Hingga akhir tahun lalu, wisatawan Muslim yang datang ke Indonesia berjumlah 2 juta orang, dari 11 juta wisatawan yang datang.
Banyak dari mereka yang mendatangi Jakarta, Bali, Batam, Aceh, Sumatera Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Riau, Sulawesi dan Lombok, yang memang ditetapkan sebagai 10 Destinasi Wisata Halal oleh Kementerian Pariwisata.
Selain Sumatera Barat dan Lombok, nama Banyuwangi semakin sering disebut sebagai tujuan wisata halal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun lalu, Banyuwangi telah dikunjungi oleh 3 juta wisatawan domestik dan 72 ribu wisatawan mancanegara. Sekitar 10 persennya merupakan wisatawan Muslim, yang melakukan wisata religi dan keluarga.
Kabupaten di Jawa Timur yang berbatasan dengan Surabaya dan berseberangan dengan Bali ini semakin mantap mengembangkan wisata halal, salah satunya dengan memusatkannya di Pulau Santen.
Berjarak sekitar 2,5 kilometer atau sekitar 10 menit perjalanan dari pusat kota, Pulau Santen berada di Kelurahan Karangharjo.
Dahulu kala, kawasan ini sangat kumuh, bahkan terdapat lokasi prostitusi bernama Pakem, yang kini telah ditutup seiring dengan penataan pulau.
Di Pulau Santen, terdapat pantai yang akan menerapkan aturan pemisahan wisatawan berdasarkan jenis kelamin. Tepatnya di Pantai Pandanan.
“Potensi wisata halal di Banyuwangi sangat bagus, tak hanya tempelan, namun tradisi Islamnya masih sangat kuat. Diperkirakan, pengembangannya bisa menyalip Lombok,” kata Sofyan.
Dalam pernyataannya beberapa waktu yang lalu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, mengatakan kalau wisatawan non-Muslim tak perlu gentar dengan ‘cap halal’.
Dikatakannya, wisata halal tak semata ditujukan bagi wisatawan Muslim, karena seluruh kalangan tetap boleh datang.
“Ini bukan soal suku, ras, atau agama, tapi hanya mengenai segmentasi pasar, strategi pemasaran. Koridornya saja yang akan menerapkan aturan halal. Kami akan melakukannya secara bertahap,” ujar Anas.
Sepakat dengan Anas, Rijanto menambahkan kalau wisata halal bukan berarti mempersempit pasar. Masyarakat lokal juga tidak boleh menolak kedatangan wisatawan non-Muslim.
“Banyuwangi bukan yang pertama memiliki pantai dengan aturan memisahkan jenis kelamin. Italia sudah lebih dulu. Aturan ini tidak menyulitkan, buktinya di sana banyak keluarga yang merasa lebih nyaman berwisata,” kata Rijanto.
“Sudah banyak bukti kalau wisata halal ini merangkul tak hanya wisatawan Muslim, namun juga wisatawan keluarga, yang merasa lebih tenang jika berwisata ke tempat yang lebih tenang, jauh dari keriuhan wisata pada umumnya,” lanjutnya.
Agar wisata halal di Indonesia lebih berkembang, Rijanto berpesan agar pelaku usaha industri pariwisata halal segera melakukan sertifikasi, demi menyakinkan lebih banyak wisatawan untuk datang.
Selain itu, ia juga berharap masing-masing dari mereka memberikan informasi yang rinci mengenai fasilitas dan layanannya, terutama melalui dunia maya.
“Penduduk Indonesia salah satu mayoritas Muslim terbesar di dunia. Sayangnya, kita masih gagap untuk menyambut wisatawan Muslim yang datang. Seluruh lapisan masyarakat harus diajak membantu, agar Indonesia juga dikenal sebagai tujuan wisata halal yang siap menerima kedatangan wisatawan Muslim,” pungkas Rijanto.
(stu/stu)