Jakarta, CNN Indonesia -- Kasus bullying yang kembali marak belakangan ini terjadi di berbagai tingkatan pendidikan, mulai dari universitas hingga usia sekolah anak. Menurut pemerhati anak, Seto Mulyadi atau yang akrab dipanggil dengan Kak Seto, bullying mungkin terjadi akibat komunikasi yang buruk dalam keluarga.
Kak Seto yang dihubungi Cnnindonesia via telepon, Selasa (18/07/2017) mengatakan bahwa terjadinya bullying sebenarnya bisa datang dari lingkungan di rumah. Komunikasi hingga perlakuan yang buruk orangtua kepada anak merupakan salah satu faktor yang sering ditemui dalam kasus bullying.
Ibarat tradisi, jika bullying dilakukan orangtua kepada anak secara fisik, maka ada potensi akan meneruskan kepada orang lain. Begitu pula dengan bullying yang sifatnya verbal, sangat memungkinkan anak akan mencontoh perlakuan orangtuanya kepada anak lain.
Adapula kasus di mana orangtua justru membiarkan anaknya melakukan aksi bullying dengan alasan hebat. “Namanya juga anak laki-laki, biarkan saja. Nah, ini yang bahaya,” ujarnya. Hal yang tidak benar menjadi dibenarkan oleh orangtua sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Otomatis anak akan punya pola pikir hal tersebut dibenarkan dan sah-sah saja dilakukan. Dalam proses tumbuh kembangnya, ia berpotensi melakukan bullying, dan bahkan melakukan tindakan tidak baik karena sudah terbiasa.
Kak Seto juga mengingatkan agar keluarga selalu memperbaiki kualitas berkomunikasi. Tidak serta-merta menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada sekolah atau guru, karena anak juga banyak belajar dari orang terdekat seperti anggota keluarga.
Bullying merupakan masalah yang sangat kompleks dan membutuhkan pengawasan dari berbagai pihak. Kejadian bullying yang dilakukan anak usia sekolah hingga universitas menurut Kak Seto hanya segelintir yang terekspos ke permukaan. Ada banyak kasus bullying di berbagai pelosok yang tidak terekam dan diketahui masyarakat.
Komunikasi Berbagai PihakPeraturan mungkin sudah ditetapkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, namun untuk menjalaninya diperlukan kontrol hingga pengawasan yang benar. Diperlukan komunikasi dari berbagai pihak.
“Pihak guru, pengajar atau orangtua jangan hanya mau didengar saja oleh anak. Harus memberikan mereka kesempatan untuk mengkomunikasikan hal-hal. Ketimbang memaksakan keinginan, harus mengerti dulu apa yang dipikirkan anak,” tambah Kak Seto.
Komunikasi guru dan anak, komunikasi orangtua dan anak hingga komunikasi pemerintah dengan para orangtua dan guru dihimbau Kak Seto untuk lebih kuat ke depannya. Dengan demikian, tindakan bullying akan mendapatkan sanksi yang lebih tegas dan diharapkan tidak terulang lagi seakan tradisi yang sudah biasa dilakukan.
Dalam lingkup belajar di sekolah, diharapkan guru juga bisa menjadi sahabat, tempat murid bisa berbagi cerita. Begitu pula di rumah, orangtua bisa mendengarkan keluh-kesah anak, bukan hanya menyuruh belajar dan melupakan bahwa anak juga butuh perhatian.
“Bullying bisa dicegah jika ada gerakan bersama dari berbagai pihak. Jika semua bisa saling mengawasi dan berkomunikasi, diharapkan kasus bullying tidak banyak ditemukan di masa depan,” tutup Kak Seto.
(frt/frt)