Perjalanan 'Membelah' Keindahan Biak

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Jumat, 20 Nov 2015 13:10 WIB
Biak merupakan pulau yang indah, punya beragam destinasi cantik serta penduduk yang sangat ramah.
Pantai Batu Picah terletak di Distrik Warsa sekitar 75 kilometer dari kota Biak, Papua. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
Biak, CNN Indonesia -- Jarum jam belum menunjuk angka delapan, tapi mobil yang kami tumpangi sudah memacu laju membelah Pulau Biak, Papua. Pagi itu, CNN Indonesia dan rombongan berniat mengunjungi air terjun yang cukup tersohor di Biak, yaitu air terjun Wafsarak. 

Dilihat dari peta, jarak yang harus kami tempuh sekitar lebih dari 75 kilometer. Meski sangat jauh, cuma dibutuhkan waktu satu setengah jam, untuk sampai kesana. 

Pantas saja, hanya satu setengah jam, pemandu wisata kami memacu laju mobilnya sampai 80 kilometer per jam sepanjang perjalanan. Kondisi jalanan aspal yang baik dan hanya secuil bagian saja yang rusak, memang menyenangkan jika digunakan untuk memaksimalkan pedal gas. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apalagi jalanan terbilang sepi, tak ada banyak kendaraan yang lewat. Paling-paling hanya beberapa angkutan umum, mobil pribadi, dan motor saja. 

Yang tak bisa dilupakan adalah bagian ketika kami melewati rute jalan yang berkelok-kelok dan naik turun, membuat sensasi perjalanan kami jadi lebih menegangkan. Seperti naik roller coaster rasanya. 

Sepanjang perjalanan, kami disuguhkan dengan hamparan pepohonan hijau di Biak. Dari kejauhan pun terlihat bukit yang hijau dan hutan-hutan lebat. 

Memasuki area desa, suasana mulai berubah. Kami melihat warga mulai beraktivitas dan anak-anak sekolah berbondong-bondong menuju sekolah. Dari siswa yang berseragam putih-merah, putih-biru, sampai putih-abu pun kami temui. Dari yang memakai sepatu, sandal, sampai tak beralas kaki pun ada. 

Gerombolan anak-anak SMA dan SMP di Biak, Papua sedang berangkat menuju sekolahnya. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
Satu yang membuat mereka sama, yaitu semangat menuju sekolah untuk belajar. Hal tersebut terlihat dari langkah pasti mereka menuju ke sekolah yang jaraknya cukup jauh. Mungkin bisa mencapai satu kilometer. 

Kami sempat menghentikan laju kendaraan untuk menghampiri gerombolan siswa yang sedang menuju sekolahnya. 

"Selamat pagi, kakak," begitu kata beberapa orang diantara mereka. Beberapa di antaranya hanya memperlihatkan senyum malu. 

Kami pun melanjutkan perjalanan. Mobil kembali dipacu kencang-kencang. Pemandangan kembali berubah. 

Deru ombak dan angin khas pesisir mulai kami dengar dan rasakan. Ternyata, tak terasa kami sudah sampai di kawasan Biak Utara dari tempat sebelumnya yaitu Biak Selatan. Benar-benar seperti membelah pulau. 

Hijaunya pepohonan Biak berganti dengan birunya Samudera Pasifik. Berbeda dengan kondisi di selatan yang lautnya tenang karena berada di teluk, di utara ombaknya lebih besar. Ombak khas samudera. 

Sayangnya sebagian bibir pantai diberi pagar sehingga tidak terlihat dari jalan. Namun, di beberapa bagian, masih tetap terlihat pasir putih dan karang-karang. Tampaknya, pantai di Biak didominasi oleh pantai karang. 

Penasaran dengan suasana tepi laut, kami menyempatkan diri untuk singgah. Pemandu memilih berhenti di pantai yang cukup terkenal, Pantai Batu Picah namanya. Pantai ini juga dikenal dengan nama Batu Gong. 

