13.10-13.20: Menyicipi kue-kue cantik nan lezat
 Apple Strudel dan secangkir teh hangat untuk melepas lelah. (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Menelusuri jalan kecil yang diapit bangunan tua khas Eropa menjadi kesenangan tersendiri bagi saya. Namun, tidak lengkap rasanya jika tidak menyicipi aneka kue lezat yang dijajakan toko roti atau kafe yang banyak ditemui di setiap perempatan.
Kafe-kafe cantik itu malah ada yang tersembunyi di gang, sehingga membuat saya semakin penasaran untuk mencoba. Sebagai teman santapan, mereka juga menawarkan pilihan minuman kopi atau teh. Jadi, keberadaan toko roti atau kafe sudah bisa dideteksi dari harumnya aroma kue atau kopi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sekian banyak kue yang tersaji di salah satu kafe di jalan Mahlerstrabe, pilihan saya jatuh pada apple strudel.
Kombinasi manis asam apel dan serbuk kayu manis terasa nikmat di mulut. Sebagai pelengkap, saya memesan teh lemon hangat.
Kedua menu ini menjadi kombinasi yang tepat untuk menghalau udara dingin selama berjalan kaki di Wina.
12.30-15.00: Katedral St. Stephen Patung indah yang berada di Katedral St. Stephen. (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Dari kafe, hanya tinggal beberapa tikungan lagi saya akan sampai di pusat kota dan
Katedral St. Stephen. Katedral ini merupakan ikon kota yang paling populer dan jadi tempat ibadah umat Katolik di Wina.
Katedral St. Stephen dibangun pada tahun 1137 dan selesai 23 tahun setelahnya yaitu pada tahun 1160.
Nuansa arsitektur gotik yang remang-remang langsung terasa begitu masuk ke dalam ruangan utamanya. Perasaan syahdu pun langsung menyelimuti hati.
Berbagai ornamen klasik dengan patung-patung melingkar dan orgel membuat tampilan katedral makin indah.
Anda bisa berdoa kepada Yesus dan Bunda Maria sembari menyalakan lilin devosi.
Lilin devosi ini bukanlah lilin biasa. Nyala lilin ini dibuat dari lampu yang akan menyala otomatis saat koin lima sen dimasukkan ke dalam lubang koin. Lampu lilin ini akan menyala selama 15 menit.
15.00-15.30: Berburu oleh-oleh
 Setelah kenyang, berjalan keliling kota di antara gedung tinggi. (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Usai puas mengelilingi Katedral St. Stephen, kini saatnya mencari oleh-oleh. Bagi saya, memberi oleh-oleh menjadi sedikit cara berbagi kesenangan saya setelah melakukan perjalanan wisata.
Kembali ke soal tempat beli oleh-oleh, alun-alun yang terletak di depan Katedral St. Stephen seolah jadi 'pusat turis'. Selain keberadaan katedral, alun-alun juga menyediakan toko-toko kecil tempat membeli buah tangan.
Ada banyak oleh-oleh yang bisa dibeli di sini. Dari boneka, kaos, topi, gelas, sampai oleh-oleh umum, yaitu gantungan kunci, magnet kulkas, dan kartu pos.
15.00-16.00: Makan malam Wiener Schnitzel yang terkenal di Wina (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Sibuk memilih oleh-oleh membuat perut saya kembali keroncongan. Tempat makan yang menyediakan menu lokal dan menwarkan suasana kongko yang nyaman menjadi pilihan saya.
Restoran Palatschinkenkuchl yang berada tak jauh dari Katedral St. Stephen pun jadi pilihan saya. Dekorasi bernuansa kayu mmebuat restoran ini terasa rumahan.
Puluhan menu tersaji di restoran ini. Ada menu khas Wina dan makanan modern lainnya. Tapi, tak lengkap ke kota Wina kalau tak mencicip makanan khasnya, salah satunya wiener schnitzel.
Wiener schnitzel sudah dikenal sejak akhir abad 19. Menurut sejarahnya, makanan ini diperkenalkan oleh Joseph Radetzky von Radetz. Dia membawa resep wiener schnitzel dari Italia ke Wina pada 1857.
Akhirnya, saya pun memilih pork schnitzel sebagai santapan pengisi perut yang keroncongan.
Meski 'hanya' pork schnitzel, namun jangan anggap remeh porsinya. Satu porsinya terdiri dari dua lapis daging berbalut tepung roti renyah dalam ukuran jumbo, benar-benar bisa membuat perut saya kenyang.
Sebagai tambahan, tumisan kentang dengan daun bawang membuat seporsinya makin mengenyangkan. Namun sebelum makan, peras dulu air jeruk lemon ke atas kentang dan dagingnya agar makin mantap.
Sayangnya, tempat makan ini tak menyediakan saus sambal sebagai teman bersantap. Bagi orang Indonesia, menyantap makanan tanpa rasa pedas memang kurang mantap.
16.00-17.00: Kembali ke Bratislava
 Hujan yang turun di ujung musim dingin di Wina. (CNN Indonesia/Christina Andhika Setyanti) |
Tiba-tiba hujan turun di siang menjelang sore. Tak terlalu deras, tapi cukup membuat tubuh basah kuyup. Rintik hujannya terlihat dari jendela besar di depan meja makan.
Saat rintik hujan terasa sudah bersahabat, saya memutuskan segera beranjak dari tempat makan, bergegas ke Stasiun Wina untuk kembali ke Bratislava.
Jadwal kereta dari Stasiun Wina ke Stasiun Bratislava ada setiap satu jam sekali, mulai dari pukul 5.16 pagi sampai 22.16 malam, dengan harga tiket pulang pergi Rp213 ribuan per orang.
Saya tak ingin pulang terlalu malam karena layanan transportasi umum agak susah ditemui di Bratislava. Rintik hujan Wina yang menjejak di kaca kereta pun mengiringi kepulangan saya ke Bratislava sore itu.
(ard)