Modal Sejarah Tak Cukup Bangkitkan VOC Galangan
Kamis, 07 Apr 2016 08:52 WIB
Kafe VOC Galangan yang kini semakin tergerus waktu. Padahal punya kisah sejarah yang bisa dirunut hingga tahun 1628. (CNN Indonesia/Lesthia Kertopati)
Ada tulisan dan simbol tertera di temboknya, berbunyi VOC Galangan.
Kisah VOC Galangan, jika dirunut dari asal mulanya, berkaitan erat dengan perkembangan Kota Batavia yang kini menjadi Jakarta.
Tercatat, dari Galangan Kapal VOC, banyak kapal yang kemudian berlayar mengarungi lautan Pasifik, Hindia serta Atlantik dan singgah di berbagai pelabuhan antara Amsterdam dan Nagasaki, antara Hormuz (Persia) dan Pulau Banda.
Bangunan besar tersebut, aslinya didirikan di muara Kali Ciliwung, tidak jauh dari Pelabuhan Sunda Kelapa, pelabuhan utama Batavia, tiga abad lalu.
“Sebelum jadi restoran, gedung ini punya banyak wajah. Pernah jadi galangan kapal, kantor, gudang, dan bengkel pembuat peta, kompas serta jam pasir,” kata Cahyadi, Manajer VOC Galangan kepada CNNIndonesia.com, akhir pekan lalu.
“Dulunya lebih luas lagi. Tapi karena pernah kebakaran pada 1721, sebagian rusak,” terangnya.
Kini, galangan kapal VOC yang tersisa hanyalah dua bangunan utama, yakni gedung selatan dan gedung utara yang terdiri dari dua lantai, serta taman belakang. Itupun banyak area yang terbengkalai.
Dari "bengkel" perbaikan kapal dan kompleks perkantoran penting, sekarang VOC Galangan berfungsi sebagai kafe dan restoran China. Tak jarang, ada yang menggunakan tamannya yang luas dan hijau, sebagai lokasi resepsi, baik untuk pesta pernikahan, ulang tahun, ataupun acara reuni.
Selain kafe, di gedung tua itu juga ada sekolah musik Hua dan komunitas kaligrafi yang jadi penyewa tetap.
Sayangnya, lokasi kafenya hanya di teras bawah. Sementara area bar serta restoran di lantai satu dan dua, tidak lagi digunakan. Hanya menumpuk debu.
“Hanya ada tiga orang yang bekerja di kafe ini sehari-harinya. Saya dan dua orang karyawan lain. Satu orang bertugas di dapur dan dua orang melayani di kafe,” ujar Cahyadi.
Dia mengaku, tidak mudah menjalankan kafe hanya dengan tenaga tiga orang. Namun, dia juga tidak bisa berbuat banyak, mengingat semua keputusan berada di tangan pemilik.
“Bos maunya ya begini saja. Jadi kafe ini hanya bertahan dari bulan ke bulan. Pemasukan utama dari pengunjung kafe dan sewa ruangan dan sewa taman. Itu juga tidak sering,” katanya.
Soal pengunjung, Cahyadi mengaku tidak banyak orang yang datang ke kafe. Kebanyakan hanya turis mancanegara yang penasaran dengan kisah kafe di bangunan berusia nyaris 400 tahun itu.
Sisanya, beberapa warga lokal. Umumnya mereka mencari tempat yang sepi untuk sejenak kabur dari penatnya Jakarta. Ada juga beberapa turis domestik yang sengaja datang karena penasaran dengan kisah VOC Galangan. Tapi, kunjungan pelanggan pun terbilang jarang.
"Ada saja sih yang datang, satu atau dua orang, kadang rombongan," tutur Cahyadi, yang sudah bekerja di kafe tua itu selama lebih dari 17 tahun.
Itulah yang jadi alasan kenapa kafe seperti terabaikan. Di bar yang kini jadi ruangan utama, aroma apak khas bangunan tua tercium tajam. Tembok bangunan sepertinya sengaja dibiarkan tidak selesai, dengan batu bata telanjang, tanpa plester, sementara meja bar penuh dengan debu.
Di dinding bar, terdapat beberapa foto lama yang menggambarkan bangunan asli gedung tersebut. Di teras bagian ujung, terdapat tumpukan guci-guci besar. Hal itu, kata Cahyadi, karena dulu, di awal pembukaannya, VOC Galangan juga berfungsi sebagai galeri seni, selain restoran dan kafe.
Satu hal yang jadi pengalaman seru saat mengunjungi VOC Galangan. Rasanya seperti masuk dalam mesin waktu. Begitu kaki melangkah masuk dari gerbang depan, era berganti. Tak lagi di tahun 2016, melainkan berpindah ke zaman Kolonial.
Cahyadi menyebut sewaktu pemilik VOC Galangan, Susilawati (Then Tjuk Lan), membeli bangunan tersebut pada 1997, banyak bagian yang rusak. Bangunan tersebut hanya tinggal menunggu ambruk, kendati masih ada bagian-bagian yang bertahan.
Melansir catatan dari Ensiklopedia Jakarta, kendati kondisinya tidak terawat, bangunan utama VOC Galangan, yakni gedung utara dan selatan tetap tegak. Padahal usianya sudah ratusan tahun.
Pengarsip Belanda F. de Haan menulis pada 1923 tentang galangan kapal VOC, “..kami mencatat proporsi bagus dari pilar-pilar kayu serambi yang bertingkat dua, seperti pula pembuatan balok dan lis kayu yang dipakai untuk membuat balustrade (langkam).”
Tahun 1998, Susilawati melakukan renovasi terhadap VOC Galangan dan kemudian mengubah peruntukkannya menjadi galeri seni, restoran, serta kafe.
Bagian bangunan asli yang juga dipertahankan adalah atap. Pada salah satu balok kayu atap terdapat guratan bertuliskan angka 1628.
Adapun perbaikan yang dilakukan mencakup pembuatan pondasi dan kolom baru dari beton bertulang sebagai pengganti pondasi batu bata dan tiang kayu jati, yang tidak bisa dipertahankan lagi. Sebagian besar lantai papan pun dilepas supaya dapat diperbaiki satu per satu.
Saat pertama kali dibuka sebagai restoran, VOC Galangan sempat ramai. Bahkan menjadi destinasi utama warga Jakarta. Waktu itu, Susilawati ingin berbagi cerita bangunan yang kaya sejarah pada masyarakat luas.
Sayang, kejayaan itu tak lama. Tahun 2002 saat suami Susilawati meninggal, pamor VOC Galangan ikut meredup. Awalnya sanggup mempekerjakan ratusan karyawan, kini bisa dihitung jari.
“Dulu karyawan disini ada 130 orang, sekarang hanya tiga,” ujar Cahyadi.
Tenaga yang terbatas membuat Cahyadi dan dua orang karyawan VOC Galangan lainnya, harus rela bekerja serabutan demi mempertahankan restoran. Hal itu terlihat dari Cahyadi dan dua rekannya yang terus tergopoh-gopoh melayani pesanan. Sering kali pelayanan terlambat dan harus diulang. Variasi makanan dan minuman pun sedikit. Soal rasa, hanya lumayan. Padahal dari segi harga, untuk kafe sekelas VOC Galangan, kisaran harganya cukup murah.
Dia menuturkan kekayaan sejarah dan kisah-kisah masa lampau lah yang membuat kafe itu bertahan. Sayangnya itu saja tidak cukup.
Jika tak diimbangi strategi marketing, promosi serta manajemen modern, bukan tidak mungkin VOC Galangan akhirnya tergulung waktu.
(les)
ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
7 Sayuran Ini Tinggi Kolagen, Kamu Harus Rutin Makan Biar Awet Muda
Gaya Hidup • 6 jam yang laluLokasinya Dipindah-pindah, Patung Putri Duyung 'Porno' Picu Polemik
Gaya Hidup • 4 jam yang laluRemaja Kesasar Bisa Naik Pesawat Tanpa Tiket, Keamanan Bandara Disorot
Gaya Hidup • 5 jam yang laluOtak Sehat Berprestasi, Isi Kotak Bekal Anak dengan 6 Makanan Ini
Gaya Hidup • 8 jam yang laluBagaimana Nasib Satwa-Satwa Usai Bandung Zoo Tutup Operasional?
Gaya Hidup • 7 jam yang laluLAINNYA DARI DETIKNETWORK