Jakarta, CNN Indonesia -- Belakangan, media sosial dipenuhi unggahan soal
skip challenge. Tantangan menekan dada hingga pingsan ini banyak dilakukan remaja, terutama di sekolah menengah.
Bagi remaja,
skip challenge adalah permainan yang menantang dan harus dicoba. Di sisi lain, para pelaku
skip challenge ini juga mendapatkan kepuasan dan peningkatan ‘status’ di mata teman-temannya, karena berhasil menaklukkan tantangan terkini.
Sebelum populer di Indonesia,
skip challenge ini sudah ‘mewabah’ di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat menyatakan, sepanjang 1995-2007 saja,ada 82 media di AS yang melaporkan kematian karena #SkipChallenge.
Sementara Di Irlandia dan Denmark, banyak situs tentang parenting memperingatkan orangtua tentang bahaya tantangan yang juga disebut
pass out challenge dan
space monkey ini.
Kini, seruan untuk mewaspadai tantangan
skip challenge ini jadi viral di sosial media dan grup percakapan. Bahkan di situs mikroblogging
Twitter, pada Jum'at (10/3), tagar #skipchallenge dibicarakan lebih dari 2800 orang dan merupakan
trending topic nasional.
Padahal, tantangan ini berbahaya dan bisa menyebabkan kematian.
Menurut dr Nastiti Kaswandani dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI di Menteng, Jakarta Pusat,
skip challenge berbahaya karena mereka diharuskan menghambat jalur pernapasannya dengan sengaja.
“Saat dada ditekan dengan kuat, pembuluh darah besar akan tertekan dan menghambat aliran darah beroksigen ke otak. Hal ini akan menyebabkan orang akan kejang dan pingsan,” kata dr Nastiti.
Selain itu, dia menambahkan, terhambatnya oksigen ke otak ini disebut sebagai
hypoxic-anoxic brain injury (HAI). Selain menyebabkan masalah seketika (sesak napas dan lainnya), aksi ini juga menyebabkan efek jangka panjang untuk tubuh.
“Aksi ini akan menyebabkan kematian sel tubuh, masalah penglihatan, juga kerusakan fungsi motorik tubuh,” terangnya.
Sayangnya, remaja tidak mengindahkan soal bahaya ini. Yang mereka pikirkan hanya kesenangan menaklukkan tantangan itu.
Usia remaja memang momen dimana semua hal berisiko jadi tantangan yang menggoda. Petualangan yang memicu adrenalin. Ketegangan saat melakukan tantangan itu adalah ‘adiksi’ tersendiri.
Begitu pun saat melakukan
skip challenge. Dada yang ditekan kuat hingga pernapasan terhambat, akan membuat tubuh terasa lemas karena kurangnya asupan oksigen ke otak. Imbasnya, ada perasaan ‘tinggi’ sebelum tubuh kemudian limbung dan pingsan.
Perasaan ‘tinggi’ itulah yang membuat mereka ketagihan melakukan
skip challenge berulang kali.
Di sisi lain, bisa jadi adanya
peer pressure atau tekanan sosial yang membuat tantangan ini viral. Buktinya, terdapat banyak akun
Instagram yang fokus mengunggah video-video
skip challenge.
Selain
skip challenge, banyak tren berbahaya lainnya yang juga marak dilakukan remaja dan dipamerkan di media sosial, seperti
cinnamon challenge atau tantangan menelan bubuk kayu manis dalam jumlah banyak, dan
ice bucket challenge yang meminta pelakunya menyiram seember air es secara mendadak.
“Mereka (remaja) hanya berpikir tentang popularitas dan keinginan melakukan hal yang sama dengan teman-temannya. Mereka pikir melakukan tantangan ini adalah sesuatu yang keren,” kata Psikiater Daniel Cowell.
“Ini bukan hal yang keren. Ini berbahaya,” sambungnya.
(les)