Ada Desa Wisata Menarik di Lereng Gunung Merapi

adv | CNN Indonesia
Selasa, 16 Mei 2017 14:37 WIB
Kementerian Pariwisata (Kemenpar) terus menjalankan berbagai strategi untuk mendatangkan wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara.
Sleman, CNN Indonesia -- Kementerian Pariwisata (Kemenpar) terus menjalankan berbagai strategi untuk mendatangkan wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia. Salah satunya dengan atraksi wisata berupa desa wisata dan homestay.

Desa wisata diyakini bisa mendatangkan banyak wisatawan karena keindahan alam di sekitarnya yang memberikan pengalaman berkesan. Selain itu juga dari fasilitasnya yang membuat wisatawan menginap dengan nyaman.

Anda bisa datang ke Desa Wisata Pentingsari atau sering disebut dengan Dewi Peri di lereng Gunung Merapi, Yogyakarta. Jaraknya sekitar 25 km dari Bandara Adisucipto atau dari pusat Kota Yogyakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dewi Peri bisa menampung sekitar 1.000 tamu dan menyediakan lahan parkir yang luas.

"Asal beda acara. Misal sebagian outbond, sebagian kuliah lapangan, yang lainnya kemah, dan kelompok lainnya belajar gamelan dan seterusnya. Kalau semuanya satu kegiatan kami tak sanggup," ujar Ketua Desa Wisata Pentingsari Doto Yogantara.

Dewi Peri memberikan fasilitas yang menarik. Ada tanah lapang untuk kemah, outbond, empat rumah joglo, dan 7 pendopo untuk workshop atau kuliah lapangan. Selain itu, ada lahan sawah untuk belajar bertani.

Desa wisata ini juga memberikan atraksi wisata yang menarik. Wisatawan bisa bermain dan belajar gamelan Jawa atau karawitan. Ada juga pelatihan membuat selongsong ketupat dengan janur.

Bahkan wisatawan bisa menanam padi dan membajak sawah. Bagi yang suka kopi, ada juga wisata membuat kopi.

"Bisa pula melakukan treasure hunt, membuat gunungan dari sayur-sayuran dan buah-buahan lokal," kata Doto.

Ada sekitar 80 homestay yang bisa ditempati dan 40 orang pemandu yang akan mengajak wisatawan berkeliling di Dewi Peri.  Sewa homestay-nya murah karena ditetapkan oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).

Misalnya ada paket live in 2 hari 1 malam dengan harga Rp 195 ribu/orang. Paket ini sudah mendapatkan fasilitas penyambutan tarian tradisional/punokawan, pembagian homestay, jelajah desa, workshop pertanian dan perkebunan, susur sungai, bajak sawah, tanam padi, tangkap ikan, dan bermain bola lumpur.

Ada juga kegiatan eksplorasi seni budaya berupa belajar gamelan, tari tradisional, membatik, kreasi janur, dan wayang suket. Sedangkan eksplorasi ekonomi desa berupa pembuatan tempe, kopi, dan olahan jamur.

Kemudian paket live in 3 hari 2 malam dipatok dengan harga Rp 360ribu/orang. Mendapatkan tambahan kegiatan bakti sosial berupa penataan fasilitas umum/bedah rumah/penghijauan/taman bacaan. Lalu juga bisa mengikuti kegiatan ekonomi desa ditambah pengolahan ubi dan tanaman herbal.

Untuk paket 4 hari 3 malam akan mendapatkan tambahan fun game seperti permainan outbond dan malam api unggun.

"Biaya-biaya tersebut sudah termasuk menginap dan makan 3 kali di homestay, welcome dance, fasilitator kegiatan, penggunaan aula, lapangan, soundsystem dan perlengkapan acara yang diperlukan," papar Doto.

Dewi Peri merupakan proyek yang mengutamakan konsep community based tourism. Maksudnya dengan melibatkan masyarakat dalam pariwisata hingga mendapat manfaat langsung.

Selain mendapat pendapatan dari sewa homestay, warga bisa mendapatkan uang dari pekerjaan sehari-hari yakni dari atraksi wisata.

"Misalnya dia petani kopi. Lalu saat bekerja menyangrai atau menumbuk kopi ada wisatawan yang melihat atau ikut aktivitasnya, maka petani itu akan mendapat bayaran dari setiap tamu yang bersama dia," kata Doto.

Begitu pula dengan keterlibatan masyarakat dalam penyediaan makan untuk para tamu hingga menjadi pemandu, pendamping outbond, pengajar kerajinan janur, dan pelatih gamelan. Semuanya mendapatkan bagian dari Pokdarwis.

Hingga 2016, 80% masyarakat sudah menikmati multiplying effect dari pariwisata. Omset per tahun juga terus meningkat. Saat merintis awal pada 2008 hanya Rp 80 juta/tahun, pada 2009 melonjak menjadi Rp 250 juta. Kemudian menjadi Rp 500 juta pada 2010 dan Rp 600 juta pada 2014 dan sekitar Rp 2 miliar pada 2016.

Menteri Pariwisata Arief Yahya turut angkat bicara mengenai desa wisata dan homestay yang menjadi programnya dalam menggaet wisnus dan wisman. “Target kami 2019 terbangun 100 ribu homestay, 2017 ini 20 ribu homestay desa wisata yang sudah digital," ujar Arief.

Pada 18-19 Mei 2017 mendatang, Kemenpar juga akan menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pariwisata bertema homestay dan desa wisata.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER