Jakarta, CNN Indonesia -- Bila Anda hidup di perkotaan dan kadang kala merasakan kesemutan saat bekerja, maka ada baiknya segera mendatangi dokter saraf untuk memeriksakan diri. Dalam sebuah survei yang dilakukan pada 2015 lalu, masyarakat Jabodetabek adalah yang tertinggi berisiko memiliki penyakit saraf neuropati.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Neuropathy Checkpoints di 15 kota besar di Indonesia dengan 16.872 orang sebagai responden. Para responden ini ditemui di berbagai pusat keramaian seperti pusat perbelanjaan dan kantor untuk kemudian diperiksa risiko neuropati pada mereka.
Hasil survei menunjukkan kawasan Jabodetabek memiliki angka perisiko neuropati tertinggi dengan 47 persen, dibandingkan kota-kota lainnya yang berkisar 40 sampai 42 persen. Secara umum, 43 persen masyarakat Indonesia berisiko terkena neuropati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Survei tersebut juga menunjukkan risiko neuropati meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Usia lewat dari 50 memiliki risiko terbesar yaitu 32 persen, usia 20 sampai 29 sebesar 14 persen, 30 sampai 39 sebesar 25 persen, dan 40 sampai 49 persen sebanyak 29 persen.
Neuropati adalah gangguan yang diakibatkan kerusakan pada saraf tepi. Penyakit saraf ini dapat mengenai saraf sensorik, motorik, otonom, atau campuran di antaranya.
"Neuropati dapat dimulai dari usia 30, namun itu yang berhubungan dengan penyakit dan aktivitas fisik. Namun semua tergantung dari jenis neuropatinya," kata Manfaluthy Hakim, Ketua kelompok studi neurofisiologi dan saraf tepi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) Pusat dan Konsultan Neurologi dari Departemen Neurologi FKUI/RSCM saat ditemui
CNNIndonesia.com pada acara peluncuran Kampanye Lawan Neuropati di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (27/4).
Menurut Manfaluthy, neuropati biasanya dimulai dengan kesemutan sekali hingga tiga kali dalam sehari dan berlangsung hanya beberapa detik. Namun ketika kondisinya semakin parah, maka akan lebih sering terjadi hingga terus-menerus. Ini menunjukkan terjadi ancaman kerusakan saraf berat.
Penyebab terjadinya neuropati dapat beragam. Sejumlah faktor penyebab neuropati adalah penuaan, diabetes, kekurangan asupan vitamin B, infeksi penyakit sampai trauma, dan penjepitan saraf. Beberapa faktor lainnya adalah konsumsi alkohol, paparan racun, gaya hidup, hingga aktivitas fisik tertentu.
"Penggunaan gawai, kerja badan yang statis, posisi kerja yang salah dan lama serta berulang biasanya menjadi faktor penyebab neuropati di bawah 30 tahun. Kegiatan berulang dan salah itu dapat menyebabkan cedera saraf," kata Manfaluthy.
Pada 2014, survei Gejala Neuropati menyebutkan beberapa kegiatan sering dilakukan berulang oleh masyarakat hingga berisiko neuropati, seperti mengetik di gawai, mengendarai kendaraan, duduk lama dalam posisi sama, bahkan hingga menggunakan hak tinggi seperti wanita kota kebanyakan. Lebih dari 50 persen responden melakukan kegiatan tersebut hingga muncul kesemutan juga kebas.
Namun, dalam survei tersebut disebutkan hanya 25 persen masyarakat yang mengetahui cara mencegah neuropati. Padahal, neuropati dapat mengganggu kehidupan hidup, mulai dari penurunan kekuatan motorik, depresi, impotensi, hingga kelumpuhan.
"Untuk pengobatan, tergantung penyebab neuropati, sebagian besar dilakukan dengan obat. Namun bila karena penjepitan maka akan dilihat keparahannya, bila parah akan dilakukan operasi," kata Manfaluthy.
Menurutnya, pencegahan paling baik untuk neuropati adalah mencukupkan gizi dan konsumsi vitamin B dengan suplemen pendukung, selain itu berolahraga secara rutin dan istirahat yang cukup.
(sil/sil)