Mendulang Sejarah di 'Mesin Waktu'

Fadli Adzani | CNN Indonesia
Sabtu, 17 Okt 2015 12:49 WIB
Jakarta punya 55 museum yang bisa dikunjungi di akhir pekan. Sayangnya, kurangnya hiburan dan sosialisasi membuat museum tak populer di masyarakat.
Museum Nasional (Dok. Wikipedia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jakarta punya 55 museum yang bisa dikunjungi di akhir pekan. Sayangnya, kurangnya hiburan dan sosialisasi membuat museum tak populer di masyarakat.

DKI Jakarta merupakan ibu kota yang memiliki banyak sejarah. Setidaknya, selama tiga abad, Belanda telah menjajah negeri kita, salah satu markas terbesarnya adalah di Jakarta. Hal itu membuat Jakarta memiliki banyak sejarah, tidak sedikit juga gedung-gedung peninggalan kaum kompeni itu  masih berdiri kokoh di ibu kota Indonesia ini.

Gedung-gedung itu, dinilai memiliki daya tarik tinggi karena menyimpan segudang sejarah. Tidak heran pemerintah Indonesia menjadikan gedung-gedung tua itu menjadi museum, sebuah mesin waktu, dimana kaum muda bisa memelajari sejarah dan masa yang telah lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setidaknya, terdapat 55 museum yang ada di Jakarta. Sebut saja Museum Wayang, Museum Fatahillah, Museum Nasional atau yang juga dikenal dengan nama Museum Gajah dan masih banyak lagi. Sayangnya, tidak semua museum itu masih sering dikunjungi warga lokal maupun mancanegara.

Sudah sejak lama, museum dijadikan destinasi tempat berakhir pekan bagi kalangan muda hingga para keluarga Indonesia, khususnya di Jakarta. Tidak hanya kesenangan yang didapat dengan berkunjung ke museum, namun juga edukasi terkait sejarah.

Nurul Khairunissa Siregar, manajer pemasaran salah satu perusahaan di Jakarta, mengaku bahwa aspek sejarah menjadi suatu ketertarikan sendiri bagi dirinya untuk mengunjungi museum di Jakarta.

"Ketertarikan dengan sejarah yang membuat saya tertarik mengunjungi museum-museum di Jakarta, salah satunya adalah Museum Nasional. Selain nyaman, sejarah Indonesia juga terpampang rapi dalam museum itu," ujar wanita yang akrab disapa Sasha itu, kepada CNN Indonesia, Jakarta, Rabu (14/10).

Ia mengaku mendapatkan kepuasan batin jika mengunjungi termpat bersejarah. Selain terhibur, ia juga mendapatkan banyak pelajaran dari museum.

"Pergi ke museum itu tidak membuang waktu kita, jadi waktu kita tidak sia-sia," Sasha menegaskan.

Museum Nasional mulai dibuka untuk umum pada 1868. Museum itu menyimpan 140 ribu benda, seperti koleksi prasejarah, arkeologi dan keramik.

Berbicara masalah pengunjung, Sasha menyayangkan bahwa jumlah pengunjung di museum-museum di Jakarta masih belum merata. Hal itu, menurutnya, disebabkan oleh faktor jarak dan juga sosialisasi yang kurang dari pihak museum.

"Karena jarak yang jauh dan pihak museum masih kurang mempromosikan museum mereka, pengunjung jadi belum tahu dan belum tertarik untuk mengunjungi," keluh Sasha.

Sampai saat ini, menurut pemantauan Sasha, Museum Fatahillah termasuk museum yang memiliki banyak pengunjung. Hal itu disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah hiburan yang disajikan dan mereka menyuguhkan alun-alun yang luas, sehingga menjadi tempat berkumpulnya masyarakat.

Hiburan-hiburan yang disajikan di Museum Fatahillah antara lain adalah, Anda dapat mengambil foto dengan seorang wanita yang memakai kostum seperti putri masa penjajahan. Selain itu, Anda dapat menyewa sepeda untuk mengelilingi kawasan Kota Tua dan museum-museum yang ada di sana.

Selain itu, lokasi Museum Fatahillah terbilang strategis. Lokasinya yang berada di Kota Tua, menjadikan museum itu favorit masyarakat. Kota Tua sendiri adalah bukti sejarah dari penjajahan belanda, banyak gedung-gedung belanda yang masih tersisa di tempat itu.

Dengan gedung-gedung yang menyuguhkan nuansa 'tempo doeloe', Museum Fatahillah dapat dijadikan destinasi pariwisata bagi Anda yang ingin mendapatkan hiburan sekaligus edukasi mengenai negeri ini.

Gedung Fatahillah itu sendiri sudah dibangun sejak 1710. Namun, pada 1974, gedung itu diresmikan oleh pemerintah menjadi sebuah museum.

Suasana museum Fatahillah di Kota Tua (CNNIndonesia/Natanael Wahluya)
Kurangnya Hiburan dan Sosialisasi Museum di Media Sosial

Tidak semua orang memiliki pendapat yang sama seperti Sasha. Seorang mahasiswi asal Jakarta, Qurotul Aini, mengatakan bahwa ia lebih senang menghabiskan waktu akhir pekan di pusat perbelanjaan seperti mal.

"Di mal hiburannya lebih banyak dan tidak membosankan juga," ucap Aini.

"Faktor lingkungan juga membuat saya jadi lebih sering ke mal, sekarang ini teman-teman saya lebih sering mengajak saya ke mal dibandingkan ke museum," Aini menambahkan.

Selain itu, ia mengakui bahwa mal lebih mudah dijangkau dan lebih nyaman untuk dikunjungi.

Namun, Aini menegaskan bahwa ia tidak menutup matanya untuk mengunjungi museum. Namun, selama museum masih kurang melakukan promosi dan sosialisasi, ketertarikan masyarakat akan museum masih akan rendah.

"Harusnya, acara-acara di museum harus bisa dipromosikan dengan baik ke masyarakat. Selain itu, museum kurang promosi di media sosial. Saya tidak menutup kemungkinan untuk pergi ke museum kok," ujar Aini.

Sependapat dengan Aini, Kevin Nuralim, seorang pengusaha muda di Jakarta, mengatakan bahwa kekuatan media sosial untuk mempromosikan museum harusnya digunakan dengan baik.

"Media sosial itu sangat kuat untuk mempromosikan suatu hal, salah satunya adalah museum. Kalau museum sudah dipromosikan melalui media sosial secara besar-besaran, saya yakin akan banyak pengunjung yang datang kok." (les/les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER