Kupang, CNN Indonesia -- Dalam hasil studi nilai kekurangan gizi nasional, Nusa Tenggara Timur (NTT) kerap ditempatkan sebagai salah satu provinsi yang mengalami permasalahan kesehatan.
Untuk menekan angka kekurangan gizi, Gubernur NTT Frans Sibu Raya secara aktif mengajak masyarakat dan swasta untuk melakukan perubahan dalam dua aspek utama yakni pengetahuan dan sikap.
Menurutnya, saat ini, masyarakat di daerah pelosok kerap mengalami kesulitan untuk memperbaiki pengetahuan tentang gizi seimbang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sadar,untuk melakukan perubahan perlu melibatkan banyak, proses edukasi harus dilakukan terus menerus agar hasilnya terlihat jelas," ungkap Frans kepada awak media massa di SDN Inpres Bertingkat Kelapa Lima 1, Kupang, NTT, pada Kamis (8/12).
Senada dengan Gubernur Frans, Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Bidang Hubungan Pusat dan Daerah James Modouw sepakat apabila materi dan edukasi mengenai gizi dan nutrisi dipusatkan di daerah 3T (tertinggal, terluar dan terdalam) di NTT.
Gerakan yang menyasar daerah rawan pangan di NTT, menurut James, harus segera dilakukan.
"Kondisi sekarang, pendidikan tidak cukup hanya ilmu pengetahuan saja. Perlu disusun gerakan yang menargetkan masyarakat di daerah rawan pangan," ucap James saat ditemui di kesempatan yang sama.
Untuk itu, edukasi mengenai gizi dilakukan sejak dini yakni menyasar siswa Sekolah Dasar (SD) di lingkungan rumah dan sekolah. Edukasi yang melibatkan orang tua dan guru disebut sebagai salah satu isu yang bisa memengaruhi proses kemampuan berpikiran anak saat di sekolah.
Studi yang dilakukan oleh Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKGK-FKM UI) mencatat, saat ini, pengetahuan mengenai gizi seimbang bagi masyarakat di daerah 3T relatif masih rendah yakni 50 persen dari yang seharusnya. Hal ini menuntut dilakukannya sosialisasi tentang pentingnya gizi seimbang.
Ketua PKGK FKM UI Achmad Syafiq menyebut, persoalan gizi seseorang saat ini sejatinya berkaitan dengan persoalan status gizi dia di masa lalu dan akan menentukan status gizi di masa depan.
Syafiq menekankan pangan lokal NTT sebenarnya tidak ada masalah karena memiliki varian sumber protein banyak sehingga bisa membantu menekan permasalahn gizi. Yang dibutuhkan hanya komitmen pemerintah terhadap isu perbaikan gizi.
"Secara umum kasus gizi buruk di NTT tinggi secara nasional, pemerintah Kupang khususnya menggalakkan program sarapan yang memenuhi 15-30 persen zat gizi yang dibutuhkan seseorang per harinya," ucap Syafiq.
(evn/vga)