Jakarta, CNN Indonesia -- Di tahun 1970-an, masyarakat Belitung Timur hidup makmur dari menambang timah. Aad Saputra (41) berkisah, “Zaman kerja timah dulu, kita enggak pernah bayar lampu dan listrik. Air kita enggak pernah bayar, bahan pangan enggak pernah bayar. Makanya dulu dikatakan di sini, banyak anak banyak rezeki, karena banyak anak banyak tanggungan dari PT Timah.”
Para buruh PT Timah dimanjakan dengan berbagai fasilitas tersebut, termasuk ayah Aad yang dulu adalah pegawai PT Timah. Namun, segala kemudahan tersebut berakhir di akhir tahun 1990-an. “Setelah PT Timah lengser kami mulai bekerja keras, mulai kami alami kesusahan,” ujar Aad, sambil menyesap teh susunya di warung kopi Anui, di kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur.
Jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, langit di Manggar berubah gelap. Aad mengingat-ingat ketika PT Timah dipindahkan ke Bangka pada 1998. “Mereka bilang potensi timah di Belitung berkurang, tidak bisa memenuhi produksi lagi, maka dipindahkan semua ke sana, yang tidak mau di-PHK,” kata Aad diikuti derasnya suara hujan. Sekarang, timah bukan lagi sumber rezeki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harga timah jatuh. Dua tahun lalu harga timah masih sekitar Rp100 ribu per kilogram, tapi sekarang turun menjadi sekitar Rp70 ribu per kilogram. Timah tidak bisa lagi dijadikan penopang hidup keluarga. “Kami para penambang kesulitan sekarang. (Timah) Carinya sulit tetapi harganya murah. Banyak bos-bos besar yang sudah setop tidak mau buka (penambangan timah) lagi karena tidak sesuai dengan biaya personal,” tutur Aad.
Menurut laki-laki yang pernah maju mencalonkan diri sebagai wakil rakyat Kabupaten Belitung Timur itu, harga sewa alat berat selama satu jam adalah Rp700 ribu. Sementara, harga timah saat ini Rp72 ribu per kilogram. “Jadi dalam satu jam saja harus mendapatkan sepuluh kilogram timah. Apakah bisa memungkinkan? Jadi spekulasinya di sini terlalu tinggi,” ujar laki-laki berkulit legam tersebut dengan logat melayu.
Timah dulu pernah menguasai Pulau Belitung. Kejayaannya tampak jelas ketika menelusuri jalan dari Bandar Udara H.A.S Hanandjoeddin di Tanjung Pandan, Belitung Barat, menuju Kabupaten Belitung Timur. Cekungan-cekungan raksasa bekas penambangan timah ditelantarkan begitu saja. Aktivitas penambangan timah sudah berlangsung sejak zaman kolonial. Cadangan timah kian menipis, tapi tak mampu membawa kesejahteraan bagi rakyat.
 Bekas penambangan timah Open Pit di Kelapa Sampit, Kabupaten Belitung Timur. (CNN Indonesia/ Windratie) |
Beralih ke PariwisataMelihat mata pencaharian penduduk Belitung Timur (Beltim) yang terancam, pemerintah Kabupaten Beltim, melakukan upaya untuk menyelamatkan perekonomian penduduk, salah satunya adalah menjadikan pariwisata sebagai tumpuan perekonomian rakyat. Namun, apakah rakyat yang telah terbiasa menambang timah bisa menerima rencana tersebut?
“Akhir-akhir ini dengan penurunan harga komisi, baik pertambangan maupun beberapa riset perkebunan, ini kita rasakan turut memperlambat di Belitung Timur,” ujar Salifudin, Sekretaris Dinas Pariwisata Beltim, saat sambutan acara Journalist Trip di Pantai Serdang, Belitung Timur, beberapa waktu lalu.
“Oleh karena itu kita mengharap agar sektor pariwisata dapat menjadi pendorong untuk memajukan perekonomian. Kita akan mengalihkan masyarakat kita yang tadinya ke tambang (timah) ke sektor pariwisata. Jadi supaya tidak timbul orang miskin mendadak, kita upayakan agar pertambangan disetop,” tambahnya saat berbincang dengan
CNN Indonesia.Diakui Salafudin, komoditi perkebunan kelapa sawit dan sektor pertambangan memang tengah melesu.
“Iya, harga-harganya memang lagi turun misalnya seperti timah. Memang masyarakat kita dimanjakan oleh timah mereka kalau mencari uang dua ratus sampai tiga ratus ribu sehari itu, enggak lama butuh beberapa jam saja datang ke lokasi penambangan,” kata dia.
Menurut Salifudin, pemerintah Beltim akan menciptakan kelompok-kelompok usaha mikro kecil. “Kami berikan pinjaman lewat APBD supaya mereka bisa membuka usaha rumahan untuk mendukung pariwisata contohnya seperti kerajinan, suvenir, kuliner.”
Objek wisata di Belitung Timur masih termasuk perawan. Dari sisi destinasi wisata, Belitung Timur sudah cukup banyak dieskpos. "Hanya saja, secara spesifik keindahan bawah laut Beltim belum tereksplorasi," ujar Salifudin.
Menurutnya, ada beberapa investor yang mulai tertarik kepada Beltim. “Yang paling pokok kalau di sini orang selalu bertanya listrik dan air bersih. Kalau jalan
sih saya pikir sudah lumayan
lah.”
 Bekas penambangan timah di Open Pit di Kecamatan Kelapa Sampit Kabupaten Belitung Timur. (CNN Indonesia/ Windratie) |
'Jangan Asal Tutup Tambang'Masyarakat sendiri sebetulnya tidak keberatan dengan dialihkannya sektor perekononian dari pertambangan timah ke pariwisata. Seperti halnya Aad yang berharap agar galian bekas PT Timah dialihfungsikan untuk membantu perekonomian rakyat.
“Dari galian eks PT Timah itu kan tidak layak produksi lagi, tolong pemerintah tentukan sikap. Tolonglah diratakan kembali yang dulu. Dipikirkan kembali lahan ini mau difungsikan untuk apa, misalnya dibuat untuk peternakan atau apalah yang bisa menampung tenaga kerja,” kata Aad.
Menurut Aad bisa saja dialihkan ke sektor pertanian atau pariwisata, hanya saja pemerintah harus ingat bahwa sumber daya masyarakat Beltim masih rendah.
“Mereka buka ajang pariwisata, salah satunya kita datangkan investor perhotelan. Apakah bisa menampung orang-orang ini, mereka kan punya prosedur dan ketentuan. Ada syarat harus S1 pariwisata. Bisa jadi kuli-kuli timah jadi
office boy yang cuma bersih-bersih. Mampukah mereka menampung sekian ribu (penambang timah). Jangan asal tutup (pertambangan timah), mereka nanti mau ke mana?”
Di sini, rakyat Beltim menginginkan keseriusan pemerintah daerah. “Yang kami alami, pemerintah daerah selalu menggalakan ayo kita harus....tapi tidak di-
support, tidak dibina dan dibimbing, dilepas saja,” katanya.
Pukul 08.30, sinar matahari sudah muncul kembali setelah hujan deras membasahi Kecamatan Manggar, Beltim. Aad yang gemar mengobrol, seperti kebanyakan masyarakat Beltim lain, belum menunjukkan tanda-tanda ingin bergegas bekerja. Katanya, “Kerja terserah kita, biar enggak kerja hari ini, terserah kita.”
(win/les)