Dinamakan Batu Gong karena saat diterpa ombak besar, karang yang mendominasi di pantai itu mengeluarkan bunyi seperti gong. Tapi dengan catatan, ombaknya sangat besar hingga bisa membasahi siapa saja yang berdiri di atas karangnya. 

Pantai Batu Picah atau juga dikenal dengan Pantai Batu gong merupakai pantai yang didominasi oleh batu karang yang berada di pesisir utara Biak. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
Sayangnya saat kami ke sana, ombaknya tidak terlalu besar. Meski sudah berdiri di tepi karang, tidak ada di antara kami yang kebasahan. Hasilnya, suara gong dari karang pun tak terdengar. 

Selain menampilkan 'keajaiban alam' itu, Pantai Batu Picah juga menawarkan pemandangan yang menawan. Di sisi kiri terdapat karang yang membentuk undakan. 

Hati-hati jika berkunjung ke sini. Batu karang di pantai ini tajam-tajam. Berjalan pun harus sangat hati-hati karena agak licin. 

Puas menikmati angin laut dan mendengar deruan ombak, kami pun melanjutkan perjalanan. Mobil kembali dipacu melewati jalan yang berliku. 

Selang sekitar 15 menit kemudian, sampai juga kami ke air terjun Wafsarak. Letak air terjun ini ternyata tak seberapa jauh dari jalan raya. Hanya berjalan dua sampai tiga menit keindahan air terjun ini sudah nampak. Letaknya juga berada di belakang pemukiman warga. 

Saat menuju ke air terjun, seorang bocah penduduk setempat menghampiri rombongan kami. Anak kelas 6 SD itu akhirnya menjadi pemandu kami. 

"Di sini ramai kalau Sabtu-Minggu. Ada beberapa orang yang datang," kata bocah bernama Isa itu. 

Air Terjun Wafsarak ini memang dijadikan tempat wisata oleh warga setempat. Mereka mengelolanya secara swadaya. 

Namun, kelihatannya tempat ini sedikit tak terawat. Daun-daun yang gugur dibiarkan jatuh begitu saja. Tempat duduk yang khusus disediakan buat pengunjung juga seperti sudah lama tak diduduki. 

Sampai di depan air terjun Isa bergegas membuka bajunya. Rupanya ia ingin menunjukkan kebolehannya melompat dari atas air terjun yang memiliki ketinggian lebih dari 15 meter itu. 

Isa memanjat dinding air terjun dengan lincahnya. Sesampainya di atas ia mengambil ancang-ancang untuk melompat dan menceburkan diri ke danau hijau di bawahnya. Senyum sumringah dilemparkan Isa ketika memunculkan kepalanya ke permukaan. 

Pengunjung menikmati suasana di sekat air terjun Wafsarak yang berada di Distrik Warsa, Biak, Papua, (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
Tak puas melompat sekali, Isa melanjutkan aksinya. Dari danau di bawah air terjun ia kembali memanjat dinding tebing. Hampir lima kali Isa mengulangi aksinya dengan sangat riang. 

Setelah puas Isa pun naik ke daratan dan berbincang dengan kami. Tubuh kurusnya terlihat menggigil kedinginan. 

"Tidak dingin, sudah biasa," kata Isa ketika ditanya apakah ia kedinginan. 

Kendati berada di dekat permukiman, tapi suasana di sekitar air terjun sangat nyaman dan sepi. Cocok untuk menyegarkan pikiran yang sedang penat. 

Di sisi lainnya, kami juga menemukan empat anak sedang asyik mandi di sungai yang dialiri air terjun Wafsarak. Mereka tersenyum dan melambaikan tangan, walau malu menjawab pertanyaan kami. 

Senyum dan sapa itulah yang juga mengakhiri penjelajahan kami hari itu. Meninggalkan kenangan akan Pulau Biak yang begitu indah dengan penduduk nan ramah. (les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER