JAKARTA FASHION WEEK 2016

Kolaborasi Absurd Japan Fashion Week di JFW 2016

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Senin, 26 Okt 2015 12:03 WIB
Dua desainer Jepang dan Indonesia berkolaborasi untuk salah satu pertunjukkan di Jakarta Fashion Week 2015. Berhasilkah kolaborasi itu?
Para model memamerkan busana pada Japan Fashion Week.(CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ada yang berbeda di malam kedua Jakarta Fashion Week 2016 semalam. Meski dalam sebuah pagelaran bernama Japan Fashion Week, namun nuansa yang hadir dalam peragaan busana itu sama sekali tak terasa nuansa Jepang.

Japan Fashion Week merupakan salah satu program kerjasama antara Japan Fashion Week Organization dengan Jakarta Fashion Week. Tahun ini, kedua lembaga itu mempertemukan desainer Jepang Suzuki Takayuki dengan desainer lokal Michelle Tjokrosaputro.

Michelle yang mewakili lini Bateeq selalu menggunakan sentuhan lokal berupa motif batik dalam setiap karya yang ia buat. Namun bukan cuma motif, label ini juga kerap mengambil unsur material juga warna dari batik Indonesia yang beragam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan Suzuki Takayuki dikenal melalui label yang bernama sama dengannya. Ia menspesialiasi dirinya dengan penggunaan material kapas organik pada baju ataupun karya. Dirinya disebut-sebut kerap menampilkan karya yang eksperimental.

Namun yang terlihat malam tadi biasa saja. Dari belasan baju yang ditampilkan, tidak ada yang memiliki nuansa pakaian dari Jepang. Biasanya, ciri desainer Jepang dapat dikenali mulai dengan gaya Harajuku yang nyentrik hingga tradisional motif Jepang sebagai aksen.

Kesemua koleksi yang ditampilkan menggunakan warna pastel seperti krem, broken white, biru, dan juga hitam. Sebagian besar adalah dress dengan ujung tanggung se-lutut dan busana casual seperti kemeja dengan celana tanggung yang dipadu padan dengan blazer dan syal.

Kesan casual memang sangat terasa dalam karya keduanya ini. Pakaian yang rasanya dapat digunakan ke pusat perbelanjaan ini tergolong ramah di mata masyarakat. Dengan kain yang jatuh, membuat baju terkesan melayang dan mengilusikan tubuh menjadi lebih tinggi.

Akan tetapi terjadi anomali dalam sebuah karya yang dipamerkan tadi malam berupa dress terusan yang berakhir nanggung di betis, namun menggunakan syal sebagai kerudung.

Model pakaian seperti ini jelas menimbulkan tanda tanya bagi pengguna pakaian muslim di Indonesia karena selain tidak sesuai dengan aturan juga menambah tugas lain yaitu mencari penutup hingga ujung kaki.

Takayuki dan Michelle berusaha mengombinasikan ideologi keduanya dalam satu karya yang sama. Namun tampaknya yang terjadi lebih ada dominasi Takayuki dengan model baju a la H&M ataupun departement store yang ada di Indonesia.

Entah pembagian seperti apa yang disepakati oleh kedua desainer ini, karena Michelle yang selalu menggunakan unsur batik dengan kental hanya mendapat porsi di bagian ujung pakaian ataupun pada syal semata.

Bila yang tak melihat dengan detil, porsi batik dalam pakaian tersebut mungkin tidak akan disadari sama sekali dan hanya tampak celupan warna dalam kain yang digunakan untuk baju.

Sangat disayangkan karya yang tampil dalam Japan Fashion Week tadi malam. Kolaborasi yang seharusnya dapat menampilkan dua sisi negara timur dengan budayanya yang kental menjadi satu budaya baru, justru bias dan lebih mirip pakaian dari barat yang sudah kepalang awam dan membosankan. (end/utw)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER