Jakarta, CNN Indonesia -- Terungkapnya sejumlah rumah sakit dan tempat praktek bidan sebagai penerima vaksin palsu, belakangan ini, membuat banyak orang tua menuntut pemberian vaksin ulang untuk si kecil.
Terkait pelaksanaan vaksin ulang ini, Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, SpAK, dokter spesialis anak merangkap vaksinolog, menyatakan tidak ada efek samping.
"Vaksin palsu yang lama itu kan tidak ada khasiatnya, dia tidak punya dampak kekebalan, sekarang diberi vaksin asli jadi punya kekebalan. Ibaratnya sebelumnya dikasih tidak ada apa-apanya, sekarang dikasih yang benar," kata Dr. Hindra saat dihubungi oleh CNNIndonesia.com
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, usia yang efektif untuk pelaksanaan vaksinasi dari lahir hingga usia 18 tahun. Bahkan, Dr. Hindra mengatakan bahwa kapan pun selama dalam kondisi sehat proses vaksin dapat dilakukan.
"Tidak ada istilah terlambat. Kapan pun asal sehat dikasih vaksin dia akan memberikan respon. Kapan pun dia divaksin kalau diberi yang asli akan memberi efek kekebalan," ujar dr Hindra.
Sebelumnya, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Arman Pulungan juga telah mengatakan tidak ada dampak yang perlu dikhawatirkan dari penggunaan vaksin palsu ini. Ia menambahkan, dampak negatif pada anak hanyalah kenyataan bahwa anak tidak memiliki antibodi seperti yang diharapkan.
Kementerian Kesehatan pun telah meminta masyarakat tak terlalu khawatir soal penyebaran vaksin palsu. Selain jumlahnya yang relatif kecil dibandingkan vaksin asli, dosis dan kandungan yang diduga ada dalam vaksin tersebut dinilai tak membahayakan.
"Dikabarkan isi vaksin palsu itu campuran antara cairan infus dan gentacimin (obat antibiotik) dan setiap imunisasi dosisnya 0,5 cc," demikian tertulis dalam keterangan tertulis yang dimuat dalam akun twitter @KemenkesRI.
Dilihat dari kandungan isi dan dosis penggunaannya itu, vaksin palsu ini disebut relatif tak membahayakan penggunanya.
Namun, bisa saja bisa berefek negatif karena vaksin dibuat dengan cara yang kurang baik. Efeknya bisa berupa infeksi yang gejalanya tampak tak lama setelah imunisasi.
Oleh karenanya, untuk mengantisipasi kondisi ini, para orang tua yang mengkhawatirkan dampak vaksin palsu ataupun hendak melakukan vaksin ulang perlu memperhatikan beberapa hal berikut, berdasarkan anjuran dr Hindra.
"Jadi datang ke tempat yang dulu dapat vaksin, pastikan vaksinnya asli. Kalau ternyata tidak mendapatkan keterangan yang signifikan, anggap belum divaksin," katanya.
"Kalau mau berobat ke dokter itu lagi ya berobat lagi. Kalau mau ya pergi ke dokter yang lain, dan berikan keterangan kalau dia mendapat vaksin palsu, jadi diasumsikan dia belum divaksin biar divaksin supaya jadi kebal," tambahnya.
Selain itu, perlu memastikan bahwa dokter yang didatangi mempunyai surat izin praktek dan pilih rumah sakit yang telah mendapat izin usaha.
"Kemudian jalin komunikasi yang baik dengan dokter atau cari dokter yang komunikatif, sehingga bisa mendapat keterangan yang dapat dipercaya dan merasa yakin vaksin yang kita terima adalah vaksin asli," tuturnya.
Perihal perkembangan kasus ini, dr Hindra memiliki anggapannya sendiri. Ia mengatakan kasus ini belum jelas apakah memang sejumlah pihak RS dan bidan secara sadar menerima vaksin palsu atau tertipu oleh buaian penjualnya.
"Bukan berarti rumah sakitnya dengan sadar, masa sih rumah sakit memberikan yang palsu nanti dia akan ditinggalkan pasiennya ya kan? Pasti akan memberikan yang terbaik, kecuali dia tertipu," kata dr Hindra.
"Sekarang harus didalami polisi apakah memang berniat memberi yang palsu atau tidak tahu," katanya. "Soal suster yang menjual itu, susternya juga harus dipastikan tahu tidak, palsu atau tidaknya. Kalau mereka tahu ya itu kriminal, kalau tidak tahu dia juga kena tipu."
(vga/vga)