Jalan Panjang ODHA Meretas Stigma dan Diskriminasi

Vega Probo | CNN Indonesia
Kamis, 01 Des 2016 08:50 WIB
Bila masyarakat memiliki pemahaman tentang HIV/AIDS, maka diharapkan tidak ada lagi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA.
Bila masyarakat memiliki pemahaman tentang HIV/AIDS, maka diharapkan tidak ada lagi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. (Thinkstock/4421010037)
Jakarta, CNN Indonesia -- Belasan tahun silam, ketika keran informasi tentang HIV/AIDS belum seluber sekarang, stigma dan diskriminasi yang ditunjukkan awam menjadi makanan sehari-hari orang dengan HIV/AIDS atau ODHA, tak terkecuali Baby Rivona Nasution.

“Saat didiagnosa terinfeksi HIV pada 2003, saya pikir, saya tinggal menunggu mati saja, nih,” kata Baby kepada CNNIndonesia.com via sambungan telepon, pada Rabu (30/11). “Tapi sampai setahun kemudian, saya tidak mati,” ia menambahkan dengan nada canda.

Baby, yang ketika itu masih bekerja di Negeri Jiran, lantas berinisiatif buka-bukaan soal statusnya sebagai ODHA kepada publik melalui media massa. Ia beralasan, “Kalau saya tidak terbuka tentang kondisi saya, orang tidak akan tahu kondisi saya, dan tidak akan membantu saya.”

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diakui Baby, tidak gampang menjalani hidup sebagai ODHA di tengah gempuran stigma dan diskriminasi dari awam. Maka ia memilih untuk membuka diri, blak-blakan mengakui statusnya sebagai ODHA, pada 2004—setahun setelah didiagnosa positif HIV—dengan harapan awam menjadi lebih paham.

Kali pertama Baby membuka diri saat menghadiri peringatan Hari AIDS Sedunia di Medan Sumatra Utara. Berikutnya, ia kembali membuka diri saat berpidato di sebuah acara bertema AIDS berskala nasional di Surabaya, Jawa Timur, pada 2007, yang dihadiri ribuan orang, termasuk media massa.
 
Sejak itu, Baby nyaris tidak pernah berhenti berbicara tentang HIV/AIDS di berbagai forum, juga media massa, di dalam dan luar negeri. Ternyata, diakui Baby, dampaknya luar biasa: ODHA di berbagai daerah tertular keberanian untuk keluar dari ketakutan menghadapi stigma dan diskriminasi.

“Tidak ada keburukan bila ODHA membuka diri. Sebaliknya, malah ada kebaikan: semakin banyak orang terbantu,” kata perempuan asal Medan yang baru saja berulang tahun pada 25 November lalu. Ia sendiri pun merasakan dampak luar biasa setelah membuka diri sejak satu dekade lalu.

“Bisa menginspirasi banyak perempuan di Indonesia, saya merasa hidup saya sangat kaya. Ini bukan perkara materi,” katanya. “Ada kebahagiaan yang tidak ternilai ketika suatu kali seseorang mengatakan, ‘Saya terinspirasi dan termotivasi oleh Kak Baby.’ Saya sangat bahagia mendengarnya.”

Tentu saja, Baby tidak memaksakan semua ODHA untuk membuka diri mengenai statusnya. Itu hak masing-masing. Namun ia berkeyakinan: selama ODHA masih menutup diri, stigma dan diskriminasi akan terus terjadi. Maka harus ada ODHA yang berani berkorban-berterus terang—demi kepentingan orang banyak.

Baby tidak memungkiri, semula, ia juga mengkhawatirkan reaksi orang-orang terhadap dirinya—mantan pecandu narkoba sejak remaja yang terinfeksi HIV—setelah membuka status di media massa. Sampai akhirnya, ia berani membuka diri, lantaran sudah bosan menyembunyikan status sebagai ODHA.

“Ternyata sampai hari ini saya baik-baik saja, malah jadi terkenal,” kata Baby, sembari tertawa. “Saya pikir, buat apa saya menyembunyikan diri saya. Kalau orang tidak bisa menerima keadaan saya, itu urusan dia. Saya tidak peduli. Memangnya orang itu bisa membantu apa selain melecehkan?”

Advokasi Jadi Fokus Utama

Hidup sebagai ODHA, Baby pun bersahabat dengan HIV/AIDS. Tak sebatas membuka diri di muka publik, Baby juga melakukan advokasi. Ia turut merintis Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI), pada 2005, dan terus aktif sampai sekarang membantu para perempuan ODHA dan terdampak HIV.

Setelah menjabat sebagai Koordinator Nasional IPPI periode tiga, kini pendiri MAP Organization ini kembali memangku jabatan yang sama di periode lima, per September 2016–2020. Selain advokasi yang menjadi fokus utama IPPI selama satu dekade berdiri, dikatakan Baby, juga ada fokus-fokus lain.

“Kami di IPPI juga berfokus meningkatkan kapasitas perempuan ODHA maupun perempuan yang terdampak HIV/AIDS [si perempuan negatif HIV/AIDS, tapi suaminya positif HIV/AIDS), serta meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi seksual,” kata Baby yang aktif berkegiatan satu dekade belakangan.

Dengan begitu, perempuan ODHA bisa ikut mengestafet pengetahuan tentang HIV/AIDS, serta kesehatan reproduksi seksual kepada sesama perempuan, termasuk mendorong Pemerintah agar segera mengintegrasikan layanan kesehatan bagi ODHA. Dengan begitu, pemahaman HIV/AIDS lebih meluas.

Bila masyarakat memiliki pemahaman yang cukup mumpuni tentang HIV/AIDS, maka diharapkan tidak ada lagi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Sebaliknya, masyarakat berkenan merangkul ODHA dan menyimak kisah humanis mereka agar lebih memahami persoalannya dan tergerak untuk berempati.

CNNIndonesia.com membahas persoalan ini dalam Fokus Memahami dan Merangkul ODHA yang disiarkan pada hari ini, Kamis (1/12), bertepatan dengan peringatan Hari AIDS Sedunia. Ini lah momen untuk lebih memahami HIV/AIDS sekaligus meretas stigma dan diskriminasi terhadap ODHA.

(vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER