Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu lokasi yang terkenal dengan peranakan Tionghoa adalah Glodok, Jakarta Barat. Menjelang Imlek, kawasan ini menjadi salah satu ikon yang mesti di kunjungi.
Ada banyak versi kisah asal-muasal dari Glodok. Sebuah versi menyebutkan Glodok berasal dari suara pancoran air yang kerap berbunyi saat mengeluarkan air di sekitar daerah tersebut. Bunyi suara tersebut 'glojok-glojok'. Dan karena suara tersebut, daerah itu disebut Glodok.
"Versi lainnya adalah ketika era kolonial, di gedung balaikota Batavia yang kini jadi Museum Fatahillah, para tahanan dikurung di penjara bawah tanah. Tahanan tersebut kerap disiksa dengan cara direbus atau digodok," kata Ira Lathief, seorang
food tourist guide ketika menemani
CNNIndonesia.com, berkeliling Glodok, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlepas dari beragam versi soal Glodok, kawasan ini menyimpan banyak sudut menarik, terutama berkaitan dengan kuliner peranakan dan Tionghoa. Berikut beberapa di antaranya.
1. Pasar Glodok Pasar yang terkenal dengan aneka elektronik ini punya banyak penjual makanan laut khas kuliner Tiongkok. Bukan cuma di dalam pasar, namun temuan kuliner unik bisa meluas hingga ke belakang gedung pasar.
Beberapa makanan yang dapat ditemukan di kawasan ini adalah daging babi, teripang, katak, bulus atau kura-kura, teripang, bahkan sirip hiu yang sudah dikeringkan.
Bila yang ingin melihat teripang lebih dekat, makhluk laut ini dijual dalam bentuk basah dan kering. Dalam kondisi basah, teripang bertekstur kenyal seperti kikil. Bila dalam bentuk kering, binatang ini mirip mentimun gosong.
 Bulus hidup dijual di sekitar Glodok. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo) |
Harga teripang cukup tinggi, kondisi segar dijual Rp1,2 juta per kilo. Sedangkan dalam kondisi kering, teripang dijual seharga Rp2 juta per kilo. Cara mengonsumsi teripang cukup direbus dan dicampurkan dengan makanan.
Bulus atau kura-kura berpunggung lunak juga dijual di sekitar Pasar Glodok. Hewan ini disebut-sebut berasal dari Kalimantan dan dijual seharga Rp70 ribu per kilo.
2. Gang Kali MatiTersembunyi di Jalan Kemenangan III, gang sempit yang berujung pada Jalan Pancoran ini ternyata adalah pusat kuliner peranakan di kawasan Glodok.
Definisi gang senggol benar ada di Gang Kali Mati. Beragam toko pun dapat ditemukan di daerah ini, mulai dari toko emas hingga mayoritas yaitu tempat makan.
 Jalan masuk ke Gang Kali Mati. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo) |
Pun beragam kuliner tersaji di Gang Kali Mati. Bila Anda tergolong pencari kuliner
pork, maka ada hidangan bernama sekba yang dapat dijadikan incaran.
Sekba merupakan potongan daging dan organ babi yang direbus dengan bumbu seperti bawang putih, bawang merah, dan tauco. Sekba banyak dijual oleh pedagang kaki lima dengan sepeda yang memiliki panci.
Jangan kaget bila melihat isi panci sekba, Anda dapat menemukan beragam hal mulai dari
pork belly hingga potongan jantung babi yang besar. Sekba dijual dengan harga Rp20 ribu per porsi tanpa nasi.
 Jantung babi dalam menu sekba, makanan berisi daging dan organ dari babi yang direbus dengan bumbu. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo) |
Namun bagi Anda pencari makanan halal, jangan khawatir. Di Gang Kali Mati ini, ada sebuah restoran khusus vegetarian yang memiliki rasa masakan cukup lezat.
Restoran vegetarian yang dimiliki oleh koh Handi itu menjual aneka masakan kreatif, salah satunya adalah 'babi' merah. 'Babi' merah ini diakui koh Handi terbuat oleh tepung dan jamur, kemudian diberi bumbu seperti pada babi panggang merah.
"Semua yang dijual di sini dijamin halal karena bahan dan memasaknya dari nabati. Banyaknya jamur. Pelanggan saya hampir semua Muslim," kata koh Handi.
Konon, 'babi merah' versi koh Handi ini memiliki rasa yang mirip dengan pork sungguhan. Dan ketika
CNNIndonesia.com mencoba, rasa yang ditawarkan memang cukup mirip untuk bisa dibilang
pork versi
KW.
Bila berkeliling di Gang Kali Mati, bersiap untuk menjaga barang pribadi. Gang sempit ini sangat ramai dikunjungi orang-orang, bahkan masih ada motor yang lalu lalang.
 Restoran vegetarian milik koh Handi yang menjual 'babi merah' versi KW. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo) |
3. Resto Lao HoeRestoran ini masih terletak di Gang Kali Mati. Sedikit tersembunyi di balik keberadaan pedagang asongan, restoran ini menyajikan menu khas peranakan terutama dari Belitong.
Ada menu bakmi belitong dan laksa yang menjadi andalan restoran ini. Dengan harga kisaran Rp20-25 ribu, cukup sepadan dengan cita rasa yang ditawarkan dari makanan khas peranakan ini.
Bakmi Belitong berisi mi yang berukuran cukup tebal, potongan ketimun, potongan tahu, kentang, tauge, emping, lalu diberi kuah dan potongan rempeyek udang. Saus yang beraroma seperti kuah pada pempek.
Rasa dari bakmi ini mirip seperti ketika mengonsumsi pempek, gurih, manis, dan segar.
Laksa yang ditawarkan terdiri dari bihun, kuah laksa, telur, ayam, tauge, lontong, dan kemangi. Rasa kurang lebih mirip dengan laksa betawi. Menikmati kedua makanan tersebut dapat dengan teh liang atau
rootbeer lokal.
4. Gang GloriaSebuah gang yang terletak berseberangan dengan Gang Kali Mati ini memiliki banyak jajanan legendaris yang dapat dijajal satu per satu. Di sini pula, banyak tukang jajanan manisan impor yang dapat dibeli curah dengan murah.
Salah satu tujuan kuliner di gang ini adalah sebuah
food court yang ada di sudut Gang Gloria. Di
food court ini, ada banyak makanan melegenda seperti gado-gado direksi yang konon banyak dinikmati oleh para pejabat.
(les)