Alasan Buah Indonesia Kalah dari Thailand

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Kamis, 28 Jul 2016 17:58 WIB
Di bidang pengelolaan komoditas, Indonesia kalah jauh dari Thailand, terutama di sektor buah-buahan. Padahal dari segi kualitas, Indonesia tak kalah saing.
Durian yang merupakan buah khas Indonesia kini lebih dikenal berasal dari Thailand. (christopher1710/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Berlokasi di iklim tropis, Indonesia kaya akan varietas buah-buahan segar. Nanas, mangga, salak, pepaya, sirsak, jambu, hingga pisang mudah ditemukan di berbagai tempat. Harganya pun terjangkau.

Tapi di ranah Asia Tenggara, pamor buah Indonesia dilibas Thailand. Sebut saja durian, buah khas Indonesia itu justru lebih banyak dikenal berasal dari Thailand.

"Inovasi Indonesia di bidang perkebunan sedikit di bawah Thailand. Mereka lebih cepat adaptasi terhadap teknologi baru dibanding Indonesia. Di bidang pengelolaan komoditas, Indonesia kalah jauh terutama di buah-buahan, di sini kurang efisien," kata Arianto Mulyadi, direktur New Business Development and Corporate Communication PT Indesso, perusahaan yang bergerak di industri pangan, dalam acara Food Ingredient Asia di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, pekan ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak hanya buah-buahan, Thailand juga mengalahkan Indonesia dalam banyak hal soal pangan. Menurut data World Bank (2013) dan FAO (2014) yang dirilis dalam publikasi ilmiah oleh Frans Dabukke dan Muhammad Iqbal, dari Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (2014) menggambarkan, Thailand lebih unggul dari segi nilai tambah per petani, produktivitas tenaga kerja, serta pangsa tenaga kerja.

Kendati demikian, bukan berarti Indonesia lantas minim prestasi. Menurut publikasi di jurnal Analisis Kebijakan Pertanian (2014), Indonesia adalah produsen padi ketiga dunia setelah China dan India, penghasil utama jagung di Asia, dan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

Indonesia juga tercatat sebagai produsen karet kedua terbesar setelah Thailand. Produsen pala terbesar kedua setelah Guatemala, produsen kopi ketiga terbesar dunia setelah Brasil dan Vietnam, serta produsen lada terbesar kedua di dunia setelah Vietnam.

Nuri mengatakan, ada beberapa hal yang membuat Thailand dengan cepat menyalip Indonesia. Pertama, adalah karakter negara yang berbeda. Raja di Thailand, menurut Nuri, lebih didengar oleh rakyatnya.

"Di Thailand, setiap tahun ada kompetisi hortikultura dan dilaksanakan tanpa subsidi dari negara. Semua petaninya dengan suka rela melakukan budidaya dan menghasilkan varietas yang bagus. Begitu mereka menemukan jenis unggul, mereka langsung produksi secara komersil. Ini yang kemudian diadaptasi oleh Malaysia dan Singapura," kata Nuri.

"Indonesia banyak plasma nutfah yang ada, namun Indonesia tidak ada prioritas. Thailand dan Malaysia itu menanam dengan orientasi pasar, Indonesia sebenarnya juga tahu mana yang disuka oleh pasar, namun di sini belum ada prioritas apa yang ingin dikembangkan," lanjutnya.

Arianto menambahkan, penyebab belum efisiennya pengelolaan di Indonesia dari segi industri adalah sebagian besar perkebunan yang ada adalah milik rakyat. “Kondisi ini juga yang menyebabkan sulitnya produksi secara massal dengan kualitas seragam,” sebutnya.

Beberapa perusahaan memang sudah bekerjasama dengan perguruan tinggi dan perkebunan rakyat dalam menciptakan produk pertanian yang sesuai dengan syarat industri. Beberapa di antaranya adalah produksi kedelai hitam untuk kecap, dan buah yang sukses secara industri seperti nanas di Lampung.

Tapi, soal mengejar ketertinggalan, Nuri menyebut perjuangan Indonesia akan sangat berat. Apalagi jika komoditas yang difokuskan adalah bahan pokok.

“Jadi lebih baik pilih komoditas yang memang unik di Indonesia, tambahkan added value, maka Indonesia bisa merajai pasar dunia,” kata Nuri. (les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER