Puteri Indonesia Lingkungan: Bencana Kabut Asap Sudah Parah

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Jumat, 11 Sep 2015 08:24 WIB
Puteri Indonesia Lingkungan 2015 Chintya Fabyola sangat prihatin dengan bencana kabut asap. Menurutnya, bencana kabut asap tahun ini merupakan yang terparah.
Puteri Indonesia Lingkungan 2015, Chintya Fabyola prihatin dengan bencana kabut asap yang melanda kampung halamannya (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bencana kabut asap yang melanda Indonesia semakin parah. Luas lahan yang terbakar semakin luas dan asap pun semakin tebal.

Puteri Indonesia Lingkungan 2015 Chintya Fabyola yang berasal dari Pontianak pun sangat prihatin dengan kondisi ini. Chintya mengatakan bencana kabut asap tahun ini merupakan yang terparah dari bencana kabut asap yang pernah ia alami sebelumnya.

"Ini bukan pertama kalinya, cuma ini sudah termasuk parah. Dari selama saya mengalami kabut asap, ini yang paling parah menurut saya karena sekolah sampai diberhentikan. Dulu tidak pernah seperti ini," kata Chintya saat ditemui di kawasan Casablanca, Jakarta, Kamis (10/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Chintya bercerita, banyak siswa SD yang sengaja diliburkan karena kondisi asap yang semakin tebal. Hal ini dialami sendiri oleh keponakannya yang tinggal di Pontianak.

Bahkan sekolah tempat keponakan Chintya menimba ilmu diliburkan sampai hari Minggu. Para siswa pun diminta untuk belajar di rumah saja karena kualitas udara memang sudah terganggu.

"Anak SD diliburkan sampai hari Minggu untuk belajar di rumah karena asap yang cukup tebal, saat pagi itu tidak bisa lihat dalam jarak berapa meter. Berarti memang pembakarannya sudah sangat banyak," ujarnya.

Tidak hanya soal sekolah, penerbangan pun ikut terganggu. Chintya saja sampai kesulitan untuk pulang ke rumahnya di Pontianak, karena jam penerbangan yang hanya bisa dilakukan pada waktu tertentu saja.

Sementara itu, bagi orang yang punya masalah gangguan pernapasan, pasti akan merasa lebih terganggu. Kata Chintya, temannya yang menderita asma harus mengakhiri aktivitasnya sebelum jam 10 malam. Sebab, pada malam hari kualitas udara semakin buruk.

"Kalaupun ada aktivitas, itu pasti diberhentikan. Ini kan mengganggu banget jadi hambatan tersendiri untuk beraktivitas," kata mahasiswa tingkat akhir itu.

Sebagai orang asli Pontianak dan besar di sana, Chintya merasakan betul apa yang dirasakan masyarakat pada saat kabut asap melanda. Ia tahu, bagaimana rasanya 'terperangkap' dalam asap.

"Saya pernah di posisi itu dan saya tahu rasanya bagaimana ingin keluar dari panas, dari kabut, dan dari asap. Saya tidak bisa ngomong banyak selain saya berharap pemerintah cepat menanggulangi masalah ini karena kalau masyarakat saja tidak akan cukup," kata Chintya.

"Kita tidak menyalahkan pemerintah, tapi kita berharap pada pemerintah yang punya kekuasaan dan kemampuan untuk menangani masalah ini."

Masyarakat sudah menjaga lingkungan

Chintya mengatakan, tingkat kebakaran hutan di Kalimantan Barat saat ini cukup tinggi. Padahal sebenarnya masyarakat sudah menjaga lingkungannya sendiri.

Menurut dia, bencana ini terjadi karena ada andil dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Mereka, kata Chintya, hanya mengejar keuntungan dan mengabaikan lingkungan.

"Kalau saya pribadi karena saya dari Kalimantan, saya lihat masyarakatnya cukup menjaga. Tapi untuk hal yang sebesar ini bukan dari masyarakat sekitar tetapi bagaimana perusahaan memerhatikan masyarakat sekitar," kata Chintya.

Ia bercerita, banyak masyarakat yang mengeluh padanya tentang kabut asap di Riau dan Jambi. Ia pun turut prihatin dengan kondisi mereka dan berharap pemerintah segera menyelesaikan masalah ini secepatnya.

"Mereka mengeluh, 'Kak, kita makin sesak'. Sampai ada foto save our Pontianak, save our Jambi," kata dia.

"Kami berharap pemerintah tetapkan aturan lebih ketat lagi supaya yang tangan nakal ini yang memang menyebabkan kebakaran punya sedikit rasa takut atau iba terhadap masyarakat yang kena imbasnya. Jangan cuma memikirkan ekonomi."



(mer)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER