Jakarta, CNN Indonesia -- Menjadi jemaat di Gereja Katedral Jakarta sejak 1978 membuat Heri Gunawan mempunyai banyak kenangan dengan gereja megah itu. Ia juga menjadi saksi perubahan Gereja Katedral Jakarta dari masa ke masa.
Laki-laki berusia 66 tahun itu duduk termangu-mangu, seperti sedang memikirkan sesuatu, ketika
CNNIndonesia.com menghampirinya di pelataran Gereja Katedral. Rupanya ia sedang menunggu seseorang yang sudah berjanji akan bertemu di sana, namun tak kunjung datang.
Heri Gunawan, rupanya merupakan seseorang yang begitu dekat dengan Gereja Katedral. Selain punya perkumpulan muda-mudi gereja yang begitu aktif dulu, ia juga sempat membantu pihak gereja jika mereka sedang membutuhkan bantuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Heri Gunawan mengeluhkan tembok gereja yang kini warnanya tak merata alias belang-belang. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
Bahkan, ia mengaku sempat terlibat dalam kegiatan perawatan Gereja Katedral. "Dulu saya bantu pelitur kayu plafon. Kebetulan saya kerja di pabrik cat dulu," kata Heri berkeliling bersama
CNNIndonesia.com di Gereja Katedral.
Kendati secara keseluruhan Gereja Katedral tidak mengalami perubahan, Heri mengaku kehilangan ‘nyawa’ gereja yang dulu. Perubahan pada beberapa ornamen gereja membuat hatinya tidak mantap.
"Bagusan dulu. Apalagi lampu-lampunya. Dulu bagus sekali," kata Heri. Ia bercerita, dulu di dalam gereja banyak terdapat lampu gantung bergaya klasik khas betawi. Katanya, lampu-lampu itu membuat gereja menjadi lebih cantik.
Kini, lampu-lampu itu diganti dengan yang lebih modern. Heri menyebutnya seperti lampu sorot. Menurutnya, kondisi ini mengurangi keindahan gereja.
Perubahan lainnya yang membuat Heri merindukan kondisi gereja yang lama adalah hawanya yang kini panas. Padahal, dulu, gereja selalu terasa sejuk, meski tanpa pendingin ruangan dan hanya menggunakan kipas angin.
Soal hawa panas, ia tidak tahu pasti penyebabnya.
"Sekarang panas, dulu sejuk. Padahal tidak ada yang diubah lho, tinggi bangunannya masih sama tapi kenapa bisa panas ya?" ujar Heri.
Tak hanya itu, ia juga menyatangkan warna tembok luar gereja yang dinilai tidak merata. Dia menyebutnya belang-belang. Padahal seharusnya warnanya tidak seperti itu.
 Bagian dalam gereja pun kini panas, tak lagi sejuk seperti dulu. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
Heri bercerita, tembok yang warnanya belang-belang itu diakibatkan kegiatan perawatan yang salah. Dulu, tembok gereja sempat dibersihkan dengan cara disikat.
Setelah disikat memang warnanya menjadi bagus, bersih. Tapi begitu hujan turun, kata Heri, warna tembok menjadi tidak karuan.
Heri juga menyayangkan adanya penggantian atap gereja dari semula genting, diganti menjadi seperti sekarang. "Atap dulu bagus. Waktu renovasi, saya tidak mengerti kenapa diganti kuningan. Genting yang dulu cakep,” kata dia.
Meski merindukan kondisi gereja yang dulu, Heri tetap mencintai Gereja Katedral, tempat ia beribadah selama puluhan tahun. Ia mengagumi setiap titik keindahan gereja karya arsitek Marius Hulswit. Ia juga masih membantu untuk memelihara bangunan gereja, meski sudah jarang menginjakkan kaki di sana.
(les/les)