Jakarta, CNN Indonesia -- Pasaran vitamin dan herbal di China sedang meledak lagi. Namun ada yang berbeda kali ini, industri modern vitamin dan suplemen ini harus berhadapan dengan obat-obatan tradisional.
Mulai dari ginseng, tanduk rusa yang nilai peredarannya sampai miliaran dolar.
Pertumbuhan usaha ini diperkirakan bisa mencapai lima persen dalam setahun, dengan perkiraan mencapai $20 miliar atau sekitar Rp293 triliun pada tahun 2019. Dua kali lebih cepat pertumbuhannya sejak 2009.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semua itu berasal dari perusahaan vitamin dengan penjualan langsung seperti Amway hingga Pfizer, perusahaan farmasi raksasa dari Amerika Serikat. Semua meneliti kembali resep-resep pengobatan tradisional. Mereka kembali meneliti pengobatan China yang telah terbukti selama ribuan tahun.
“Kami mencoba untuk mempelajari semua warisan dan mengawinkannya dengan ilmu pengetahuan modern,” kata Jia Chen, vice president divisi riset dan pengembangan Amway China kepada Reuters.
Perusahaan besar itu menawarkan produk untuk kesehatan otak dan liver dari komponen utama ginseng dan liquorice. Mereka telah berinvestasi sebesar $13 juta atau sekitar Rp189 miliar untuk membangun laboratorium pengobatan tradisional di kota Wuxi sebelah timur China.
“Separuh dari populasi masih percaya pada cara-cara tradisional dan akan tetap pergi ke dokter tradisional dan rumah sakit. Ini adalah cara hidup mereka yang diwariskan dari generasi ke generasi,” katanya kepada Reuters.
Sementara Pfizer telah memulai membuat fasilitas produksi obat-obatan di China senilai $95 juta atau Rp 13,8 triliun dan meluaskan produksi mereka ke merek Centrum dan Caltrate. Kini mereka memanfaatkan tren obat-obatan China tradisional yang mahal sebagai hadiah yang kotak-kotaknya kini mereka isi dengan vitamin.
Pengobatan traidisional di China digunakan untuk mengobati segala masalah kesehatan. Mulai dari kurang tenaga hingga kanker, hal itu menjadikan bisnis ini lebih besar dari sekadar pejualan vitamin dan suplemen kesehatan ala Barat.
Industri dengan akar budaya setempat, ditambah dengan pendapatan yang besar, kesadaran akan kesehatan yang tinggi dan dukungan kebijakan pemerintah, membuat pasar produk ini benar-benar kuat.
Hal ini secara potensial juga menguntungkan. Karena seorang konsumen tak keberatan untuk menggelontorkan uang untuk komponen alami yang direbus bersama untuk menghasilkan obat. Seorang pembeli di Shanghai mengatakan dia telah membeli perawatan kulit selama tiga bulan seharga $942 atau Rp13,7 juta.
Pemimpin pasar dari produk pengobatan ini seperti Beijing Tongrentang Co Ltd, mengolah produk mereka dari kulit ular, katak yang dikeringkan, kelabang, kalajengking dan bunga dandelion untuk mengobati bengkak. Ada pula tiram, ginseng dan tulang ayam hitam untuk mengobati nyeri haid.
“Tapi saat ini penghasil uang utama adalah tanduk rusa dan ginseng,” kata Yu Qiangmin (51) ahli kimia dalam pengobatan tradisional di toko obat di Shanhai.
Mencampur produk kesehatan.Sejumlah penyalur vitamin mengatakan permintaan dari konsumen yang sadar akan produk yang aman akan produk impor sangat tinggi dan membuat pasar terus berkembang.
Perusahaan yang terdaftar di Hong Kong, Biostime International Holding mengumumkan kesepakatan bernilai miliaran dolar pekan lalu dengan perusahaan pembuat vitamin Swisse Wellness untuk memenuhi kebutuhan besar di China.
“Konsumen China disiapkan untuk membayar produk premium kami karena mereka tahu produk kami melalui pengecekan kualitas sebelum dikirim ke China,” kata Christine Holgate, pimpinan eksekutif perusahaan Blackmore Ltd. di Australia kepada Reuters.
Blackmore telah mendapatkan keuntungan berlipat ganda pada tahun ini, dengan peningkatan hingga 83 persen permintaan di China. Perusahaan itu telah menggunakan petenis Li Na untuk mempromosikan suplemen untuk kehamilan mereka dan mendorong peningkatan permintaan akan produk tersebut.
Para pembuat vitamin juga menargetkan produknya pada generasi muda, kaum urban China yang kurang yakin akan metode tradisional dan mau mencoba menggabungkan pengobatan kuno dengan yang baru.
Wen Zuolin (21) mahasiswa bidang keamanan pangan di Shanghai, memilih tablet vitamin dari akar tumbuhan semacam kubis yang berwarna kebiruan. Menurutnya dalam bentuk tablet suplemen itu lebih mudah dikonsumsi, rasanya lebih baik dan dia yakin apa kandungan di dalamnya.
Wen Zuolin mengakui dia selalu kembali ke pengobatan tradisional dari waktu ke waktu. “Generasi yang lebih tua lebih percaya pada pengobatan China. Bagi kami yang lebih muda meski juga mempercayainya, tapi sebagian besar memilih pengobatan Barat karena efeknya yang lebih cepat,” katanya.
Di Shanghai, Li Dongmei perempuan berusia 82 tahun masih belum yakin akan khasiat pengobatan modern. Dia sendiri berkutat dengan obat-obatan itu dalam laci-laci kayu yang khas di sebuah toko obat di kota.
“Saya tak yakin seberapa efektif hal ini, namun saya sendiri tetap mengonsumsi obat China setiap hari,” katanya sembari membawa dua tas yang sarat akan produk herbal yang bisa bernilai ratusan dolar untuk pengobatan selama beberapa bulan.
“Vitamin, saya tak terlalu mempercayainya.”
(utw/utw)