Jakarta, CNN Indonesia -- Kebanyakan penyintas ebola bisa jadi mengalami kerusakan otak, menurut sebuah studi. Pasien yang selamat usai mendapatkan perawatan intensif sejak terinfeksi ebola, diketahui mengalami problem saraf enam bulan setelahnya.
Menurut hasil penelitian tersebut, permasalahan yang paling banyak dikeluhkan adalah nyeri otot, sakit kepala, pikun, dan depresi. Di beberapa kasus, pasien bahkan merasakan keinginan bunuh diri.
Studi yang dilakukan oleh
US National Institute of Neurological Disorders and Stroke tersebut memeriksa 82 penyintas ebola di Liberia dan menemukan kebanyakan diantara mereka punya ‘kelainan neurologis’, setidaknya enam bulan setelah mereka terinfeksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekitar dua pertiga dari kelompok yang diperiksa, dengan rata-rata usia 35 tahun, kerap merasa letih dan lesu. Sementara 50 persen dari mereka selalu mengeluhkan sakit kepala juga kehilangan memori. Dua diantaranya menyebut punya keinginan bunuh diri dan satu orang menderita halusinasi.
Dokter juga menemukan para penyintas ebola umumnya mengalami pergerakan mata yang abnormal, serta tremor.
Studi tersebut akan dipresentasikan di pertemuan tahunan American Academy of Neurology, yang akan memngupas secara tuntas efek jangka panjang dari virus ebola.
Lebih dari 17 ribu orang selamat dari wabah yang menyerang Afrika Barat. Kendati demikian, ebola menyebabkan 11.300 orang meninggal.
Dr Lauren Brown, penulis studi menyebut, “Kendati wabah sudah bisa dikendalikan, para penyintas masih mengalami efek jangka panjang. Oleh karena itu, sangat penting mengetahui bagaimana virus ini memengaruhi kesehatan, terutama otak, dalam jangka panjang.”
Melansir laman
Independent, Dr Brown menambahkan, kerusakan otak bisa menyebabkan kerugian karena bisa memengaruhi rutinitas para penyintas sehari-hari.
“Bagi para penyintas ini, bahaya ebola belum berlalu,” kata Dr Brown.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan epidemi ebola telah terkontrol pada 2015. Namun ada dua kasus baru yang terindentifikasi di Sierra Leone pada Januari 2016, yang menimbulkan kewaspadaan baru.
(les)