Ponorogo, CNN Indonesia --
Ada satu kawasan di Ponorogo yang memiliki potensi wisata dan layak dikunjungi wisatawan. Hal itu terlihat dari Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemkab Ponorogo dengan KPH Perhutani Madiun pada April lalu.
MoU itu menjadi sinyal positif yang mendukung perkembangan wisata alam di Ponorogo. Berangkat dari Perjanjian Kerja Sama (PKS) itulah sejumlah kawasan wisata alam yang selama ini pengelolaannya masih abu-abu semakin jelas.
"Memang sebagian besar wisata itu berlokasi di wilayah perhutani KPH Madiun. Karena itu dilaksanakan MoU antara Kepala Perhutani dan Bupati Madiun April lalu sehingga pengelolaan wisata bisa digarap bareng," kata Kadisparbud Ponorogo Sapto Djatmiko.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diakui Sapto, sejumlah wisata memang dikelola desa, namun selalu bersinggungan dengan wilayah hutan yang notabene wewenang Perhutani. Akibatnya, ketika desa setempat akan mengelola lebih jauh akan menghadapi kendala perizinan dari Perhutani.
Adanya PKS sebagai tindak lanjut MoU membuat Disbudpar mulai menata ulang potensi wisata di Ponorogo. Pemkab berharap Perhutani tidak mematok tinggi bagi hasil pemanfaatan lahan tersebut. Alasannya, sebagian besar tempat wisata masih baru.
"Belum ramai pengunjung. Kalau bagi hasil yang diminta Perhutani besar, kami khawatir pengelolaannya mandek,"ujar Sapto.
Sapto menambahkan, dengan adanya PKS Pemkab ikut berkonsentrasi pada daerah wisata itu. Mulai dari akses jalan hingga menyiapkan
homestay, kuliner khas Ponorogo, dan aktivitas kesenian.
Karena itu, Disbupar mulai mencermati, desa mana saja yang memungkinkan berkembang menjadi desa wisata. "Kalau soal kesenian, ya jelas Reyog Ponorogo," katanya.
Ada sejumlah objek wisata yang mulai fokus digarap Pemda Ponorogo. Objek wisata itu antara lain Gunung Beruk di Desa Karangpatihan Balong, Gunung Bedes di Desa Ngadirojo, Sooko, dan Tanah Goyang di Pudak, serta Gunung Babak Asmoro (GBA) di kawasan Lereng Gunung Masjid, Desa Duri, Kecamatan Slahung.
Pemerintah Desa (Pemdes) Duri kini mengelola objek wisata tersebut. Wisata alam itu dikelola karang taruna bersama kelompok sadar wisata (pokdarwis) desa setempat. Sejak dirintis awal tahun lalu sudah banyak masyarakat yang berkunjung.
"Biasanya pada hari libur yang ramai," kata Kepala Desa Duri, Suroto.
Wisata GBA itu memanfaatkan panorama alam yang indah. Sesuai namanya, beberapa fasilitas bernuansa romantis sengaja dibuat. Misalnya
spot foto
selfie berlatar belakang kawasan hutan yang menghijau dan tulisan Babak Asmoro.
Selain itu juga ada spot 'Gembok Cinta'. Pengunjung, khususnya pasangan kekasih bisa memasang gembok sebagai tanda prasasti cinta mereka di situ.
"Mungkin ini masih asing di Ponorogo," ungkapnya.
Selain spot
selfie dan gembok cinta, juga ada rumah atau sangkar burung. Ini juga mampu membedakan antara wisata GBA dengan lainnya. Biasanya yang banyak tersedia adalah rumah pohon. Namun, di sini sengaja dikonsep layaknya sarang burung alami di atas pohon. Untuk fasilitas lain, misalnya MCK, tempat parkir, dan sebagainya juga disiapkan.
"Tapi tidak bisa serta merta membangun, karena wilayah ini masuk kawasan Perhutani," terangnya.
Kini pemdes sedang mengajukan perbaikan akses jalan masuk agar pengunjung bisa menuju puncak dengan mudah dan nyaman.
"Kami sangat butuh suport dan kontribusi dari pemerintah, saya yakin jika akses jalan bisa lebih mudah, ke depan bisa menjadi salah satu destinasi wisata andalan di Ponorogo," kata Suroto.
Suroto melanjutkan, di kawasan ini juga sudah dikembangkan perkebunan jeruk sehingga bisa saling mendukung antara pengembangan wisata di kawasan Gunung Masjid maupun perkebunan jeruk. Jika sudah sama-sama berkembang , tentu akan berdampak positif pada perekonomian masyarakat sekitarnya.
"Yang menjadi harapan kami sebenarnya adalah itu peningkatan ekonomi masyarakat melalui pengelolaan wisata," ungkapnya.
Di lain sisi Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengingatkan, jika Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar sudah menjalaskan melalui media bahwa di Taman Nasional saat ini sudah bisa dibangun
homestay.
Tinggal teknis, syarat dan ketentuannya yang harus disusun dan disosialisasi. "Yang pasti, pariwisata itu
spirit-nya adalah melestarikan," kata Arief Yahya.
Menurut Arief, di Pariwisata itu berlaku prinsip 'Semakin Dilestarikan, Semakin Mensejahterakan!' Kalau ingin
sustainable, maka harus disiplin menjaga dan merawat hutan Taman Nasional. Karena itu adalah hidup dan masa depan mereka, dalam bentuk pariwisata.