Jakarta, CNN Indonesia -- Kebanyakan wanita masa kini menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. Maka tak jarang awam pun menyayangkan jika si wanita lebih memilih menjadi ibu rumah tangga ketimbang wanita karier.
Namun Merry Wahyuningsih tetap pada pendiriannya: meninggalkan pekerjaan di bidang jurnalistik yang telah dijalani beberapa tahun. Saat kandungannya memasuki usia sembilan bulan, ia pun hengkang untuk seterusnya ibu rumah tangga purna waktu.
“Saya tidak ingin melewatkan
golden moment anak saya,” Merry mengungkapkan alasannya kepada CNNIndonesia.com. Perempuan berhijab ini pun tak rela jika profesinya malah makin menjauhkan dirinya dengan sang suami yang ditugaskan di pulau seberang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diakui Merry, sang suami tidak pernah mengekang. Sebaliknya, memperbolehkan dirinya menentukan pilihan sendiri: meniti karier atau menjadi ibu rumah tangga. Merry pun sempat gamang lantaran lingkungan sekitar menyangsikan pilihannya meninggalkan profesi.
“Tapi setelah anak lahir, saya malah senang jadi ibu rumah tangga,” katanya. “Kini, saya punya waktu lebih banyak buat keluarga. Bisa 24 jam mengurus anak dan menjadi orang pertama yang tahu perkembangan anak adalah momen terbaik dalam hidup saya.”
Warga Makassar, Sulawesi Selatan, ini mengaku tidak pernah menyesali keputusannya meninggalkan pekerjaan demi keluarga. “Kalau pun harus diulang, ya tetap mau jadi ibu rumah tangga,” kata Merry yang mengaku sesekali masih menerima order menulis.
Ia tidak memungkiri, tugas ibu rumah tangga memang tidak mudah, lebih melelahkan ketimbang kerja kantoran. Jikapun dilanda kebosanan, ia membawa si kecil yang kini berusia satu tahun melancong bersama suami yang kebetulan kerap dinas ke luar kota.
Tak berbeda dengan Merry, Febry Abddinah pun memilih menjadi ibu rumah tangga begitu si kecil, Runa, lahir ke dunia, sekaligus mengikhlaskan pekerjaan mapan sebagai wartawan gaya hidup. Sebab ia tak ingin melewatkan tumbuh kembang Runa.
Namun Febry tidak benar-benar meninggalkan dunia kerja yang kadung dicintainya. Ia bekerja paruh waktu. “Sebentar lagi Runa berusia setahun,” katanya. “Jadi sudah bisa ditinggal sebentar untuk urus macam-macam keperluan bisnis bidang fesyen."
Febry menyadari, pilihannya sebagai ibu rumah tangga yang tetap bekerja paruh waktu tidak menjamin anak tumbuh sempurna: pintar, tidak nakal, dan sukses di sekolah. “Semua tergantung bagaimana lingkungan—orang tua dan orang sekitar—mengajar si anak.”
Febry bersyukur, pilihannya untuk berbisnis didukung suami. Kini, ia menerima order jahitan. “Tapi dibatasi tiga-empat jahitan saja per bulan,” katanya seraya mengakui kerinduan pada dunia kerja. “Tentu saja kangen. Kangen punya duit sendiri. Hahaha.”
Alasan yang sama juga diungkapkan Dewi Kusumastuti. “Saya memilih menjadi ibu rumah tangga yang memiliki usaha,” kata mantan pendidik ini. “Bisnis, ternyata
that's my passion. Senang dan asyik saja mengerjakannya sambil mengasah otak.”
Perempuan yang akrab disapa Iwien ini mengaku ikhlas dan tulus hati saat memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan lantaran ingin memiliki keturunan. Toh di rumah, ia bisa menyambi berbisnis, dari koleksi fesyen sampai peralatan sehari-hari.
Menurutnya, pekerjaan sebagai pendidik dan ibu rumah tangga sama-sama berat. “Sebagai guru, saya bertanggung jawab kepada orang tua murid. Sebagai ibu, juga sangat besar tanggung jawabnya. Ini
pe-er besar bagi saya sebagai ibu.”
Sekalipun sama-sama berat, ia mengaku bahagia dan bangga menjadi ibu rumah tangga. Apalagi ketiga anaknya berprestasi. “Senang tak terkira,” katanya kepada CNNIndonesia.com. Pokoknya, ia menegaskan, menjadi ibu rumah tangga lebih unik dan asyik.
(vga)