Jakarta, CNN Indonesia -- Lebih dari setahun lamanya, Ruben Brabar menjalani usaha sebagai produsen kloset. Berbeda dengan masyarakat di Papua lainnya yang berkarier sebagai bertani atau nelayan, Ruben memilih untuk terlibat dalam evolusi sanitasi di Kabupaten Biak Numfor.
Beberapa waktu yang lalu,
CNN Indonesia dan rombongan menyempatkan singgah di rumah sekaligus pabrik kecil Ruben untuk melihat kloset buatannya.
Di halaman rumahnya, ia membangun toko sederhana beratapkan seng yang tidak terlalu besar untuk memajang kloset-kloset buatannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika dikunjungi, Ruben sedang mengerjakan rutinitasnya ditemani seorang pemuda. Ruben langsung beranjak menyambut dan memperlihatkan hasil pekerjaannya.
Keputusan Ruben menghabiskan waktunya untuk membuat kloset bermula ketika ia didaulat untuk mengikuti pelatihan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang didukung Dinas Kesehatan setempat dan beberapa organisasi.
Ia bersama 12 orang lainnya mengikuti pelatihan untuk membuat kloset yang diadakan oleh Yayasan Rumaram pada akhir 2013 lalu.
Kala itu, kondisi sanitasi di Papua memang masih tergolong buruk.
Berdasarkan survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) Papua 2013 persentase sanitasi rumah tangga yang baik di Papua baru mencapai 29,74 persen. Artinya Papua berada pada posisi terbawah jika dilihat dari kebersihan dan kesehatan sanitasi.
Hal tersebut disebabkan oleh kebiasaan banyak orang yang masih suka buang air besar sembarangan.
Akibatnya, masyarakat pun terjangkit beberapa penyakit. Yang paling banyak adalah diare.
Sebagai putra daerah, lahir dan besar di Desa Indawi, Distrik Yawosi, Biak Numfor, Papua, Ruben ingin membawa perubahan. Ia ingin kondisi kampungnya bahkan Papua bisa lebih baik lagi.
"Saya harus cari cara bagaimana kesehatan di kampung saya dan seluruh Papua harus terbebas dari penyakit," kata Ruben.
Berbekal satu sak semen, air, kalsium, dan mal (cetakan jambangan keramik yang terbuat dari seng) dengan modal Rp500 saja, ia sudah bisa membuat 11 kloset sekaligus.
Ada yang warna putih, biru, dan merah. Jika diamati, kloset Ruben tak ada bedanya dengan kloset merek ternama yang dijual di pasaran.
Setiap minggunya, laki-laki berusia 63 tahun itu bisa menyelesaikan sekitar 15 kloset. Ia memasarkannya kloset buatannya dengan harga Rp100 ribu per unit.
Namun, mengingat tujuan awal Ruben melakukan usaha ini untuk memajukan kesehatan masyarakat, tak jarang Ruben memberikan kloset buatannya secara cuma-cuma.
Ia tak menakar untung rugi dalam menjual kloset produksinya. Yang penting warga kampungnya dan warga Papua lainnya bisa lebih sehat dengan kebiasaan baru buang air besar pada tempatnya.
Laki-laki yang juga masih bertani dan berlayar itu pun berencana akan terus mengembangkan bisnisnya.
Tak lupa ia juga akan berbagi cara membuat jamban ke daerah lainnya di Papua, seperti Nabire dan Wamena dengan semangat yang sama, memajukan kesehatan sanitasi di tanah kelahirannya sendiri.
(ard)