Jakarta, CNN Indonesia -- Memiliki bentuk paha yang besar buat sebagian perempuan ternyata jadi masalah besar. Dalam sebuah survei, 40 persen wanita mengatakan akan punya kepercayaan diri yang lebih baik jika saja mereka punya ukuran paha yang lebih kecil.
Sementara 27 persen lagi sampai merasakan tekanan untuk mengecilkan paha mereka. Pada para wanita yang memang punya paha yang besar, 65 persen mengatakan mereka merasa gemuk karena bentuk paha mereka. Demikian hasil penelitian yang dibuat oleh kelompok peneliti OnePulse. Mereka meneliti 50 orang perempuan berusia 16-65 tahun melalui app mereka.
Disadari jumlah responden ini mungkin tak bisa disebut mewakili populasi besar. Namun hasil penelitian ini membuktikan tren
thigh gap atau jarak antar kedua paha pada wanita masa kini — yang membuat kedua paha tidak saling bersentuhan dlaam posisi netral — masih jauh dari selesai.
“Tren jarak kedua paha ini sungguh menggelikan. Tapi tetap saja tren ini belum sampai saatnya terlupakan,” kata psikolog Deborah Serani pada laman
Today.
Selama ini tren jarak paha sering jadi hal yang dipamerkan para gadis muda saat mereka mengunggah foto mereka di media sosial. Seringkali sembari diiringi dengan fenomena citra tubuh yang rada mengerikan dengan tagar #thinspo. Bentuk tubuh ini digambarkan sebagai bentuk tubuh ideal oleh sebagian wanita.
“Tapi mengidolakan bentuk tubuh yang tak dapat dicapai oleh perempuan adalah tidak sehat,” kata Serani.
“Tren kecantikan memang sering memberi umpan harapan yang tak sehat. Jika Anda punya obsesi akan tren, atau merasa tak aman, Anda bisa jatuh ke dalam jalan yang tak sehat ini,” Serani menjelaskan. “Saya melihat proporsi sangat besar pada wanita muda yang tidak punya dasar realitas tentang kecantikan mereka sendiri.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Serani, professor di Adelphi University, New York, menambahkan bahwa sebagian besar tren ideal tentang kecantikan — tak peduli berapa anehnya — cenderung hanya bertahan selama 5-10 tahun saja.
“Tren kecantikan ini juga memiliki siklus,” katanya. “Di masa Revolusi Perancis, semau mencintai Marie Antoinette yang berkulit pucat. Dan jika Anda bekerja di luar rumah, Anda akan punya kulit yang lebih berwarna. Jadi dianggap orang yang tidak keluar rumah sebagai orang yang cantik dan
fashionable.”
Dia juga mengingatkan bagaimana di China dulu perempuan yang kakinya dibebat sejak kecil hingga tak bisa tumbuh saat dia dewasa dianggap cantik. Lalu ada pula sebuah tren yang datang dan hilang sepanjang masa, bahwa bintik-bintik di kulit wanita adalah cantik.
Jadi sisi baiknya adalah, tren jarak antara dua paha pada wanita tak akan ada selamanya. Survei OnePulse juga membuktikan bahwa tak semua perempuan percaya pada tren ini. Setidaknya ada 40 persen lagi yng mengatakan tak terlalu merasa tertekan untuk punya paha yang kecil.
Seorang partisipan mengatakan tren ini sebagai hal yang konyol. Sementara yang lain mengatakan, “Saya pikir saya tetap terlihat cantik apa adanya.” Tren ini juga sempat mendapat perlawanan di media sosial selama beberapa waktu terakhir.
Model Robi Lawley menyebut tren jarak antara dua paha ini sebagai “tren yang berbahaya”. Belum lama ini sebuah produk fesyen mendapat kritik keras karena menampilkan model dengan jarak sangat jauh di antara kedua pahanya. Sementara produk fesyen lain juga mendapat masalah dari banyak orang karena ketahuan ‘mengecilkan’ bentuk paha modelnya dengan
photoshop.
(utw/utw)