Jakarta, CNN Indonesia -- Gedung tua bekas Aphoteek Chung Hwa yang saat ini sudah menjelma menjadi Pancoran Tea House merupakan bangunan tersulit yang harus direvitalisasi tim arsitek dari PT Pembangunan Kota Tua Jakarta (JOTRC) dan Jakarta Endowment for Arts & Heritage (JEFORAH).
Dalam beberapa tahun belakangan, Kota Tua memang sedang bersolek, revitalisasi bangunan sedang dilakukan besar-besaran untuk mengembalikan fungsi Kota Tua yang sempat mati suri.
Project Manager JOTRC Anneke Prasyanti bercerita, dari belasan gedung yang direvitalisasi, bekas Apotheek Chung Hwa ini adalah yang tersulit, meskipun bangunannya tidak seberapa besar. Alasannya, bentuk bangunan yang sekarang sudah jauh berbeda dengan gedung aslinya dulu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena tidak ketahuan bentuk aslinya. Jadi kami harus nge-plot di kertas dulu. Sulit, sisa kolomnya random dan bentuknya muter-muter. Sulit menentukan mana yang bentuk asli," kata Anneke saat berbincang dengan wartawan usai peresmian Pancoran Tea House, Jakarta, belum lama ini.
Gambar terkaan gedung tersebut pun harus diulang berkali-kali. Tidak sekali gambar langsung jadi. Sedikitnya dokumentasi bangunan menjadi kesulitan tersendiri bagi tim arsitek untuk melakukan revitalisasi. "Kayaknya bukan yang ini,” hampir selalu begitu ungkapan para arsitek setiap habis menggambar.
Anneke bercerita, perubahan bentuk gedung yang begitu drastis dari bangunan awalnya ke bentuk sekarang ini, disebabkan adanya pelebaran jalan. Berdasarkan hasil riset, setidaknya ada sepertiga bangunan yang sudah hilang.
"Bentuknya sudah sangat aneh. Padahal kami riset, bangunan utamanya ada di hook dan lebar," ujar Anneke.
Sebelum direvitalisasi, gedung yang terletak di Jalan Pancoran, di sebelah Pasar Glodok ini berada dalam kondisi terbengkalai. Padahal gedung dua lantai itu difungsikan sebagai ruko oleh beberapa orang.
Tidak hanya dari luar, bagian dalam bangunan pun sudah mengalami banyak perubahan. Bagian yang seharusnya menjadi jendela, ditambal batu bata untuk membuat sekat sehingga antar penghuni tidak merasa terganggu.
Lantainya juga berantakan, ada yang sudah hilang atau ditambal dengan lantai yang berbeda. Letak PAM dan meteran listrik yang tidak beraturan juga menjadi kesulitan sendiri bagi tim arsitek yang melakukan revitalisasi.
"Kesulitannya, bangunannya tidak berfungsi dengan baik. PAM yang tadinya ada di tengah bangunan, kita pindahkan ke tempat yang lebih layak, peletakan meteran PLN juga, sampai akhirnya bisa seperti ini," kata Anneke.
Setidaknya dari keseluruhan bangunan, hanya 20 persen yang masih bisa dipertahankan. Dan dari ukuran asli bangunan yang ditaksir mencapai 400 meter persegi, kini tersisa 300 meter persegi saja, itu pun sudah termasuk trotoar.
Di sisi lain, untuk revitalisasi gedung lainnya di kawasan Kota Tua, tim Anneke tidak menemukan kesulitan yang berarti karena kondisi bangunannya yang sebagian besar masih sama dengan kondisi aslinya.
Yang sulit adalah membersihkan penghuni gelap yang kerap ditemui mendiami gedung-gedung lama tersebut. Pasalnya, gedung-gedung tak berpenghuni di Kota Tua kerap dijadikan tempat tinggal atau sekadar tempat singgah bagi para pedagang, yang sering berjualan di kawasan tersebut.
"Banyak yang berdagang tidak pulang, banyak gedung tidak berpenghuni, jadi mereka tidur saja di situ," ujar Anneke.
Belum lagi mereka juga harus membersihkan sampah. Membersihkan gulma-gulma yang tumbuh di dalam gedung, atau bahkan sampah sisa penghuni ilegal tinggal. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, sampai puluhan truk, katanya.
Bertemu HantuTak hanya mengalami kesulitan merevitalisasi gedung, Anneke juga bercerita ada pengalaman unik lainnya yang menemani perjalanannya dan tim dalam mengembalikan kondisi Kota Tua seperti sedia kala. Banyak berurusan dengan gedung tua, rupanya mengharuskan Anneke untuk bertemu dengan hal-hal yang menakutkan.
Bangunan tua, apalagi yang berpenghuni selalu identik dengan kehadiran makhluk halus di dalamnya. Anneke pernah mengalami sendiri.
Kala itu, ketika ia dan tim sedang bertugas merevitalisasi Museum Sejarah Jakarta, Anneke harus membetulkan bagian kerangka kayu yang berada persis di bawah atap.
Kondisinya sangat gelap waktu itu, Anneke pun yakin tidak ada siapapun selain dia sendiri, yang berada di bawah atap itu. Tapi, ia merasakan ada seseorang yang menguntitnya dari balik kegelapan.
"Museum itu termasuk (yang berpenghuni)," kata Anneke.
(les/les)