Jakarta, CNN Indonesia -- Desainer dari penjuru dunia bermain dengan warna-warna cerah dan pola mencolok mata dari kain lilin cetak Afrika, dikenal juga sebagai Ankara, di panggung fesyen African Fashion Week di London, pekan lalu.
Desainer asal Taiwan, Amy Chien Ku, pemilik lebel Aimeeku, menampilkan motif Ankara dengan nuansa
fuchsia dan ungu dipandankan dengan wol berwarna-warni untuk sebuah tampilan floral yang romantis.
 Africa Fashion Week London (MIA BY MIA NISBET). (Dok. Africa Fashion Week London) |
“Saya ingin menggabungkan detail bunga dan renda karena sebagai orang Asia gaya saya cenderung menampilkan fesyen yang manis dan mungil,” kata Amy tentang koleksi fesyennya tersebut seperti dilansir dari laman Reuters. “Saya suka perpaduan unsur-unsur romantis dengan gaya Afrika.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gaun bandeau skater dan rok pendek A-line menjadi favorit dalam pameran London Olympia di London. “Gaya Afrika akan menjadi tren yang besar, bukan cuma untuk Afrika tetapi juga semua orang,” kata Amy.
Motif Afrika bermunculan dengan subur di industri fesyen internasional. Pergelaran musim semi/panas desainer London, Erdem Moralioglu, mendapatkan pengaruh besar dari aktris Amerika Katharine Hepburn dalam
The African Queen. Sejumlah referensi Afrika juga 'terjahit' di seluruh koleksinya.
Desainer yang juga ikut serta dalam pekan mode ini adalah Tarryn Shepherd, direktur kreatif label Rooi Rok Bokkie, dan Shauna Neill, pemilik merek aksesori Blossom Handmade.
Panggung African Fesyen Week begitu meriah. Begitu sebuah lagu dari Afrika Selatan pada era 1950-an yang berjudul Pata Pata mengalun, para model menari di atas lintasan fesyen mengenakan jumpsuit sutra dengan corak geometris yang dikombinasikan dengan manik-manik zamrud dan batu semi mulia.
Acara tahunan ini telah memamerkan rancangan lebih dari 300 desainer sejak debutnya pada 2011.
(win/mer)