Wina, CNN Indonesia -- Berada di Bratislava, ibu kota Slovakia, menjadi sebuah keuntungan sendiri bagi saya. Bukan cuma kotanya yang indah, tapi berada di kota ini juga membuat saya bisa menjelajah negara tetangganya dalam waktu singkat, termasuk Vienna (Wina), ibu kota Austria.
Dari Bratislava, pergi ke Wina ibarat pergi dari Jakarta ke Bandung dengan kereta api. Jadi, jika berkesempatan mengunjungi Bratislava, sangat mungkin untuk berwisata selama semalam di Wina.
Tapi kalau ingin datang langsung ke Wina, penerbangan dari Jakarta bisa dilakukan selama kurang lebih 18 jam menuju Bandara Internasional Wina. Sesampainya di bandara, bisa langsung menuju pusat kota dengan menggunakan kereta, bus, taksi atau mobil sewa. Layanan transportasi umum di sini sangat nyaman, jarang terlihat ada kereta atau bus yang berdesak-desakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada banyak tempat penginapan di Wina, mulai dari yang murah sampai yang mewah. Baiknya, menginap dekat stasiun kereta agar tak perlu berjalan terlalu jauh.
Skytower Apartments Vienna Hauptbahnhof, Duschel Apartments Wien-Hauptbahnhof, Apartments Sky Tower Vienna Hauptbahnhof, Apartments Sky Tower Vienna Hauptbahnhof, Motel One Wien-Hauptbahnhof dan Star Inn Hotel Premium Wien Hauptbahnhof menjadi favorit wisatawan, karena lokasinya yang strategis.
Seperti negara Eropa lainnya, Wina memiliki empat musim; dingin, semi, panas dan gugur. Dengan iklim yang cenderung lembab, pergantian musim di sini tak terlalu ekstrem.
 Saat cerah, penduduk kota Wina kongko di pinggiran kanal Danube untuk menikmati senja. (AFP PHOTO/Joe Klamar) |
Bahasa Jerman dan Inggris menjadi bahasa utama penduduk Wina. Namun, jarang ada papan petunjuk yang menyertakan bahasa Inggris. Bersama aplikasi peta, aplikasi penerjemah bisa diandalkan selama berkeliling di sini.
Hingga saat ini, Wina masih dianggap sebagai salah satu kota teraman di dunia. Tidak ada kawasan yang terlarang untuk dikunjungi. Hanya saja, wisatawan tetap harus ekstra waspada saat dirayu oleh penawaran menarik yang biasanya berujung penipuan.
Selain Bratislava, dari Wina wisatawan juga bisa berkunjung ke Laxenburg, St. Pölten, Wiener Neustadt, Eisenstadt, Brno, Sopron, Krems atau Bruck an der Mur.
Berikut ini ialah pengalaman saya berwisata selama semalam di Wina pada akhir pekan kemarin:
10.00-11.00: Perjalanan dari Bratislava
 Perjalanan ke Wina dimulai dari Bratislava dimulai (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Perjalanan dari Stasisun Bratislava sengaja dilakukan pagi hari agar tak terlalu siang sampai di Wina. Dengan kereta cepat, perjalanan ditempuh dalam waktu satu jam saja. Anda juga bisa menggunakan bus, hanya saja waktu tempuhnya lebih lama.
Jadwal kereta dari Stasiun Bratislava ke Stasiun Wina ada setiap satu jam sekali, mulai dari pukul 5.30 pagi sampai 22.30 malam, dengan harga tiket pulang pergi Rp213 ribuan per orang.
Di kereta cepat dan bersih ini, Anda bisa bebas memilih kursi di tiap gerbong. Perjalanan selama satu jam tak terasa membosankan, apalagi saat melewati kawasan ladang yang indah bak lukisan.
11.00-11.30: Menuju pusat kota Pengujung musim dingin bukan masalah untuk jalan kaki berkeliling Wina (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Udara pagi yang dingin menyambut saya yang baru sampai di Stasiun Wina. Namun udara dingin tak mengendurkan niat saya untuk berkeliling.
Malah, saya membulatkan tekat untuk berjalan kaki menuju pusat kota, karena ingin melihat dari dekat kemegahan arsitektur kuno khas Eropa yang masih berdiri gagah di sepanjang jalan.
11.30-11.45: Gereja St. Elisabeth
 Dekorasi Gereja St. Elisabeth di Wina. (Thinkstock/Cristiano Alessandro) |
Berjalan kaki dari Stasiun Wina sampai pusat kota, Gereja St. Elisabeth menjadi objek wisata pertama yang saya jumpai.
Dari kejauhan, sudah terlihat tumpukan batu bata merah yang menjadi pondasi bangunnya. Menara-menara tinggi membuat gereja ini tampak seperti kastel dalam cerita dongeng.
Sama seperti gereja lain di Eropa, interiornya bernuansa romantis. Langit-langit tinggi membuat gerejanya terlihat lebih luas. Bagian altarnya dilengkapi dengan ornamen klasik dan gambar Yesus.
Bukan cuma di bagian dalamnya, gereja ini terlihat apik. Bagian luar gereja kecil ini juga indah. Sebuah bangku panjang dengan taman bunga tulip kecil terlihat di depan mata.
11.45-13.00: Kastel Belvedere
 Taman kastel Belvedere yang terkenal (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Setelah Gereja St. Elisabeth, perhentian saya selanjutnya ialah ikon kota Wina, Kastel Belvedere. Kastel ini dirancang dengan arsitektur bergaya barok yang mengesankan megah.
Komplek istana megah yang kini menjadi museum tersebut dibangun sebagai kediaman musim panas untuk Pangeran Eugene of Savoy.
Saya dibuat terkejut dengan luasnya kastel beserta tamannya. Tak sekedar lapang, tamannya juga tertata dengan sangat apik. Pohon dan rumput tumbuh dengan rapi, dipermanis dengan dengan patung-patung singa bersayap yang melambangkan kegagahan.
Dari taman, terlihat pemandangan kota Wina. Kastel ini memang berada di bagian atas kota. Sayang, siang itu langit sedikit mendung. Kabut agak mengganggu pemandangan kota, walau tak mengurangi keindahannya.
Selain taman, kastel ini juga memiliki taman yang membuat saya tak berhenti terkagum. Labirin tersebut menghubungkan istana utama dengan istana ke-dua.
 Bagian dalam kastel Belvedere yang menjadi museum (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
13.00-13.10: Hot Dog kaki limaPerjalanan menuju pusat kota masih cukup jauh. Juga masih ada Katedral St. Stephen yang harus saya kunjungi.
Berjalan kaki di Wina sangatlah nyaman. Di jalan kecil dan jalan besar, ada fasilitas trotoar yang bisa dijejak.
Selama mencari keberadaan Katedral St. Stephen, saya tak melihat ada gedung pencakar langit. Kalau ada bangunan tinggi, itu merupakan bangunan klasik kuno.
Akhirnya terlihat sebuah taman dengan air mancur yang tinggi dan indah menyambut. Bersebelahan dengan jalur trem yang saling silang, taman air mancur ini seolah menjadi oase yang menyejukkan.
Tak jauh dari situ, sebuah sebuah kios kecil yang menjual hot dog terlihat ramai dikunjungi orang. Sekilas terlihat tak ada yang istimewa dengan hot dog kaki lima ini. Hanya saja ketika dicoba, sosis besar berbahan dasar daging babinya sangat gurih dan nikmat.
Usai mengisi perut sambil memandangi taman air mancur, saya pun melanjutkan pencarian Katedral St. Stephen.
Bersambung ke halaman selanjutnya...
13.10-13.20: Menyicipi kue-kue cantik nan lezat
 Apple Strudel dan secangkir teh hangat untuk melepas lelah. (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Menelusuri jalan kecil yang diapit bangunan tua khas Eropa menjadi kesenangan tersendiri bagi saya. Namun, tidak lengkap rasanya jika tidak menyicipi aneka kue lezat yang dijajakan toko roti atau kafe yang banyak ditemui di setiap perempatan.
Kafe-kafe cantik itu malah ada yang tersembunyi di gang, sehingga membuat saya semakin penasaran untuk mencoba. Sebagai teman santapan, mereka juga menawarkan pilihan minuman kopi atau teh. Jadi, keberadaan toko roti atau kafe sudah bisa dideteksi dari harumnya aroma kue atau kopi.
Dari sekian banyak kue yang tersaji di salah satu kafe di jalan Mahlerstrabe, pilihan saya jatuh pada apple strudel.
Kombinasi manis asam apel dan serbuk kayu manis terasa nikmat di mulut. Sebagai pelengkap, saya memesan teh lemon hangat.
Kedua menu ini menjadi kombinasi yang tepat untuk menghalau udara dingin selama berjalan kaki di Wina.
12.30-15.00: Katedral St. Stephen  Patung indah yang berada di Katedral St. Stephen. (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Dari kafe, hanya tinggal beberapa tikungan lagi saya akan sampai di pusat kota dan
Katedral St. Stephen. Katedral ini merupakan ikon kota yang paling populer dan jadi tempat ibadah umat Katolik di Wina.
Katedral St. Stephen dibangun pada tahun 1137 dan selesai 23 tahun setelahnya yaitu pada tahun 1160.
Nuansa arsitektur gotik yang remang-remang langsung terasa begitu masuk ke dalam ruangan utamanya. Perasaan syahdu pun langsung menyelimuti hati.
Berbagai ornamen klasik dengan patung-patung melingkar dan orgel membuat tampilan katedral makin indah.
Anda bisa berdoa kepada Yesus dan Bunda Maria sembari menyalakan lilin devosi.
Lilin devosi ini bukanlah lilin biasa. Nyala lilin ini dibuat dari lampu yang akan menyala otomatis saat koin lima sen dimasukkan ke dalam lubang koin. Lampu lilin ini akan menyala selama 15 menit.
15.00-15.30: Berburu oleh-oleh
 Setelah kenyang, berjalan keliling kota di antara gedung tinggi. (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Usai puas mengelilingi Katedral St. Stephen, kini saatnya mencari oleh-oleh. Bagi saya, memberi oleh-oleh menjadi sedikit cara berbagi kesenangan saya setelah melakukan perjalanan wisata.
Kembali ke soal tempat beli oleh-oleh, alun-alun yang terletak di depan Katedral St. Stephen seolah jadi 'pusat turis'. Selain keberadaan katedral, alun-alun juga menyediakan toko-toko kecil tempat membeli buah tangan.
Ada banyak oleh-oleh yang bisa dibeli di sini. Dari boneka, kaos, topi, gelas, sampai oleh-oleh umum, yaitu gantungan kunci, magnet kulkas, dan kartu pos.
15.00-16.00: Makan malam Wiener Schnitzel yang terkenal di Wina (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Sibuk memilih oleh-oleh membuat perut saya kembali keroncongan. Tempat makan yang menyediakan menu lokal dan menwarkan suasana kongko yang nyaman menjadi pilihan saya.
Restoran Palatschinkenkuchl yang berada tak jauh dari Katedral St. Stephen pun jadi pilihan saya. Dekorasi bernuansa kayu mmebuat restoran ini terasa rumahan.
Puluhan menu tersaji di restoran ini. Ada menu khas Wina dan makanan modern lainnya. Tapi, tak lengkap ke kota Wina kalau tak mencicip makanan khasnya, salah satunya wiener schnitzel.
Wiener schnitzel sudah dikenal sejak akhir abad 19. Menurut sejarahnya, makanan ini diperkenalkan oleh Joseph Radetzky von Radetz. Dia membawa resep wiener schnitzel dari Italia ke Wina pada 1857.
Akhirnya, saya pun memilih pork schnitzel sebagai santapan pengisi perut yang keroncongan.
Meski 'hanya' pork schnitzel, namun jangan anggap remeh porsinya. Satu porsinya terdiri dari dua lapis daging berbalut tepung roti renyah dalam ukuran jumbo, benar-benar bisa membuat perut saya kenyang.
Sebagai tambahan, tumisan kentang dengan daun bawang membuat seporsinya makin mengenyangkan. Namun sebelum makan, peras dulu air jeruk lemon ke atas kentang dan dagingnya agar makin mantap.
Sayangnya, tempat makan ini tak menyediakan saus sambal sebagai teman bersantap. Bagi orang Indonesia, menyantap makanan tanpa rasa pedas memang kurang mantap.
16.00-17.00: Kembali ke Bratislava
 Hujan yang turun di ujung musim dingin di Wina. (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Tiba-tiba hujan turun di siang menjelang sore. Tak terlalu deras, tapi cukup membuat tubuh basah kuyup. Rintik hujannya terlihat dari jendela besar di depan meja makan.
Saat rintik hujan terasa sudah bersahabat, saya memutuskan segera beranjak dari tempat makan, bergegas ke Stasiun Wina untuk kembali ke Bratislava.
Jadwal kereta dari Stasiun Wina ke Stasiun Bratislava ada setiap satu jam sekali, mulai dari pukul 5.16 pagi sampai 22.16 malam, dengan harga tiket pulang pergi Rp213 ribuan per orang.
Saya tak ingin pulang terlalu malam karena layanan transportasi umum agak susah ditemui di Bratislava. Rintik hujan Wina yang menjejak di kaca kereta pun mengiringi kepulangan saya ke Bratislava sore itu.