Temuan Baru Diagnosis Dini Alzheimer dengan Selai Kacang

Elise Dwi Ratnasari | CNN Indonesia
Kamis, 02 Mar 2017 03:55 WIB
Kini ada bahan dasar kuliner yang dapat mendiagnosa tahapan awal penyakit alzheimer. Jawabannya, dengan seoles selai kacang!
Metode Baru Deteksi Dini Alzheimer (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Internet sempat dikejutkan dengan berita sampanye yang dapat memberi pertolongan awal serangan dimensia dan alzheimer. Sebelumnya diketahui jika kandungan dalam beberapa jenis sampanye seperti pinot noir dan pinot meunier dapat menangkal penyakit otak dan meningkatkan memori spasial.

Kini ada bahan dasar kuliner lain yang dapat membantu peneliti untuk mendiagnosis tahapan awal penyakit alzheimer. Berdasarkan studi yang dipublikasikan di Journal of the Neurological Sciences, sesendok selai kacang dapat mengindikasi apakah pasien mengalami tahapan awal dimensia berdasarkan penciuman mereka.

Dilansir dari Cosmopolitan Inggris, para peneliti di McKnight Brain Institute Center for Smell and Taste dari Universitas Florida menemukan cara untuk mendeteksi tahap awal alzheimer dengan seoles selai kacang. Caranya adalah dengan meletakan satu sendok makan selai kacang di atas penggaris dan kemudian mempelajari kemampuan subjek untuk mendeteksi bau selai dalam jarak yang berbeda.

Kemampuan indra penciuman manusia terhubung dengan saraf kranial pertama, nervus olfaktorius, dan halangan atau tertundanya respon dari saraf ini jadi salah satu indikasi awal penurunan kognitif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alasan Jennifer Stamps, peneliti penemuan ini, memilih selai kacang karena olesan kacang dianggap mengandung pewangi murni (pure odorant), yang berarti hanya dideteksi oleh saraf penciuman atau kumpulan sensor bau dalam sinus. Alasan lain adalah karena selai kacang mudah didapat dan murah.

Orang yang berpartisipasi diberi tahu untuk menutup mata, menutup salah satu lubang hidung, dan bernapas dengan normal sementara petugas medis memindahkan selai kacang di penggaris 1 sentimeter dan menghitung durasi waktu pasien dapat mendeteksi baunya. Jarak direkam dan diulang lagi menggunakan lubang hidung yang lain (setelah istirahat 90 detik).

Hasil menunjukkan bahwa lubang hidung sebelah kiri subyek penelitian berpotensi penyakit alzheimer terganggu dan tidak menangkap bau sampai selai dalam jarak rata-rata 10 sentimeter dari hidung, dibanding lubang hidung sebelah kanan.

"Saat ini, kita dapat menggunakan tes ini untuk mendiagnosis. Tetapi kami berencana untuk mempelajari pasien dengan gangguan kognitif ringan untuk melihat kalau tes ini mungkin dapat digunakan untuk memprediksi pasien mana yang akan terkena penyakit alzheimer," jelas Stamps kepada majalah bulanan Universitas Florida, The Post.

Dia juga menyatakan tes ini dapat digunakan oleh rumah sakit dan klinik yang memiliki akses terbatas atau tidak punya akses ke personel atau peralatan untuk menjalankan tes lebih rinci untuk menghasilkan diagnosis spesifik dan mengarahkan pada pengobatan yang tepat sasaran.

"Jika kita dapat mengidentifikasi penyakit ini di tahap awal, kita dapat memulai pengobatan dengan lebih agresif dan bisa mencegah banyak perkembangan penyakit ini," tambahnya.
(sys)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER