Jakarta, CNN Indonesia -- Para peneliti di Amerika Serikat mengatakan, mereka telah mengembangkan vaksin yang dapat melindungi perempuan dari klamidia. Klamidia adalah penyakit menular seksual yang sangat umum yang disebabkan oleh bakteri chlamydia trachomatis, yang dapat merusak organ reproduksi perempuan.
Sebelumnya, sejak 1960-an belum pernah ada uji coba vaksin klamidia. Uji coba vaksin klamidia pernah dilakukan tetapi gagal, akibatnya beberapa orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi ini. Namun, para ahli di Sekolah Kedokteran Universitas Harvard telah mengetahui kenapa vaksin yang lama tidak bekerja, dan mengatasi masalah tersebut.
Mereka memproduksi vaksin, yang ketika dicoba pada tikus dapat menghasilkan kekebalan tubuh untuk melindungi diri dari infeksi klamidia. Dilansir dari laman
Independent, di Inggris, ada sekitar 208.755 infeksi klamidia baru pada 2013. Sementara di seluruh dunia diperkirakan, 100 juta orang terinfeksi klamidia setiap tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekitar setengah dari laki-laki, dan 70 sampai 80 persen perempuan yang terkena infeksi klamidia, tidak merasakan gejalanya. Namun, pada beberapa orang infeksi ini menyebabkan rasa sakit, jika tidak ditangani dapat menyebabkan kemandulan.
Klamidia merupakan masalah besar di negara-negara berpenghasilan rendah. Bakteri di daerah dengan sanitasi dan infrastruktur buruk dapat menyebabkan infeksi chlamydia trachomatis. Infeksi ini menyebar lewat kontak pribadi, lalat, menginfeksi orang melalui mata, dan menyebabkan penyakit trachoma. Trachoma merupakan penyebab kebutaan, yang dapat dicegah, terbesar di dunia.
Vaksin baru sejauh ini hanya bekerja pada tikus. Namun, para peneliti terkejut dan tertarik dengan hasilnya. Vaksin ini bekerja pada sejumlah strain klamidia yang berbeda.
Mereka menduga, vaksin sebelumnya tidak bekerja karena diberikan lewat injeksi ke kulit atau otot. Jenis vaksinasi sering tidak menyebarkan kekebalan kepada selaput lendir, seperti yang terdapat di sekitar alat kelamin dan mata, yang meradang karena infeksi klamidia.
Vaksin yang diciptakan para peneliti di Universitas Harvard ini diberikan pada daerah berlendir di tubuh, misalnya hidung atau di bawah lidah. Pemberian vaksin menggunakan nanopartikel yang cukup kecil untuk melakukan perjalanan ke kelenjar getah bening sehingga menghasilkan respons imun yang menyebar ke bagian tubuh lain.
(win/mer)