Masyarakat Indonesia Berpotensi Kecanduan Karbohidrat

Munaya Nasiri | CNN Indonesia
Rabu, 19 Okt 2016 05:26 WIB
Bariartic Phisician Grace Judio-Kahl masyarakat Indonesia sangat berpotensi untuk mengalami adiksi, terutama pada karbohidrat.
ilustrasi makan nasi (Thinkstock/Ian Harding)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pernah merasa harus 'ngunyah' saat sedang ngobrol atau nonton? Padahal sebelumnya, Anda sudah makan. Perut tak lapar, tapi mulut masih ingin terus mengunyah. Tenang, Anda tak sendirian. Tapi jangan biarkan hal ini jadi kebiasaan.

Jika terus-menerus dibiarkan hal itu akan membuat Anda punya kebiasaan buruk yang bisa membuat tubuh cepat menggemuk.

Kondisi ini diakui pula oleh dr. Grace Judio-Kahl, Msc, seorang Bariartic Phisician. "Banyak orang yang sering melampiaskan hal-hal yang terjadi pada tubuh dengan makanan, padahal semua ada obatnya," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Misalnya, kalau mengantuk maka obatnya tidur, lapar obatnya makan, minum obatnya haus, dan lainnya. Tapi, beberapa orang memberi jawaban dalam hidupnya dengan makanan," ujarnya.

Hal itu lah yang kemudian disebut dengan adiksi atau kecanduan makanan. Parahnya, dia mengungkapkan, masyarakat Indonesia sangat berpotensi untuk mengalami adiksi, terutama pada karbohidrat. Tak dimungkiri karena di setiap sajian yang dikonsumsi sebagian besarnya mengandung tepung dan karbohidrat lain.

"Beberapa orang Indonesia itu merasa belum makan jika belum makan nasi. Selain itu banyak juga yang misalnya menganggap mi sebagai snack."

Tanpa tak disadari, efek karbohidrat cukup 'berbahaya'. Jika karbohidrat masuk ke dalam darah dan terbawa ke otak, maka efeknya sama dengan menggunakan narkoba. Hal itu terjadi karena karbohidrat olahan memicu produksi serotonin yang memberikan perasaan menenangkan dan menyenangkan. Selain itu adanya produksi dopamine yang memberikan efek kecanduan.

Grace mengungkapkan kecanduan karbohidrat ini juga sudah dibuktikan lewat sebuah penelitian. Penelitian tersebut membandingkan otak orang normal, otak orang adiktif kokain, dan otak orang obesitas.

"Setiap orang memiliki zat dopamine di otak. Pada orang normal, hanya dengan mengonsumsi sedikit makanan, zat dopamine akan keluar," ucap Grace.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan otak orang yang sudah kecanduan. Otak orang dengan adiksi kokain, maupun obesitas, dopamine tersebut tidak akan pernah cukup untuk memuaskan.

"Ketika makanan masuk, zat-zat tertentu akan dibawa oleh neurotransmiter. Zat itu nantinya akan diterima oleh reseptor di dalam otak. Namun, jika makanan yang masuk terlalu banyak, reseptor otak akan mati, sehingga dopamine tidak akan keluar."

Hal itu kemudian akan memicu seseorang untuk terus menerus mengonsumsi makanan guna mengeluarkan dopamine di dalam otak.

Selain itu, jika seseorang mengonsumsi protein dengan tingkat gula dan tepung yang tinggi, maka karbohidrat hanya akan mengikat asam amino saja,

"Akhirnya hanya gula yang akan sampai ke otak, sehingga orang tersebut akan adiktif terhadap makanan manis."

"Adiksi pada gula pun tidak akan berdiri sendiri, ia turut didampingi dengan adiksi garam dan juga lemak."

Yang membahayakan, kecanduan karbohidrat ini bisa menimbulkan beberapa masalah kesehatan, seperti obesitas, diabetes, hingga jantung. (chs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER