Jakarta, CNN Indonesia -- Selama ini pasien Alzheimer diketahui punya risiko tinggi mengidap epilepsi. Namun, mayoritas pasien tidak mengalami kelumpuhan dengan gejala spesifik.
Hal inilah yang mendorong tim dari Beth Israel Deaconess Medical Center (BIDMC) di Harvard Medical School untuk meneliti pengobatan anti kelumpuhan untuk melihat efeknya pada aktivitas otak pasien Alzheimer.
Hasil penelitian menunjukkan obat epilepsi yang umum digunakan bisa menormalkan gangguan aktivitas otak pada pasien Alzheimer. Studi ini meneliti obat bernama levetiracetam (LEV) seperti dilansir dari
Science Alert.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Obat ini biasa digunakan untuk mengobati kelumpuhan pada pasien epilepsi. Sebelumnya, tes dilakukan pada tikus yang terkena Alzheimer dan menunjukkan hasil positif. Aktivitas otak menjadi normal, dan bahkan mengembalikan sebagian kekurangan kognitifnya.
Tim yang dipimpin oleh ahli saraf, Daniel Z. Press dari BIDMC mengukur efek satu dosis LEV pada tujuh pasien yang terdiagnosis Alzheimer. Semua pasien menerima total tiga suntikan. Sebelum dan sesudah suntikan, pasien diberi elektroensefalografi (EEG), yang mampu mendeteksi aktivitas otak bahkan saat tak ada gejala kelumpuhan.
Pasien juga melakukan tes kognitif standar untuk mengukur beragam kemampuan otak yang terpengaruh Alzheimer seperti ingatan, kemampuan berbahasa dan fungsi pengaturan. Hasil menunjukkan pasien yang menerima LEV dalam dosis lebih tinggi bisa mengurangi abnormalitas aktivitas otak yang memang muncul pada penderita alzheimer. Namun, tidak ditemukan peningkatan perubahan skor tes kognitif pada pasien.
Meski hanya sebuah studi kecil dengan segala keterbatasannya termasuk tidak adanya grup kontrol, efeknya pengobatan ini nampak menjanjikan. Peneliti kini merasa memerlukan adanya penelitian yang lebih besar untuk meneliti lebih lanjut potensi pengobatan dengan LEV pada pasien alzheimer.
"Kami tidak mendemonstrasikan peningkatan fungsi kognitif setelah satu dosis penggunaan obat pada studi ini. Ini terlalu awal untuk menggunakan obat secara luas, tapi kami sedang menyiapkan untuk studi yang lebih besar dan panjang," kata Press (10/7).
Peneliti selama ini bekerja keras demi menemukan obat untuk penyakit ini. Tahun lalu, tim lain dilaporkan menemukan sesuatu yang menjanjikan dalam percobaan awal untuk obat yang dapat membersihkan racun protein yang muncul di otak. Terapi ini masih diteliti dalam sebuah studi besar. Hasil studi diharapkan dapat diumumkan pada 2020 mendatang.
(rah)