Valentine, Festival Pagan yang Berubah Komersial

Silvia Galikano | CNN Indonesia
Minggu, 14 Feb 2016 10:40 WIB
Setiap 14 Februari, di banyak tempat di dunia, permen, bunga, dan kado saling ditukarkan di antara para kekasih. Semua atas nama Valentine.
Tanggal 14 Februari dirayakan sebagai hari kasih sayang atau Hari Valentine di seluruh dunia. (Elena_Danileiko/Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Setiap 14 Februari, di banyak tempat di dunia, permen, bunga, dan kado saling ditukarkan di antara para kekasih. Semua atas nama Valentine.

Namun sebelum bentuknya yang kita kenal sekarang, Hari St. Valentine berisi tradisi Romawi Kuno dan Kristen. Namun siapa Saint Valentine, dan bagaimana dia dihubungkan dengan ritual kuno ini?

Menurut klaim Gereja Kristen, keputusan menempatkan Hari Valentine pada pertengahan Februari, adalah upaya “mengkristenkan” perayaan Lupercalia milik masyarakat Pagan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lupercalia, yang dirayakan pada 15 Februari, adalah festival kesuburan, persembahan kepada Faunus, dewa pertanian Roma, serta dua pendiri Roma, Romulus dan Remus.

Untuk mengawali festival, anggota Luperci yang merupakan ordo pastor Roma, berkumpul di goa suci tempat Romulus dan Remus kecil diyakini dipelihara seekor serigala betina atau lupa.

Para pastor akan mengorbankan seekor kambing, untuk kesuburan, dan seekor anjing, untuk kesucian. Mereka kemudian akan mengupas kulit kambing, mencelupkannya ke dalam darah kurban, lalu membawanya ke jalanan.

Tidak hanya Santo Valentine, Cupid juga kerap dikaitkan dengan Valentine. (Thinkstock/Dorling RF)


Kulit kambing itu ditepukkan ke kaum perempuan dan ke ladang sebagai harapan agar lebih subur pada tahun mendatang.

Berikutnya, menurut legenda, seluruh perempuan muda di kota itu meletakkan nama mereka di sebuah pot besar.

Para bujang akan memilih satu nama. Bujang itu kemudian dipasangkan dengan perempuan pilihannya selama setahun. Percomblangan ini kerap berakhir di pelaminan.

Lupercalia sempat hidup pada kebangkitan awal Kristen. Perayaan ini lalu dilarang pada akhir abad ke-5 karena dianggap “tidak kristiani”.

Pada saat yang sama, Paus Gelasius I merombak festival Pagan, dan dijadikan hari raya Kristen pada tahun 496.

Santo yang romantis

Paus Gelasius I menetapkan 14 Februari sebagai Hari St. Valentine, tapi St. Valentine mana yang dimaksud Paus ini, masih misteri. Menurut Catholic Encyclopedia, setidaknya ada tiga santo awal yang punya nama tersebut.

Santo pertama adalah pastor di Roma, ke-dua adalah uskup di Terni, dan yang ke-tiga St. Valentine yang nyaris tak dikenal kecuali dia menemui ajal di Afrika. Yang mengherankan, ketiganya disebut jadi martir pada 14 Februari.

Di antara ketiganya, legenda pertama yang paling banyak disebut-sebut, yakni Valentine sang pastor yang bertugas pada abad ke-tiga di Roma.

Waktu itu, Kaisar Claudius II melarang para pria muda menikah dengan alasan prajurit yang lajang lebih baik kinerjanya ketimbang mereka yang punya istri dan anak.

Valentine, yang menyadari ketidakadilan aturan tersebut, menantang Claudius dan diam-diam tetap menikahkan pasangan muda. Tindakan Valentine ketahuan. Dia ditangkap, dipenjara, dan disiksa hingga akhirnya dipenggal pada pertengahan Februari 269 M.

Ada legenda melingkupi aksi Valentine saat di penjara. Dia mengirim “ucapan valentine” pertama kepada dirinya sendiri setelah jatuh cinta pada seorang gadis, kemungkinan putri sipir bernama Asterius, yang rajin menjenguknya selama di penjara.

