Ketika Anak Muda Mengubah Wajah Mode Hong Kong

Rahman Indra | CNN Indonesia
Senin, 20 Mar 2017 10:19 WIB
Sejumlah desainer muda Hong Kong mengubah arah perkembangan dunia mode dengan memanfaatkan media sosial, seleb instagram dan acara pop-up berkala.
Sejumlah desainer muda Hong Kong mengubah arah perkembangan dunia mode dengan memanfaatkan media sosial, seleb instagram dan acara pop-up berkala. (Foto: Thinkstock/Grinvalds)
Jakarta, CNN Indonesia -- Seiring dengan perkembangan waktu, dunia mode turut berubah. Pusat perbelanjaan dengan label ternama atau pasar penuh dagangan tak lagi menarik buat publik.

Begitu juga yang terjadi di Hong Kong. Ketika bersaing dengan pusat mode terdekatnya seperti Harajuku di Tokyo atau street style Hongdae di Seoul, generasi muda Hong Kong mengusung tren baru.

Mengutip AFP, sejumlah desainer muda independen yang merupakan generasi baru di sana mengubah arah perkembangan dunia mode dengan mengusung tajuk yang mereka sebut Hip Hong Kong.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agendanya, mereka lebih memilih memanfaatkan perkembangan teknologi dan digital dalam menyebarkan pengaruh tren Hong Kong. Di antaranya melalui pemanfaatan Instagram dan hashtag, memilih seleb Instagram (influencer) daripada model, dan menggelar pop up event secara berkala daripada membuka toko.

"Media sosial akan kurang lebih sama suksesnya dengan start-up di masa mendatang, dan label-label kini memiliki kesempatan untuk memasarkan produk hasil rancangan mereka lewat Instagram," ungkap Jasmine Smith, pendiri label produk lingerie Raven + Rose.

Ungkapan itu bukan isapan jempol semata bagi Smith. Sejak meluncurkan label lingerie produknya via online ia tergolong sukses. Ia telah berkolaborasi dengan Four Seasons, di mana desainnya berdampingan dengan label internasional besar seperti La Perla.

Popularitasnya di daerah membantunya untuk disorot di tingkat internasional, rancangannya dikenakan para penari latar Madonna, bintang Amerika Alana, dan juga dikenakan para kontestan Asia's Next Top Model.

Selain memanfaatkan media sosial, Smith juga mengusung hashtag #OwnYourBody sebagai kampanye. Lewat aksinya itu ia mengajak perempuan dari beragam bentuk badan atau warna kulit untuk mengenakan rancangannya.

Smith tidak sendiri dalam perubahan tren ini. Label Jourden dari Anais Mak awalnya hanya koleksi kecil di Hong Kong, sebelum kemudian tampil di Vogue dan kini dijual di Barneys AS dan Isetan Tokyo.

[Gambas:Instagram]

Bulan lalu, Polly Ho dari Loom Loop mendapat pujian saat mengusung rancangannya di New York Fashion Week. Sementara, Fiona Lau dan Kain Picken dari Ffixxes Studios juga tak kalah sukses di Paris.

Dua tahun sejak dirilis di Hong Kong, ritel online Grana mendapatkan banyak keuntungan dari Alibaba. Kini produknya ada di sebelas negara dengan perkembangan hampir di seluruh negara di Asia.

"Saya rasa dalam beberapa waktu terakhir anak-anak muda mengusung label mereka sendiri, mungkin in menanggapi terlalu seragamnya fast fashion," ungkap Ho.

Ada bosan yang menjangkiti terhadap produk dari label-label besar.

"Kami melihat label fesyen mewah mulai menurunkan harganya di Hong Kong karena menurunnya penjualan mereka dalam enam bulan terakhir, label busana dengan produk massal dan kualitas rendah juga mengalami penurunan," tambah Grana.

The Trade Development Council (HKTDC) meluncurkan sejumlah inisiasi untuk mendorong label di negaranya mendapat sorotan internasional.

"Kami mendapati beberapa nama generasi baru dalam dunia mode dan melebarkan label mereka dengan cepat. Banyak di antara desainer berbakat ini bersiap melaju ke langkah berikutnya setelah sukses di negara sendiri," ungkap Rebecca Tse dari HKTDC. 

Cristina Kountiou, profesor di sekolah Savannah College of Art and Design mengatakan ada ketertarikan lulusan sekolah mode yang memilih bertahan di Hong Kong.

"Kini siswa lulusan sekolah mode tak ingin meninggalkan Hong Kong, mereka memilih untuk tinggal setelah tamat dan membuat kota ini berkembang pesat dengan karyanya," tambah dia. (rah)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER