Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi chef yang biasa masak dalam porsi besar Chef Ragil, Frankfurt Book Festival nanti akan menjadi sebuah keseruan baru lantaran ia dipercaya mengurusi dua gerobak jajanan untuk para pengunjung FBF 2015, nasi goreng dan sate Ponorogo. Tapi, mengapa harus nasi goreng dan sate ponorogo?
"Nasi goreng dan sate ayam itu yang paling populer di Jerman," kata Ragil ketika ditemui CNN Indonesia saat persiapan tim Komite Kuliner Indonesia di Prapanca, Jakarta Selatan, kemarin. "Dari sepuluh orang Jerman yang pernah saya temui di sana, empat sudah pernah ke Indonesia dan paling suka dengan nasi goreng dan sate,"
"Dua makanan itu banyak yang menggunakan kecap, bagi orang Indonesia saja dengan kecap rasanya sudah pecah, dan mereka pun lebih suka kecap, jadi bagi mereka segala yang dikecapin itu pecah atau enak banget," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ragil sudah pernah merasakan atmosfer antusiasme penduduk Frankfurt terkait masakan Indonesia. Pada Agustus kemarin, ia sempat mengikuti sebuah festival museum dan menjual nasi goreng dan sate ayam di sana. Ternyata ratusan porsi ludes hanya dalam beberapa jam.
Untuk dua gerobak jajanan nanti, Ragil menyiapkan 500 porsi nasi goreng dan 500 porsi sate ayam Ponorogo dengan ukuran 200 gram untuk nasi dan 220 gram untuk sate ayam.
Masing-masing akan dijual delapan Euro atau sekitar Rp127 ribu, namun bila membeli dua-duanya akan mendapatkan harga sepuluh Euro atau Rp159 ribu.
Sate Ponorogo dipilih di antara banyak jenis sate di Indonesia karena sate Ponorogo memiliki bumbu kacang mirip saus yang cair dengan kecap yang cukup banyak. Bumbu giling kacang tanah yang digunakan dalam sate Ponorogo cenderung bertekstur halus.
Selain tergila-gila dengan makanan berkecap seperti nasi goreng dan sate, rupanya penduduk Jerman mengharapkan masakan Indonesia karena kepedasannya.
Menurut penuturan Ragil, masyarakat Jerman manganggap makanan Indonesia tergolong pedas dan mereka tak sungkan untuk mencobanya.
"Dari pengalaman saya ketika menjual makanan di festival museum, dari sepuluh orang yang membeli makanan Indonesia, delapan di antaranya meminta tambah cabai," kata Ragil.
Ragil nantinya akan berkeliling di Frankfurt mengikuti kegiatan story telling yang dilakukan oleh penulis Indonesia di lima tempat selama penyelenggaraan FBF dalam lima hari.
Ia pun harus siap pegal dalam menyiapkan makanan itu nantinya. Rencananya, Ragil sendiri yang akan memasak nasi goreng a la tek-tek yang berkeliling di jalan-jalan perumahan Jakarta. Setiap kali memasak, Ragil hanya akan menyediakan untuk delapan porsi.
Begitu pula dalam menyediaka sate. Ragil akan menyiapkan pemanggang lengkap dengan kipas guna menguatkan rasa sate yang khas. Ia enggan menggunakan pemanggang listrik karena tak memunculkan rasa sesuai keinginannya.
"Tadinya ingin jual bakso di sana karena suhu di sana sekitar 16 derajat Celsius, tetapi rupanya bakso Indonesia kurang dikenal, jadi ditunda," kata Ragil. "Nanti setiap harinya sehabis masak, saya langsung pijet, masak untuk 500 porsi, setiap antri ada 100 orang, men!." kata Ragil sembari tertawa.
(end/utw)