Sebelum kematiannya, Valentine menulis surat bertanda tangan “From Your Valentine,” sebuah ekspresi yang masih digunakan sampai sekarang.

Kemartiran Valentine tak diketahui publik kala itu.

Baru pada Abad Pertengahan, nama Valentine jadi salah satu santo paling populer di Inggris dan Prancis berkat reputasinya. Mulailah hari St. Valentine dihubungkan dengan cinta.

Ditambah lagi, di Prancis dan Inggris saat itu, 14 Februari adalah awal musim kawin burung. Karenanya, Hari Valentine diidealkan dengan suasana yang romantis.

Ucapan selamat Valentine pun mulai populer pada Abad Pertengahan. Sedangkan ucapan selamat Valentine versi tertulis baru muncul pada tahun 1400.

Ucapan Valentine tertua yang diketahui masih ada kini adalah puisi yang ditulis Charles, Duke of Orleans, kepada istrinya pada 1415. Saat itu Charles dipenjara di Menara London setelah ditangkap pada Pertempuran Agincourt.

Catatan tersebut masih tersimpan di The British Library di London, Inggris.

Tujuh tahun kemudian, konon Raja Henry V mempekerjakan seorang penulis bernama John Lydgate untuk membuat catatan valentine bagi Catherine of Valois.

Kini, valentine identik dengan permen, coklat, bunga dan kado bagi para kekasih. (Joe Raedle/Getty Images)

Versi Cendikiawan Modern

Dari banyak versi ihwal Hari Valentine, sebagian besar cendikiawan meyakini St. Valentine yang dijadikan hari raya adalah nama seorang pastor yang hidup pada kekaisaran kejam Claudius II di Roma pada akhir abad ke-tiga.

Kisah paling masuk akal seputar St. Valentine, menurut simpulan para cendikiawan, bukan berfokus pada “eros” (gairah cinta), melainkan pada “agape” (kasih). Dia jadi martir karena menolak meninggalkan ajaran agamanya.

Pada 1969, Gereja Katholik merevisi kalender liturginya, membuang hari raya para santo yang sejarah asalnya dipertanyakan. St. Valentine jadi salah satu korban.

Menurut ilmuwan UCLA, Henry Ansgar Kelly, penulis ‘Chaucer and the Cult of Saint Valentine’ (1986), Chaucer-lah orang pertama yang mengaitkan Hari Valentine dengan percintaan.

Pada 1381, Chaucer mencipta puisi untuk menghormati pertunangan Raja Inggris Richard II dan Anne dari Bohemia. Sebagaimana tradisi puisi, Chaucer mengaitkan peristiwa ini dengan hari raya.

Dalam puisi ‘The Parliament of Fowls’ disebut pertunangan bangsawan, musim kawin burung, dan Hari St Valentine saling terkait.

“For this was on St. Valentine's Day/ When every fowl cometh there/ to choose his mate/“

Selain kado, coklat dan bunga, memberi kartu jadi hal yang lumrah di Hari Valentine. (Jessica Rinaldi/Getty Images)

Pink dan Tukar Kado

Selama berabad-abad, hari libur berevolusi. Baru pada abad ke-18, tukar kado dan kartu buatan tangan jadi umum di Inggris pada Hari Valentine. Kartu Valentine buatan tangan yang dihiasi renda, pita, dan gambar hati serta cupid akhirnya menyebar di negara koloni, di antaranya Amerika Serikat.

Pada 1850, Esther A. Howland penduduk Worcester, Massachusetts, AS, mulai memproduksi kartu Valentine secara massal.

Kini, tentu saja, hari libur tersebut jadi sukses secara komersial. Menurut Asosiasi Kartu Ucapan AS, 25 persen dari seluruh kartu yang dikirim setiap tahun di AS adalah kartu Valentine.

Warna merah (dan saudaranya, pink) sudah lama diidentikkan dengan warna hati, darah, dan lambang kehangatan. Sedangkan pink berhubungan dengan cinta tanpa syarat, pengertian, serta memberi dan menerima kasih sayang.

St. Valentine sendiri digambarkan sebagai santo yang membawa buku merah, dipercaya sebagai kitab suci, mengenakan topi pink lebar dan jubah putih.

(les/les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER