Lenny Agustin, Perancang Fungky yang Hobi 'Menabrak Adat'

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Jumat, 27 Feb 2015 15:37 WIB
Lenny berinisiatif memadukan Harajuku dengan kain-kain tradisional. Tujuannya satu, untuk membuat kaum muda tertarik dengan kain asli Indonesia.
Perancang busana Lenny Agustin menunjukan proses produksi di ruangan workshop yang tersedia di butik miliknya, Jakarta, Rabu, 26 Februari 2015. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono.
Jakarta, CNN Indonesia -- Tak ada yang menyangka bahwa perempuan bertubuh mungil bergaya funky ini adalah ibu dari tiga.

Lenny Agustin tak ubahnya perempuan berusia 20-an yang berjiwa muda, chic, girlie, dan kreatif tanpa batas. Namun di balik tubuh mungilnya, terdapat semangat nasionalisme yang membara.

Di jagad fesyen Tanah Air, Lenny terbilang pemain baru. Namun, kehadirannya sanggup membawa suasana segar penuh warna dalam belantika tren busana Tanah Air.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ditemui CNN Indonesia di butiknya di bilangan Setiabudi, Jakarta Selatan (26/2), Lenny tampil segar dengan rambut boyish berwarna kuning-kehijauan yang sangat bernyali. Dia mengenakan padanan mini dress bermotif kotak sarung merah jambu dan sepatu hak tinggi biru tua. Dengan ramah, Lenny menceritakan jejak warna dirinya di fesyen Indonesia.

Mogok sekolah demi fesyen

Sebagai anak ketujuh dari sembilan bersaudara, Lenny terlahir dengan bakat seni alami yang membuncah. Bakat seni tersebut belum pernah ada sebelumnya di keluarga Lenny. Dia sudah mahir menggambar sejak kecil.

Keinginan menjadi desainer sudah terpatri dalam benak Lenny kecil. Semua itu gara-gara dia menyaksikan berbagai gaun yang dipakai oleh para putri dalam film animasi. Keinginan itu tak berubah hingga dia beranjak dewasa.

Setelah sekolah menengah, kedua orang tua Lenny meminta dia menjalani kehidupan seperti pada umumnya remaja, melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.

"Orang tua saya bilang, buat apa saya jadi penjahit? Mending jadi sekretaris," cerita Lenny.

Namun, dia tak menuruti keinginan kedua orang tuanya. Dia memilih mogok tak melanjutkan studinya hingga dua tahun demi menembus sekolah desain fesyen yang diidamkannya sejak kecil.

Dia tak ingin karier fesyen yang diidam-idamkannya sekedar menjadi sampingan, hanya dengan mengikuti program kursus busana seperti yang dipinta orangtuanya.

"Pada akhirnya orang tua saya mengizinkan saya masuk sekolah desain. Selain karena waktu itu gelarnya diploma sehingga ada titel, mereka melihat kesungguhan dan keseriusan saya dalam menjalani pilihan saya ini," kata Lenny mengenang.

Selepas tamat dari sekolah desain ISWI, Bunka, dan LaSalle, Lenny memutuskan untuk mulai menjalani kehidupan sebagai perancang busana pada 2001. Kemudian tiga tahun berikutnya dia mulai masuk ke dalam Asosiasi Perancang Mode Indonesia. Akhirnya, pada 2007 Lenny berhasil mewujudkan pagelaran fesyen tunggal perdananya.

Spirit Harajuku bertemu etnik Nusantara

Karya-karya yang dibuat oleh Lenny Agustin menarik perhatian publik pencinta fesyen. Dia dengan berani memainkan warna pastel, tetapi sanggup menjadikan warna halus tersebut terlihat mencolok mata.

Lenny pun berani menggunakan bahan kain ataupun mode tradisional dengan modifikasi 'menabrak adat'. Hal berani yang tidak biasa.

Dia rupanya kagum dengan fesyen Harajuku asal Jepang yang terkenal kerap menabrak semua pantangan dalam berbusana. Lenny melihat kebebasan dan kreatifitas tanpa batas dalam budaya Harajuku. Semangat itulah yang Lenny ciptakan dalam setiap lembar baju yang karyanya.

Meski merujuk pada fesyen Harajuku yang mengagungkan kebebasan berekspresi, Lenny tetap peduli terhadap kondisi fesyen tradisional Tanah Air.

Dia prihatin dengan kondisi pengrajin kain tradisional yang semakin terpinggirkan keberadaannya. Ditambah dengan semakin kurangnya kaum muda memahami kain tradisional. Hatinya semakin miris.

Berbekal pengetahuan yang ada, dia berinisiatif memadupadankan Harajuku dengan kain-kain tradisional. Tujuannya satu, untuk membuat kaum muda tertarik dengan kain asli Indonesia.

"Kalaupun dunia internasional mengetahui saya dan karya saya, saya ingin mereka tahu bahwa saya berasal dari Indonesia, bukan dari Eropa, Amerika, ataupun yang lainnya," ujar Lenny.

Berbekal semangat itulah penggemar desainer Vivian Westwood ini kerap kali bepergian ke pelosok-pelosok daerah untuk mencari kain-kain tradisional yang dapat dia gunakan dalam rancangannya.

Tidak hanya mencari kain tradisional, dia juga mengadakan pelatihan bagi para pengrajin amatiran untuk lebih dapat berkreasi menghasilkan lebih banyak motif dan jenis kain tradisional.

Lenny bukan hanya mencari kain untuk digunakan sebagai bahan. Dia pun ikut menciptakan motif-motif kain tradisional berbekal dari akar budaya setempat. Lenny mengundang berbagai pakar seni rupa untuk memelajari dan dapat menciptakan motif baru bersama para pengrajin.

"Itulah tantangannya, harus selalu kreatif. Karena kami ini fashion designer, pembuat fesyen, bukan hanya sekedar pembuat baju,"

Dukungan penuh sang suami

Tantangan untuk selalu kreatif dan menciptakan tren baru berbusana dianggap Lenny menjadi takdir atas pilihannya sebagai perancang busana.

Dia pernah membuat sebuah kebaya berbahan dasar sifon, tile, dan organdi yang ditambah dengan kerut di bagian dada. Kebaya tersebut terasa lebih youthful alias berjiwa muda. Termasuk, memadupadankan kebaya dengan rok tutu atau balet pertama kalinya.

Hasil kreasinya itu diikuti oleh berbagai penjahit dan pembuat kebaya di Indonesia. Mengenai hal penjiplakan tersebut, dia tak mengaku khawatir.

"Bagi saya meniru itu wajar, justru saya ambil positifnya saja. Ternyata saya sudah dapat memberikan inspirasi bagi orang lain, dan berarti saya harus berkreasi lagi menciptakan hal yang baru," ujar Lenny.

Lenny juga pernah dilanda jenuh dan kebuntuan kreasi. Jika itu terjadi, Lenny memutuskan pergi ke pelosok-pelosok daerah untuk mencari inspirasi. Lenny tak menuntut dirinya untuk menciptakan sketsa setiap hari. Pernah dia tak menggambar selama lebih dari dua bulan.

Dukungan penuh suami membuatnya total berkarya, walaupun harus pergi ke pelosok daerah untuk mencari inspirasi.

"Suami saya tidak pernah menuntut saya untuk selalu terus berada di rumah, dia mendukung penuh kegiatan saya, dirinyalah yang paling berjasa dalam karier saya."

Kini Lenny sudah memiliki empat lini fesyen yaitu, Lenny Agustin, Lenny Agustin Bridal, Lennor, dan Waw. Namun dia tak lantas lekas berpuas diri.
Desainer yang karyanya pernah dipublikasikan dalam harian New York Times tersebut merasa rendah hati. Baginya dia belum mencapai karier terbesar sepanjang terjun di dunia fesyen.

Dia ingin terus berkarya dan menginspirasi orang lain. Target lainnya, dia ingin karya-karyanya menjadi label fesyen nasional dan internasional. Impian lain Lenny juga memiliki merek kosmetik sendiri.

"Bagi saya pencapaian terbesar ketika dapat menginspirasi orang lain, dan saya berusaha untuk itu," ujar Lenny. "Cita-cita saya banyak, tapi saya tidak menargetkan kapan harus terjadi, let it flow saja."

(win/utw)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER