Menghapus Rindu 'Pulau Jawa' di Kampung Endah Selangor

Christina Andhika Setyanti | CNN Indonesia
Minggu, 21 Agu 2016 16:53 WIB
Kampung Endah di Selangor, Malaysia, punya nuansa Jawa yang begitu kental. Wajar saja, karena penduduknya merupakan keturunan penduduk asli Pulau Jawa.
Homestay di Kampung Endah seluruhnya berbentuk rumah panggung khas Malaysia. (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti)
Selangor, CNN Indonesia -- Siang itu matahari bersinar terik dan angin berembus sepoi-sepoi. Suasana semakin asri dengan indahnya bunga-bunga yang tumbuh di pekarangan serta rimbunnya pohon rambutan. Di Kampung Endah (indah dalam bahasa Melayu), rumah-rumah panggung cantik dari kayu yang berjajar rapi dan terawat.

Kampung ini adalah sebuah perkampungan kecil di kawasan Selangor, Malaysia. Meski kecil, namun desanya sangat terawat. Bahkan beberapa tahun lalu,tepatnya di tahun 1989, desa ini dinobatkan sebagai desa paling bersih di Malaysia. Meski gelarnya sudah termasuk lama, tapi kebersihan dan keindahannya masih tetap terjaga sampai saat ini.

Kampung ini termasuk jenis kampung tersusun. Artinya, tidak sembarang orang bisa masuk lantas mendirikan rumah dan jadi warga di sini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sampai saat ini, menurut catatan pengurus kampung setempat, ada 281 bangunan rumah panggung yang ada di Kampung Endah. Seperti tipikal area pemukiman di kampung, semua bangunan rumah ini, memiliki pekarangan yang sangat luas dan ukuran rumah yang besar.

"Di sini biasanya, empat rumah dikelilingi oleh satu jalan utama," ucap Mat Said, CEO homestay sekaligus ketua unit peladang Kampung Endah saat kunjungan ke Kampung Endah, Selangor, Jumat (19/8).

H. Sitiris salah satu pemilik homestay di Kampung Endah, Selangor, Malaysia. (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti)

Homestay standar ASEAN

Masyarakat kampung ini memiliki pekerjaan mayoritas sebagai peladang, karyawan swasta, pegawai kerajaan, guru agama Islam, nelayan, dan lainnya. Beberapa di antaranya juga menyediakan rumahnya untuk dijadikan homestay alias rumah penginapan.

Para turis yang bertandang ke kampung populer di Selangor ini bisa menikmati kehidupan sederhana seperti yang dirasakan oleh penduduk lokal.

"Ada sekitar 33 homestay yang ada di sini, biasanya antara 1-2 kamar besar untuk keluarga. Ada juga yang untuk pelajar," kata Mat Said.

Dia menambahkan, semua homestay yang berbentuk rumah panggung khas Malaysia ini terdaftar di negara. "Akan ada lima homestay yang dipilih dan dipromosikan oleh negara sebagai homestay berstandar ASEAN."

Hanya saja, dia mengaku di tahun ini belum berani untuk mencalonkan diri. Sebenarnya kamar-kamar atau bilik besar di homestay Kampung Endah terlihat sederhana namun sempurna untuk sebuah penginapan, hanya saja dia mengaku merasa belum memenuhi standar yang ditetapkan negara.

"Kami hanya sediakan penginapan saja, makan dan aktivitas lainnya dikenakan biaya tambahan,” kata dia.

Disadari bahwa 'hidup seperti orang lokal' di Selangor berarti juga mengikuti beragam aktivitas sehari-harinya. Mat Said mengatakan bahwa banyak tamu homestay-nya yang tertarik untuk mengikuti aktivitas sang pemilik rumah, misalnya pergi ke ladang sawit.

"Banyak turis yang ingin ikut ke kebun sawit, namun kami tidak mengizinkan mereka untuk mengambil sawit. Takut ada kecelakaan. Nantinya, setelah sawitnya jatuh, mereka tinggal ambil dan bantu bawa ke homestay,” terangnya.

Banyak juga turis homestay yang ingin ikut ke pasar peladang, yakni pasar tradisional yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari. Di sini mereka menjual semua hasil ladang, dari sayur kangkung, sawi, jamur, seledri, lemon, kecombrang, sampai tempe.

Salah satu pemilik homestay, H. Sitiris mengungkapkan bahwa awalnya dia tak ingin menjadikan rumahnya sebagai penginapan. Namun, di tahun 2013 lalu, dia mengubah pikirannya.

"Karena banyak orang yang datang ke sini lalu mereka ingin menginap. Banyak keluarga juga yang menjadi orang tua angkat untuk turis. Saya pikir itu menyenangkan," kata Sitiris kepada CNNIndonesia.com.

Disadarinya juga bahwa memiliki homestay berarti juga menambah jumlah saudara. "Ada yang dari Indonesia, Australia, dan negara lain juga," katanya sembari tertawa ramah.
Kue abuk-abuk yang jadi makanan khas di Kampung Endah, dikenal di Pulau Jawa sebagai kue sagu mutiara. (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti)

Dari Pindah jadi Endah

Disimak lebih dalam, nama Endah mungkin tak terlalu asing di telinga. Nama ini terdengar seperti nama penduduk asli pulau Jawa. Ini tak salah.

Pasalnya hampir semua penduduk Kampung Endah memang warga keturunan Jawa. Salah satu warganya, mengaku kalau mereka setiap harinya selalu bicara dalam bahasa Jawa. Meski mereka bukan warga asli Pulau Jawa tapi mereka punya darah keturunan asli Jawa.
Sehingga salah satu cara untuk ‘melestarikan’ Jawa adalah dengan bicara dengan bahasa Jawa. Lidah mereka pun terdengar fasih dan tak kaku untuk mengucapkan tiap kalimat dalam bahasa Jawa.

Mat Said Bercerita, awalnya penduduk kampung Endah bukanlah penduduk asli di tempat tersebut. Warga kampung ini merupakan gabungan dari warga Kampung Delik, Kampung Darat Baru, dan Kampung Kanchong Tengah.

Akhirnya, karena adanya gangguan komunis yang timbul, mereka pun dipindahkan oleh pejabat kerajaan Selangor. Mereka dipindahkan ke lokasinya saat ini di Banting, Selangor pada tahun 1952. Hal ini dilakukan untuk melindungi penduduk kampungnya yang dulu tinggal berjauhan.

Kampung ini awalnya bernama Kampung Pindah. Namun mereka menghilangkan huruf ‘P’ di bagian depan katanya sehingga menjadi Kampung Indah. Hal ini diinisiasi sang ketua kampung kala itu Haji Sono bin Haji Abdul Rahman karena Kampung Pindah sering memenangkan penghargaan kampung cantik.

Namun, darah Jawa yang kental pun tak dikuasa ditolak. ‘Lidah’ Jawa pun membuat mereka akhirnya mengucapkan huruf I dengan huruf E. Akhirnya nama kampungnya berubah jadi Kampung Endah sampai saat ini.

Bukan cuma itu nuansa Jawa yang terasa. Beragam kuliner daerah yang disajikan di Kampung Endah pun nyaris mirip dengan makanan khas Pulau Jawa. Hanya saja mereka menyebutnya dengan nama yang berbeda. Mereka juga sedikit melakukan modifikasi rasa di dalamnya. Misalnya Pecal (pecel) atau kue abuk-abuk (kue sagu mutiara), dan lainnya.

Namun satu yang pasti, citarasa lidah mereka masih 'Jawa Tulen' dalam arti nyaris semua makanan dan minuman yang disajikan memiliki citarasa yang manis. (les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER