Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak hanya manusia yang terpengaruh perubahan iklim yang terjadi saat ini, bahkan sampai minuman pun bisa merasakan dampak dari perubahan iklim.
Lambic, bir gandum tradisional dari Belgia merupakan salah satu minuman yang terkena dampak adanya pemanasan global.
Musim dingin yang semakin pendek setiap tahunnya membuat Lambic sulit untuk diproduksi. Musim gugur yang tidak normal itu memaksa produksi bir Belgia dihentikan sementara, menunggu cuaca dingin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami harus melewatkan produksi kami ini, Kamis dan Senin depan karena suhu malam hari saat ini di antara 10 dan 15 derajat Celsius, suhunya jauh terlalu hangat," kata salah satu produsen bir, Jean Van Roy dikutip dari The Daily Meal.
“Biasanya, asam bir Lambic harus dibiarkan di tempat terbuka untuk didinginkan. Sehingga ragi alami di udara bisa masuk ke dalam bir. secara alami diresapi dengan ragi liar hadir di udara," Van Roy dari Brussel ini Cantillon kerajinan pembuatan bir kepada AFP.
"Perubahan iklim telah menyeruak sejak 20 tahun terakhir, Kakek saya, 50 tahun yang lalu, membuat bir dari pertengahan Oktober sampai Mei, tapi saya justru belum pernah melakukan itu dalam hidup saya," kata produsen bir lainnya bernama Van Roy.
Pemanasan global pun pada akhirnya talah mengurangi musim pembuatan bir tradisional dari Belgia itu. Bahkan Van Roy mengaku masa pembuatan birnya telah terampas sebanyak lima bulan. Padahal perbedaan durasi pembuatan yang berbeda beberapa minggu saja sudah bisa merusak hasil produksi.
"Jika kami kehilangan seminggu kami bisa bertahan hidup, tapi tiga minggu atau lebih akan lebih rumit," ujarnya.
Kopi Juga TerancamSelain bir, perubahan iklim juga mengancam produksi kopi di beberapa tempat. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa biji kopi memiliki risiko mengalami kemusnahan lebih besar berkat meningkatnya suhu.
Seorang Profesor North Carolina State Meg Lorman, mengungkapkan ada beberapa faktor biologis yang mengancam pasokan kopi dunia.
Hama kopi yang diberi nama la Broca (bor) dari Amerika Latin, mengancam tanaman kopi di Ethiopia saat ini. Untuk setiap peningkatan suhu 1,8 derajat Celsius penyebaran hama itu meningkat sebanyak 8,5 persen.
Bahkan dulunya hama ini tidak ada di Ethiopia 50 tahun yang lalu. Hal ini merupakan sebuah ancaman berbahaya untuk persediaan kopi di seluruh dunia.
Di Kolombia dan Brazil, tempat kopi yang paling populer jenis Arabika memiliki cerita yang tidak jauh berbeda. The Wall Street Journal melaporkan bahwa produksi biji kopi Arabika adalah turun hampir 36 persen selama lima tahun di Kolombia.
Patrick Criteser, chief executive dari Coffee Bean Internasional mengatakan hal ini memaksa banyak pihak untuk mencari varietas baru dari biji kopi lebih tahan panas. "Jika kita berhasil mengembangkan varietas kopi dengan kualitas yang baik, ini akan memecahkan banyak masalah," ujarnya.
Lantas bagaimana kopi di masa depan selama perubahan iklim terus terjadi? Lorman mengatakan para produsen akan menanam kopi di tempat yang lebih teduh seperti di hutan, sehingga biji kopi tetap dingin. Meskipun cara ini akan membuat harga kopi sedikit lebih mahal.
"Hal ini lebih berkelanjutan bagi lingkungan, rasanya lebih baik, dan kurang rentan terhadap wabah hama kopi," katanya.
(utw/utw)