Gandrung Banyuwangi Jadi Inspirasi Pertunjukan Teater Garasi

Advertorial | CNN Indonesia
Minggu, 14 Mei 2017 12:54 WIB
Teater Garasi akan menggelar pertunjukan teater-musik Menara Ingatan di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki Jakarta tanggal 24 – 25 Mei 2017 mendatang
Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok teater dari Yogyakarta, Teater Garasi akan menggelar pertunjukan teater-musik “Menara Ingatan” di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki Jakarta tanggal 24 – 25 Mei 2017 mendatang. Acara ini didukung Bakti Budaya Djarum Foundation dan bekerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta.

Menariknya, pertunjukan yang diciptakan berdasarkan gaya komposisi Yennu Ariendra ini meminjam struktur pertunjukan Gandrung Banyuwangi yang terbagi dalam tiga babak. Di antaranya Jejer, Paju, dan Seblang Subuh.

Proses penciptaan komposisi musik, proses pemanggungan, dan visualisasinya bertumpu pada logika kerja juga pendekatan serta fungsi-fungsi teater. Karya ini bertolak dari pembacaan serta refleksi atau suatu isu dan tema tertentu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian diterjemahkan dalam komposisi-komposisi musik yang menimbang keterwakilan naratif atas tema tersebut dan efek dramatik yang ingin diciptakan.

“Menara Ingatan” berangkat dari sejarah dan ingatan atas Indonesia yang dilihat dari sudut pandang sejarah Gandrung Banyuwangi, suatu bentuk pertunjukan tradisi di timur pulau Jawa. Refleksi personal komposer, dan kolaborator karya melihat bahwa Gandrung dan masyarakat Osing pendukungnya adalah perihal perlawanan yang keras kepala dalam menghadapi kekuasaan-kekuasaan yang ingin meringkusnya.

Karya ini berada di luar koridor teater musikal yang biasanya.  Bentuk garap karya ini cenderung memanfaatkan ruang yang kerap disebut teater-musik. Ruang ini mengelompokkan olah kerja teater yang bertumpu pada musik secara lebih liat dan terbuka.

Proyek ini melibatkan berbagai seniman lintas disiplin dari khazanah musik tradisi, musik digital, teater, hingga seni rupa kontemporer.

Yennu mengungkapkan, ketika mengolah isu-isu ini ia bertemu lagi dengan Gandrung, bentuk kesenian Banyuwangi yang sejak lama menarik perhatiannya.

"Dari sana saya kemudian mempelajari sejarah perlawanan kerajaan Blambangan yang dari dahulu, abad 14 M, selalu menolak tunduk pada kekuasaan Majapahit, Bali, Mataram. hingga VOC. Saya membaca kembali Suku Osing, penduduk asli Banyuwangi, yang dalam perang puputan melawan Belanda dan Mataram mesti kehilangan 80% dari populasinya. Suku Osing, suku yang selalu berkata tidak pada setiap kekuasaan yang hendak menaklukkannya,” ujarnya. 

Yennu Ariendra berkolaborasi dengan Andi Meinl, Asa Rahmana, Nadya Hatta dan Silir Pujiwati dalam komposisi dan penampilan musik. Pemanggungan berkolaborasi dengan Ugoran Prasad (dramaturgi), Yossy Herman Susilo (sound-designer), Ignatius Sugiarto (lighting designer), Timoteus Anggawan Kusno (seniman rupa), Gunawan Maryanto (performer dan co-director), Dendi Madiya (performer dan co-director). Lalu ada Fidelis Krus, Muchammad Syachbudin, Ricky Unik. dan Sri Qadariatin sebagai performer.

Menteri Pariwisata Arief Yahya kelahiran Banyuwangi mengatakan, seni teater punya penggemar tersendiri. Tidak banyak, tetapi mereka eksis. Jika di musik seperti klasik dan jaz, ada pasarnya, meskipun tipis.

"Jogja sebagai kota budaya, kota seni, kota pendidikan dan pariwisata, cocok untuk mengembangkan seni yang tergolong berat ini," katanya.

Dalam setiap karya seni, Arief Yahya melihat ada dua sisi. Keduanya saling menguatkan. Ada unsur cultural value dan financial atau commercial value. "Kalau masih di cultural value, itu wilayah Bekraf dan Kemendikbud. Kalau sudah dikomersialisasi, itu baru masuk ke Kemenpar," ungkapnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER