Jakarta, CNN Indonesia -- Setiap bulan November hingga Maret, danau Nong Han Kumphawapi di utara Thailand, berubah menjadi pemandangan memikat. Bagaimana tidak, danau seluas 8000 ekar itu berubah menjadi ‘padang’ teratai. Jutaan kuntum teratai memenuhi permukaan danau dan membuat Nong Han Kumphawapi sebagai salah satu lokasi paling indah di Negeri Gajah Putih.
Saking indahnya, situs perjalanan
TripAdvisor menyebut Nong Han Kumphawapi sebagai “Laut Teratai Merah” atau
Talay Bua Daeng bagi lidah lokal. Nama itu menjadikan danau yang terletak sekitar 50 kilometer dari Udon Thani itu populer bagi turis mancanegara.
Melansir laman
Amusing Planet, seluruh teratai akan mekar sempurna pada bulan Desember. Tentu saja, akhir tahun lokasi ini selalu sesak dipadati turis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Waktu terbaik mengabadikan padang teratai adalah saat pagi hari,” ujar salah satu pemandu wisata lokal, Phaitoon Kitsuwan.
Tidak hanya menyaksikan dari tepi danau, turis juga bisa menikmati keindahan teratai menggunakan perahu.
Selain keindahannya, ada kisah cinta tak berbalas yang menyertai legenda Nong Han Kumphawapi. Itu juga menjadi alasan popularitas danau teratai.
Alkisah, Nang Ai adalah seorang putri cantik, yang merupakan keturunan satu-satunya dari Maharaja Kom yang memerintah Negeri Chatida. Kecantikan Nang Ai tersiar hingga seluruh pelosok negeri, termasuk juga ke dunia bawah air, rumah Pangeran Pangkhii, putra Naga Phaya Nak.
Selain Pangkhii, banyak bangsawan dan pangeran yang hendak meminang Nang Ai. Untuk menyeleksi pasangan bagi putrinya, Maharaja Kom pun menggelar sayembara. Syaratnya, para peminang harus bisa membuat roket raksasa atau Bang Fai dalam bahasa Thailand.
Sayangnya, tidak ada roket dari para peminang yang berhasil meluncur ke angkasa. Hanya satu roket yang sukses, itupun milik paman Nang Ai. Kecewa, Maharaja Kom membatalkan sayembara.
Sementara Pangkhii, yang terlanjur jatuh cinta pada Nang Ai, berubah menjadi tupai agar bisa terus memandang sang pujaan hati. Malang, Nang Ai justru ketakutan dan meminta tupai tersebut dibunuh.
Saat tertusuk panah, tubuh Pangkhii berubah menjadi daging besar yang bisa ditampung lebih dari 8000 gerobak. Daging berlimpah itupun kemudian disantap oleh Nang Ai dan rakyat Chatida.
Di kedalaman danau, Naga Phaya Nak murka karena anaknya dibunuh dan dijadikan santapan manusia. Dia pun memanggil air bah yang menenggelamkan seluruh Chatida, termasuk juga Nang Ai.
(les)