Berantas DBD dengan Jumantik dan Vaksin Dengvaxia

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Selasa, 12 Jan 2016 18:12 WIB
Pada 2014, kasus demam berdarah di Indonesia mencapai angka sekitar 72 ribu dengan angka kematian 641 jiwa di 34 provinsi.
Tes laboratorium demam berdarah di Puskesmas. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono.)
Jakarta, CNN Indonesia -- Angka kasus demam berdarah dengue (DBD) yang masih tinggi di Indonesia sepertinya butuh perhatian lebih. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk terus menurunkan angka demam berdarah setiap tahunnya.

Data Kementerian Kesehatan mencatat, sampai pertengahan Desember 2014 ada 71.668 penderita dengan angka kematian 641 jiwa di 34 provinsi. Pada tahun sebelumnya, jumlahnya bahkan lebih besar, yakni mencapai 112.522 kasus dengan angka kematian 871 jiwa.

Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Mohamad Subuh bahkan mengatakan, tidak ada satu daerah di Indonesia yang luput dari DBD. Semuanya potensial menjadi tempat berkembangnya penyakit DBD. Untuk mengurangi penyakit DBD, pada 2015 lalu pemerintah menggalakkan gerakan ‘satu rumah satu jumantik’ (juru pemantau jentik). Subuh mengatakan, pada 2019 nanti diharapkan akan ada 80 juta jumantik yang merepresentasikan setiap rumah tangga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya mau setiap rumah di Indonesia punya satu kader jumantik. Karena orang dari luar tidak bisa masuk ke tempat privat seperti kamar mandi, bagian atap, atau tempat lainnya. Orang dalam rumahlah yang harus jadi pionir," kata Subuh dalam jumpa pers tentang Situasi BDB di Indonesia tahun 2015 di kompleks Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (12/1).

Kader jumantik diharapkan bisa memberantas semua jentik nyamuk yang bersarang di lingkungan rumah. Cara yang dilakukan cukup mudah, tinggal sediakan saja senter di kamar mandi untuk memantau pertumbuhan jentik di kolam.

Rencananya, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek juga akan menobatkan diri sebagai jumantik untuk mendorong masyarakat agar mau turut serta dalam gerakan ini.

Selain mendorong tumbuhnya jumantik di setiap rumah tangga, pemerintah juga mengimbau untuk melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Sebab, cara ini dinilai lebih efektif karena pemberantasan dimulai saat nyamuk belum berkembang.

"PSN bisa dilakukan dengan kerja bakti tiap minggu, karena siklus hidup nyamuk itu delapan hari. Malam ke-delapan dia berubah menjadi dewasa, hari ke-sembilan dia terbang ke mana-mana," kata Subuh.

Kementerian Kesehatan juga berharap upaya pemberantasan nyamuk ini bisa dilakukan di sekolah. Pasalnya selama ini sekolah merupakan sumber penyakit DBD yang paling banyak ditemukan.

Demi menunjang semua upaya pencegahan itu, pemerintah mulai mendistribusikan bahan dan alat pengendalian vektor berupa insektisida, larvasida, jumantik kit, mesin fogging, ULV Truck Mounted, dan media KIE.

Jumantik kit nantinya akan dibagikan kepada kader jumantik. Alat-alatnya antara lain berupa senter dan buku catatan serta pipet untuk mengambil jentik.

Musim hujan dan banjir diwaspadai sebagai waktu puncak terjadinya wabah demam berdarah dengue. (ANTARA FOTO/Yusran Uccang)
Mencontoh Negara Tetangga

Sementara Indonesia masih berupaya keras merangkul masyarakatnya untuk peduli terhadap DBD dan melakukan upaya mandiri memberantasnya, di beberapa negara pemerintahnya sudah bertindak lebih jauh.

Di Singapura misalnya. Subuh menyebutkan pemerintah Singapura sampai membuat peraturan khusus untuk pencegahan DBD.

"Di negara tetangga mereka sampai membuat kebijakan bak air. Itu di rumah tangga sudah tidak boleh. Singapura sudah menerapkan shower. Kalau ditemukan jentik akan didenda," ujar Subuh.

Fogging yang dilakukan di Singapura juga dinilai efektif sebab fogging dilakukan dengan dosis, radius, dan dalam waktu yang tepat. Fogging dilakukan tanpa berdasarkan kasus, seluruh wilayah mendapatkan kesempatan untuk fogging satu bulan sekali secara terus-menerus. Tujuannya untuk menghindari perpindahan nyamuk dari satu tempat ke tempat yang lain.

Di sisi lain, Pemerintah Malaysia juga terus berupaya untuk mengurangi angka DBD yang cukup tinggi. Di Negeri Jiran itu, DBD mencapai 48 ribu kasus pada periode Januari-Juli 2014 lalu.

Selain memantau daerah-daerah endemik dan melakukan upaya pencegahan dengan menyediakan sarana dan prasarana serta pengobatan, pemerintah Malaysia juga membuat peraturan terkait demam berdarah. Deputi Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Muhyiddin Yassin mengatakan peraturan hukum akan semakin ketat karena meningkatknya kasus demam berdarah.

Sebagai contoh, kontraktor yang sedang melakukan pembangunan harus bisa menjamin kalau proyek mereka tidak berubah menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes spp yang membawa virus dengue.

Malaysia juga pernah melepas 6 ribu ekor nyamuk jantan hasil rekayasa genetik ke dalam hutan untuk memberantas demam berdarah. Nyamuk tersebut telah dirancang agar tidak dapat bereproduksi atau menghasilkan keturunan dengan jangka hidup yang lebih pendek dari nyamuk kebanyakan.

Hal yang sama juga ternyata pernah dilakukan di Tiongkok. Sebuah pabrik nyamuk di Guangzhou dipersiapkan untuk melepas satu juta nyamuk yang sudah disterilisasi untuk menganggulangi demam berdarah.

Ilustrasi nyamuk demam berdarah. (lirtlon/Thinkstock)
Kajian Vaksin Dengvaxia

Terkait vaksin untuk DBD, pemerintah Indonesia masih belum memutuskan apakah ingin menggunakan vaksin Dengvaxia atau tidak. Seperti diketahui, Meksiko adalah negara pertama yang menerima vaksin Dengvaxia, untuk mencegah DBD, yang dikeluarkan oleh perusahaan farmasi besar dari Perancis.

Dengvaxia telah didesain untuk digunakan oleh manusia yang memiliki usia 9-45 tahun dengan semua subtipe virus DBD yang ada.

Di Asia, negara yang pertama kali menerima vaksin tersebut adalah Filipina. Badan Pengawas Obat dan Makanan Filipina sudah mengakui bahwa vaksin Dengvaxia bisa mencegah penyakit demam berdarah yang disebabkan semua tipe virus Dengue pada daerah endemik.

Subuh mengatakan, dalam waktu dekat kemungkinan Indonesia akan menerima vaksin tersebut. Sejauh ini, pemerintah masih melakukan uji klinis untuk mengetahui efektivitasnya di Indonesia.

"Kami maunya konprehensif, bisa untuk orang Indonesia untuk DEN 1 sampai DEN 4. Kalau ternyata itu efektifnya untuk DEN 1-3 sementara yang paling banyak DEN 3-4 maka akan sayang," ujarnya.

"Kami tunggu satu tahun, dua tahun ke depan. Kami punya target 2017 sudah kami terapkan."

Sama dengan Indonesia, Malaysia juga masih melakukan pengkajian untuk vaksin tersebut. Menteri Kesehatan Malaysia Subramaniam mengatakan para ahli sedang mempelajari vaksin tersebut, apakah cocok digunakan di Malaysia atau tidak. (les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER