Liburan Bugar di Car Free Day

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Sabtu, 17 Okt 2015 13:25 WIB
Saat jalan raya menjelma jadi ruang publik, warga tumpah ruah. Mereka bersenang-senang di menikmati jalanan kosong, tanpa kendaraan, tanpa asap, tanpa macet.
CFD (Rengga Sancaya/detikFoto.)
Jakarta, CNN Indonesia -- Saat jalan raya menjelma jadi ruang publik, warga tumpah ruah. Mereka bersenang-senang di menikmati jalanan kosong, tanpa kendaraan, tanpa asap, tanpa macet.

Car Free Day (CFD) atau Hari Bebas Kendaraan Bermotor beberapa tahun belakangan seolah menjadi magnet bagi warga ibu kota untuk beraktivitas di akhir pekan. Bahkan, orang-orang dari kota sekitar Jakarta seperti Bekasi, Depok, Bogor, maupun Tangerang tumpah ruah di CFD, meski di kota mereka juga ada kegiatan serupa.

Jalan-jalan raya yang biasanya dipenuhi mobil dan motor yang lalu-lalang dan menimbulkan macet, setiap hari Minggu pagi, menjelma menjadi ruang publik yang begitu luas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bambang Sudoro, adalah salah satu warga ibu kota yang sering menghabiskan akhir pekannya di CFD. Bambang sering lari pagi di CFD karena merasa lebih bebas.

Laki-laki berumur 24 tahun itu sudah sejak SMA lari pagi di CFD. Setiap pukul 06.00 pagi, Bambang berangkat dari rumahnya di bilangan Jakarta Timur menuju Sudirman untuk menikmati CFD. Setidaknya ia menghabiskan waktu dua jam di sana, sampai pukul 08.00. Kata dia, sungguh menyenangkan meluangkan waktu di acara mingguan itu.

"Di CFD juga kan ramai banyak komunitas jadi bisa sekalian lihat-lihat juga. Menyenangkan kalau ke sana, apalagi untuk berlibur bersama keluarga. Yang punya anak balita diajak CFD pasti seru. Sehat juga bisa lari pagi," kata Bambang kepada CNN Indonesia, beberapa waktu lalu.

Selain Bambang, warga Jakarta lainnya, Dini Setyanti juga suka menghabiskan waktu di CFD. Selain berolahraga, Dini bahkan sering berbelanja dalam kegiatan tersebut.

"Aku biasanya belanja jaket, baju, lihat-lihat sandal, lihat yang demo juga," ujarnya sambil terkekeh.

Ia juga sering berfoto dengan orang-orang berkostum unik yang hadir di CFD. Mulai dari orang berkostum pocong, sampai transformer, semua pernah diajak Dini berfoto.

Adanya CFD, membuat Dina bisa menikmati suasana kota Jakarta tanpa harus terganggu oleh polusi atau klakson kendaraan. Ia senang bisa berjalan-jalan dengan bebas di jalan protokol yang biasanya disesaki kendaraan bermotor.

Selain Bambang dan Dini, dampak positif CFD juga dirasakan oleh warga pendatang di ibu kota, Imre Nagi. Pemuda asal Tanah Minang itu baru tiga bulan menetap di Jakarta, tapi ia mengaku rutin menghabiskan waktu di akhir pekan.

"Biasanya saya suka bersepeda. Tapi lari juga pernah, sekali-kali saja. Terus habis itu cari makan," kata Imre.

Presiden Joko Widodo berolahraga dengan mengayuh sepedanya di car free day (CFD) dari Istana pada pukul 07.15 WIB menuju Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (25/1/2015). Jokowi sempat melewati aksi #SaveKPK yang diikuti ratusan orang (Lamhot Aritonang)


Dari penutupan jalan jadi ruang publik

CFD memang bukan barang baru di Jakarta atau di Indonesia. Di Jakarta sendiri, CFD sudah ada sejak tahun 2001. Sementara Surabaya, memulainya lebih awal, yaitu di tahun 2000.

Dilansir dari situs Car Free Day Indonesia, kegiatan ini bermula pada  2001 di Jalan Imam Bonjol. Saat itu pihak kepolisian yang dipimpin oleh  Irjen Pol Djoko Susilo setuju untuk melakukan penutupan jalur Sudirman-Thamrin setelah diajak beraudiensi oleh para aktivis.

Kegiatan ini pun dilanjutkan pada saat Hari Bumi, kemudian dilanjutkan pada 22 September 2002 dan berlangsung dengan sukses. Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) dan para aktivis lingkungan hidup bersama masyarakat mengkampanyekan penghapusan penggunaan bensin bertimbal.

Dari situ, kegiatan CFD pun mulai dicetuskan. Setahun berikutnya, tepatnya pada tanggal 21 September 2003, pelaksanaan Car Free Day mulai menyebar ke seluruh penjuru dunia. Perayaan kegiatan Car Free Day sedunia serempak dilaksanakan oleh 1500 kota di dunia termasuk Jakarta. Pada waktu itu, kegiatan Car Free Day global tersebut dihadiri 112 juta orang.

Sampai tahun 2006, CFD hanya berlangsung satu tahun sekali. Tapi, mulai 2007, kegiatan CFD mulai rutin dilakukan. Tiap tahunnya, selalu ada ruas jalan baru yang menerapkan kampanye ini, tidak lagi hanya Jalan Sudirman-Thamrin.

Seriring berjalannya waktu, CFD pun mulai bertransformasi. Dari yang tadinya hanya penutupan jalur dan tidak dilalui kendaraan pun mulai dipakai untuk berolahraga. Warga mulai memenuhi jalan yang kosong hanya sekadar untuk berjalan-jalan atau olahraga.

Kini, semakin banyak aktivitas yang dilakukan. Ada yang bersepeda, seperti Imre, ada juga sekumpulan anak muda yang bermain sepatu roda maupun skateboard.

Pedagang pun kian banyak meramaikan CFD. Mulai dari pakaian, sandal, mainan tradisional, kebutuhan sehari-hari, sampai binatang peliharaan pun banyak di jual di CFD. Tak heran banyak juga perempuan seperti Dini yang sambil berolahraga juga sambil meluangkan waktunya untuk berbelanja.

Tapi, di sisi lain, sebenarnya ada juga orang yang terganggu dengan banyaknya pedagang yang tumpah ruah di CFD. Dini termasuk orang yang tidak setuju CFD dijadikan ajang berjualan.

"Tapi apa boleh buat ya, it's so typical. Kalau ada keramaian langsung buka lapak," katanya sambil tertawa.

Perkembangan CFD tidak sampai di situ. Kegiatan peduli lingkungan itu juga disisipi oleh beragam aksi. Ada aksi demo, ada juga aksi peduli lainnya, seperti peduli kekerasan pada anak atau yang baru-baru ini terjadi peduli pada bencana asap.

"Kalau demo sih aku tidak setuju. Harusnya CFD kan santai. CFD untuk olahraga, untuk apa buat demo. Orang juga malas melihatnya," kata Dini. Perempuan berumur 27 tahun itu mengaku pernah menyaksikan demo penolakan pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di CFD.

Sependapat dengan Dini, Imre pun tidak menyukai adanya demo di CFD. Menurut dia, CFD adalah ajang untuk menyegarkan otak agar tidak stres. Demo, jelas-jelas hanya merusak kenyamanan CFD buat Imre. "Untuk apa capai-capai teriak tidak ada yang dengar," ujarnya diikuti tawa.

Namun, untuk aksi kepedulian, Dini dan Imre sama-sama setuju. Katanya asal kegiatan yang dilakukan tidak merusak fasilitas umum dan tidak mengganggu orang lain, kegiatan itu sah-sah saja dilakukan.

"Kalau funwalk saja sih tidak apa-apa. Apalagi kalau bagi-bagi bunga, itu sih saya suka," kata Dini. (les/les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER