Kilas Balik Sejarah Kaum Tionghoa Lewat Museum Tionghoa

Christina Andhika Setyanti | CNN Indonesia
Kamis, 19 Feb 2015 10:04 WIB
Di Museum Tionghoa Indonesia, ada berbagai cerita perjalanan, sejarah serta kebudayaannya yang unik dan menarik.
Museum Hakka Indonesia (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jika tak benar-benar menjelajah Taman Budaya Tionghoa Taman Mini Indonesia Indah, mungkin Anda tak akan tahu tentang keberadaan Museum Hakka Indonesia. Museum ini berada di bagian paling ujung Taman Budaya Tionghoa sehingga tak terlihat dari sisi jalan TMII.

Memasuki kawasan Taman Budaya Tionghoa, terdapat sebuah bangunan besar berbentuk bulat yang memiliki banyak jendela. Bangunannya berwarna kuning dengan atap bagian atas yang tak terlalu tinggi. Bangunan ini ternyata bangunan Museum Hakka Indonesia.

"Bangunan ini disebut Tulou," kata salah satu guide di museum. Tulou adalah bangunan besar berbentuk melingkar. Biasanya, kata si guide, bangunan ini memiliki lima lantai dan bagian tengahnya berlubang tanpa atap.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di lantai dasar, tulou digunakan sebagai toilet, di lantai dua dipakai untuk peternakan, sedangkan dilantai atas dipakai untuk tempat tinggal banyak keluarga. "Tulou berarti tanah liat. Dan di negara asalnya dulu, bangunan ini dibuat dari tanah liat," ucapnya.


Tulou yang paling terkenal adalah Fujian Tulou. Bahkan Fujian Tulou ini ditetapkan sebagai salah satu warisan dunia dari UNESCO. Oleh karenanya, pihak TMII menghadirkan replika bangunan ini dan digunakan sebagai museum. Yang digunakan sebagai contoh adalah bangunan Zheng Cheng Lou Tulou.  

Sebuah ruangan bulat yang luas dengan hiasan lampion di setiap lantainya terhampar di hadapan saat masuk ke dalam ruangannya. Area bawah ini digunakan sebagai aula. Sedangkan lantai dua dan tiganya dipakai sebagai ruang pamer.

Museum ini terdiri dari tiga ruangan pamer utama yaitu Museum Tionghoa Indonesia, Museum Hakka Indonesia, dan Museum Yongding Hakka Indonesia. Lantai dua digunakan sebagai ruang pamer Museum Tionghoa Indonesia.

Ruangan ini menyimpan banyak informasi dan sejarah kedatangan masyarakat Tionghoa ke Indonesia. Berbagai lukisan yang bercerita tentang kedatangan Laksamana Cheng Ho, suku-suku Tionghoa di Indonesia dan lainnya. Yang paling menarik, ada aneka mangkuk dan piring dari beberapa dinasti bangsa Tiongkok. Mangkuk dan benda pecah belah ini diperlihatkan dalam sebuah peti kaca. Tak semua bentuknya sempurna. Beberapa ada yang pecah bahkan berkarang karena lama terendam di lautan. Semuanya sengaja tak dibersihkan atau direkatkan kembali, tujuannya agar terlihat asli.

Di sini, Anda juga bisa melihat satu set peralatan minum teh yang ternyata cukup banyak ragamnya. "Masyarakat Tionghoa biasanya tidak dicuci. "Proses pencucian hanya akan membuat rasa tehnya jadi berubah. Jadi setelah minum hanya bilas saja," katanya.

Perkembangan masayarakat Tionghoa di Indonesia ini ternyata sudah sejak lama. Bahkan saat Indonesia dijajah Belanda. Di masa kependudukan Belanda, kaum Tionghoa datang dan menetap di Indonesia karena didatangkan oleh para penjajah ini. Mereka didatangkan untuk menjadi buruh-buruh penambang. Untuk bisa tinggal di Indonesia, pemerintah kolonial Belanda pun menerbitkan surat izin tinggal di Nusantara.

Semua sejarah ini diceritakan lewat foto-foto hitam putih. Selain menjadi buruh tambang, masyarakat Tionghoa juga ada yang menjadi penarik becak, pedagang sampai tukang cukur rambut. Saat itu, rambut mereka masih panjang, dikepang dan setengah botak.

Dalam fotonya bahkan ada tergambar sosok profesi pencukur rambut sekaligus tukang pembersih telinga.

Museum melingkar ini juga dipenuhi dengan berbagai foto-foto kaum Tionghoa yang ada di Indonesia. Sebuah galeri foto hitam putih bergambar kaum Tionghoa peranakan Indonesia yang berjasa untuk negara. Beberapa di antaranya adalah Basuki Tjahaja Purnama, Basuri Tjahaja Purnama, Rudy Hartono, Susi Susanti, Soe Hok Gie dan lainnya. "Semua yang dipasang di sini adalah orang Tionghoa yang berprofesi sebagai politikus, orang pemerintahan, artis dan lainnya. Kecuali pengusaha," ujar si guide.

Di sisi lainnya, aneka perkakas rumah tangga, batik peranakan, alat musik, wayang potehi juga dihadirkan. Yang paling menarik, di sini juga dikisahkan tentang penyebutan atau panggilan nama Cina, China dan Tionghoa. "Mereka lebih suka disebut sebagai Tionghoa, bukan China," katanya.

Usai menjelelajah Museum Tionghoa, di lantai tiga Anda bisa melihat Museum Hakka Indonesia. Hakka adalah salah satu suku Tionghoa yang tersebar di Indonesia.

Dalam ruangan ini diceritakan tentang sejarah migrasi Hakka ke Indonesia, aneka kuliner Hakka, dan juga miniatur rumahnya yang unik. Istilah Hakka berasal dari bahasa Kanton. Istilah ini digunakan untuk menyebut orang yang bertandang atau bermigrasi ke berbagai tempat. Masyarakat lokal menyebut mereka Hakka, yang berarti tamu. Istilah ini kemudian diterima oleh orang Hakka sebagai nama kelompok mereka.

Di lantai ini juga diceritakan tentang kebudayaan, tokoh-tokoh Hakka yang masyur serta bagian dalam rumah orang Hakka. Tak ketinggalan, diceritakan juga tentang artefak, tandu pernikahan, sampai tradisi pernikahan Tionghoa.

Sedangkan Museum Yongding Hakka yang ada di sebelahnya  berisi tentang sejarah Tulou, serta tradisi pengobatan masyarakat Tionghoa yang pandai mengolah rempah dan binatang sebagai obat mujarab.






(chs/chs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER