran saat itu akan menjadikan fesyen sebagai pekerjaan saya," kata Didi saat ditemui seusai konferensi pers Pilgrimage di Museum Tekstil, Jakarta. "Saat itu, profesi sebagai desainer itu dianggap aneh, seperti alien."
Jiwa seninya Didi dituangkan dalam kesehariannya. Lisa Ayodya, sang ibu, yang ditemui dalam kesempatan yang sama mengisahkan, di sekolahnya, pria asli Malang ini kerap diminta teman-temannya untuk menggambar. "Dia di-
hire untuk gambar di papan tulis tentang ucapan selamat ulang tahun buat guru-gurunya," ujar ibundanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Didi kecil juga digambarkan sang ibu, rajin belajar batik, patung tanah liat, memahat dan melukis. Lisa, juga menggambarkan sosok Didi sebagai anak yang bertanggung jawab, berani dan disiplin. "Waktu kecil, dia main-main pakai kain. Ternyata tangannya menyenggol pajangan kristal saya sampai pecah. Akhirnya dia saya ikat di tangga dengan setagen. Tapi hebatnya, dia enggak nangis," ujarnya menambahkan.
Lama-kelamaan, kecintaannya pada dunia fesyen pun mulai berkembang. Ketika itu, Didi diminta untuk menggambar sketsa busana untuk teman sang ibu. Dengan iming-iming cokelat, Didi pun memberikan sketsanya. Tak sampai di situ saja, kelas 2 SMP, ia pun diajak salah satu produsen make-up Indonesia, untuk mengikuti lomba face painting di Glasgow, Inggris. "Dia menang jadi juara dunia. Dia orang Indonesia pertama yang menang di dunia," ucap ibunya bersemangat.
Kemenangan ini pun membuatnya makin sadar akan talenta yang dimilikinya. Akhirnya, ia mengikuti panggilan hatinya untuk belajar fesyen. Selepas SMA, Didi meminta izin pada orang tuanya untuk tidak melanjutkan pendidikan ke sekolah biasa. Dia meminta restu orang tuanya untuk melanjutkan ke sekolah mode.
"Saya beruntung punya orang tua yang bisa mengerti dan selalu mendukung saya," ucap Didi.
Kiprah awal di dunia fesyen
 Model memperagakan koleksi busana dari desainer Didi Budiarjo yang bertajuk Criterion Didi Budiarjo Resort 2015 dalam acara Bazzar Fashion Festival 2014 di Jakarta, Rabu 22 Oktober 2014 (CNN Indonesia/Herman Setiyadi) |
Perjalanan karier Didi dimulai pada tahun 1989. Ia mengawali kariernya dengan mengikuti lomba kreativitas busana yang diadakan desainer Susan Budiharjo. "Dan saya menang," kata Didi.
Ia harus merancang lima
look. "Salah satunya waktu itu adalah
three pieces. Kala itu, model ini menjadi favorit desainer karena desainer bisa jual tiga kali,
skirt, baju luar dan baju dalam," ujar desainer yang bergabung dengan Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) ini.
Talenta dan kemampuan pria berkacamata ini nyatanya menarik perhatian editor fesyen, Muara Bagdja. Dikatakannya, Muara adalah salah satu orang yang turut membesarkan namanya. Muara berani memberi kesempatan padanya, yang
nota bene adalah seorang desainer baru, saat itu. Yang mengejutkan Didi, dalam satu spread halaman majalah tersebut, semua yang dipakai adalah karya busananya. "Ini luar biasa, dan mimpi saya di Malang untuk bisa jadi desainer Indonesia bisa tercipta," ucapnya.
Peran Susan Budiharjo tak hanya sebatas lomba. Susan, masih menjadi mentor bagi karya-karya Didi. Suatu kali, ia sempat membawa karyanya kepada Susan. Namun, ternyata ada karyanya yang tak memuaskan Susan. Susan memberi masukan dengan cara yang terbilang ekstrem. Ia mengambil gunting dan langsung memotong serta membuang bagian-bagian yang tak perlu. Alih-alih sakit hati, Didi menganggap ini adalah sebuah tindakan dan eksekusi pemberian masukan yang tepat.
Sejak awal berkarya, pria yang terinspirasi dari kecantikan perempuan ini membuat aneka gaun-gaun malam. Namun di tahun 90-an, banyak orang yang berpikir bahwa perancang gaun malam adalah perancang kelas dua, sedangkan perancang busana kelas satu adalah perancang busana siap pakai.
Ia tak ambil pusing. Bersama dengan teman-teman seangkatannya, termasuk Sebastian Gunawan dan Eddy Betty, Didi bergelut dengan gaun malam dan menjadikan karyanya sebagai karya kelas satu, sampai saat ini. Baginya, semua karya-karyanya adalah sebuah
masterpiece. Didi adalah ibu bagi semua karya ciptaannya. Bahkan layaknya cinta seorang ibu pada putrinya, ia menamakan gaun lawasnya dengan saudari tertua dan saudari termuda untuk koleksi terkininya.
"Fesyen adalah disiplin. Kalau saya tidak bisa berkarya dengan baik, itu karena saya tidak disiplin," Didi Budiardjo |
"Seperti ibu pada anaknya, semua busana punya makna dan cara membuat yang sama. Tidak ada yang dibeda-bedakan atau satu lebih istimewa daripada yang lainnya," ucapnya kepada CNN Indonesia.
Desain-desain Didi yang mempercantik perempuan dengan gaya yang feminin, kaya detail akhirnya mendapat tempat di hati perempuan Indonesia.
"Setiap kali mencipta busana, saya selalu terinspirasi dari perempuan-perempuan di sekitar saya, ibu, saudara, teman atau perempuan yang ingin saya kenal. Saya tidak akan menciptakan busana untuk perempuan yang tidak saya kenal," ucapnya. "Ibu saya adalah
role model saya dan inspirasi saya. Ketika lihat ibu saya berpakaian dengan baik, saya berpatokan bahwa perempuan kalau berpakaian harus seperti ibu saya."
Keterampilan tangannya, pengetahuan fesyen, kedisiplinan, serta keinginan dirinya untuk tetap membuat sketsa dan pola sendiri membuat desainnya digemari perempuan dari banyak kalangan, mulai selebriti, sosialita sampai istri pejabat.
Fashion show pun tak hanya digelar di dalam negeri, tapi juga di belahan dunia lainnya. Kedisplinannya sejak kecil inilah yang akhirnya membawanya pada karier hebatnya.
"Fesyen adalah disiplin. Kalau saya tidak bisa berkarya dengan baik, itu karena saya tidak disiplin," katanya. "Busana bukan hanya kain, tapi sebuah usaha keras."
Kini, tak terasa, 25 tahun sudah memberi sumbangsih untuk dunia mode Indonesia. Tentunya, 25 tahun bukanlah waktu yang singkat. Hanya, diakuinya, sebagai manusia, ia belum puas dengan karyanya. "Ini baru separuh dari perjalanan. Saya masih ingin tetap berkarya," kata dia menjelaskan.
Dinamika fesyen IndonesiaDunia mode Indonesia, menurut dia, sudah sangat berkembang pesat. Di awal memulai kariernya, desainer dianggap aneh. Tak cuma itu, apresiasi terhadap profesi desainer juga sangat kurang. "Tahun itu, orang akan lebih cepat mengerenyitkan dahi kalau bicara desainer," kata Didi.
Sedangkan sekarang ini, profesi ini sudah sangat dihargai. Kesadaran orang-orang desainer Indonesia dan karya-karya lokal semakin tinggi. Selera masyarakat akan busana pun juga berubah. Namun hal ini adalah sebuah kelegaan bagi Didi.
Perbedaan selera dan kreativitas ini menunjukkan bahwa Indonesia itu kaya dan tak monoton. "Sekarang ini, Indonesia masih membentuk dirinya sendiri. Baik dan buruknya ya itulah fesyen Indonesia," katanya.
(chs/mer)