Jakarta, CNN Indonesia -- Pengelola restoran Danny Meyer membentangkan
banner menentang
no-tipping revolution (gerakan meniadakan pemberian tip). Pasalnya tipping bukan semata-mata berurusan dengan layanan, tapi juga norma.
Sebuah studi baru di University of California, menemukan bahwa menghapus tipping dan menerapkan upah minimum US$15 atau setara Rp197 ribu per jam bisa berarti melecehkan
server (pelayan restoran), yang berimbas pada anjloknya kualitas layanan dan mencederai bisnis.
Studi yang diadakan profesor ekonomi Richard B. McKenzie itu menemukan bahwa server di restoran murah dan restoran kasual mendapat lebih banyak “
table service” dibanding yang dikira para
anti-tipper.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Upah yang dapat diterima server restoran adalah sekitar US$30 per jam, bukan US$15,” kata McKenzie dalam press release seperti diberitakan
Food and Wine. “Yang merupakan tingkat upah yang dipertimbangkan negara.”
Studi tersebut juga mencatat bahwa bisnis yang telah menerapkan kebijakan no-tipping, sebagian besar belum menampakkan hasil positif.
Sebagai contoh, pada 2015, Bar Agricole and Trou Normand di San Fransisco menghapus tipping dan membayar upah stafnya lebih tinggi. Setelah 10 bulan, 70 persen server-nya mengundurkan diri. Mengapa? Karena upah per jam mereka akhirnya turun dari US$35-US$45 per jam jadi US$20-US$35.
McKenzie juga menegaskan anggapan aktivis penentang no-tipping yang meyakini bahwa menghilangkan tipping akan berimbas ke layanan, sebenarnya tak berdasar.
“Menilai imbas kualitas layanan dari tipping, atau sebaliknya, sebenarnya sulit,” tulisnya. “Layanan dan tipping tidak ada hubungannya, walau kemungkinan besar saling mempengaruhi.”
Artinya, tingkat layanan dapat mempengaruhi tingkat tipping, juga tingkat tipping dapat mempengaruhi layanan. Namun demikian efek hubungannya sulit dijelaskan, termasuk untuk mengurainya secara statistik.
Ada satu kelompok yang tidak terwakili dalam studi ini: para koki. Menghapuskan tipping akan menyebabkan kesenjangan gaji server dan staf dapur karena koki tak dapat secara legal menerima tip.
Ketika dia memperkenalkan kebijakan no-tipping, Meyer menemukan meningkatnya kesenjangan upah antara dapur dan ruang makan.
Maka dapatkah kita meninggalkan seluruh konsep itu dengan mengganti tipping dengan “upah layak”? McKenzie mengatakan masalah ini harus ditangani kasus per kasus.
Dalam kesimpulan studi tersebut, dia menulis bahwa sementara argumen menghapus tipping “maksudnya baik,” namun mereka tidak menyesuaikan dengan sebagian besar realitas ekonomi pekerja-server dan pasar restoran.
Dia menambahkan, “Sementara ada sejumlah restoran yang dapat menerapkan 'harga sudah termasuk layanan' bukan berarti kebijakan ini cocok juga diterapkan ke restoran lainnya.”
(sil)