Arief Yahya Angkat Bicara Soal Masalah Pariwisata Indonesia

adv | CNN Indonesia
Sabtu, 22 Jul 2017 19:05 WIB
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, momentum percepatan kinerja pariwisata tahun ini harus terus dijaga.
Menteri Pariwisata Arief Yahya (Foto: detikcom)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, momentum percepatan kinerja pariwisata tahun ini harus terus dijaga. Indonesia harus tetap optimis dan semangat membuat pariwisatanya menjadi nomor satu di dunia.

Dengan pertumbuhan pariwisata yang paling pesat di Asia Tenggara setelah Vietnam, diharapkan segala pihak terutama Kemenpar semakin optimis dapat mencapai target 15 juta wisman tahun ini. Ia mengungkapkan, berbagai jurus dan strategi yang dilakukan Kemenpar telah membuahkan hasil yang cukup signifikan.

Misalnya progres pengembangan 10 destinasi prioritas. Kemenpar telah meluncurkan Badan Otorita Borobudur (BOB) di kompleks Candi Prambanan pada Rabu (19/7/2017) lalu.  Badan Otorita ini punya dua fungsi utama, yaitu fungsi otoritatif dan fungsi koordinatif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Badan Otorita bertugas melakukan koordinasi, sinkronisasi, fasilitasi serta melakukan perencanaan, pengembangan, pembangunan, dan pengendalian di Kawasan Pariwisata Borobudur. Badan ini juga yang akan mendukung strategi 3A (Atraksi, Akses dan Amenitas) sebagai jurus ampuh pengembangan destinasi wisata.

Single Destination, Multi Management

Arief memaparkan, kelemahan pengelolaan Borobudur selama ini adalah single destination, multi management. Ada Zona 1 yang dikelola Kebudayaan (Kemendikbud), Zona 2 dikelola BUMN, Zona 3 yang dikelola Pemda dengan ribuan pedagang, dan Kemenpar menginginkan Zona 1, 2, dan 3.

Sebagai UNESCO World Heritage Site, Candi Borobudur merupakan sebuah mahakarya budaya dunia. Namun sayangnya candi ini hanya mendatangkan sekitar 250 ribu wisman. Sementara Angkor Wat mendatangkan 2,5 juta wisman atau 10 kali lipatnya.

Perlu diketahui, pengelolaan Angkor Wat dilakukan oleh satu manajemen atau single management. Sama halnya dengan Georgetown di Penang, Malaysia yang berhasil mendatangkan sekitar 750 ribu wisman atau tiga kali lipat dari jumlah wisman yang ada di Borobudur. Georgetown juga dikelola hanya oleh satu manajemen.

Maka pengelolaan Borobudur pun harus dilakukan oleh single management. Derngan demikian, diyakini target 2 juta wisman untuk Borobudur pada 2019 mendatang akan relatif mudah dicapai.

BOB hadir dengan kawasan otoritatif dan kawasan koordinatif. Zona otorita yang akan dikelola seluas sekitar 300 hektare yang jaraknya sekitar 10 km dari Borobudur sehingga dalam pengembangan destinasi baru tidak akan langsung menyentuh Zona 1, 2 dan 3. Hal ini akan mengurangi potensi konflik yang selama ini mungkin terjadi di ketiga zona tersebut.

Sedangkan Zona Koordinatif, meliputi 4 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yaitu Borobudur-Jogja, Dieng, Semarang-Karimunjawa dan Solo-Sangiran, dan akan dikelola sebagai single destination dalam satu konsep Integrated Tourism Masterplan.

Dengan kata lain, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah atau lebih populer dengan sebutan Joglosemar akan diposisikan sebagai satu destinasi. Sebab pada industri pariwisata sebenarnya batas-batas geografis atau administrasi pemerintahan kurang relevan untuk dijadikan acuan dalam pengembangan destinasi pariwisata.

“Jangankan hanya batas-batas administrasi pemerintahan tingkat kota atau provinsi, ASEAN saja sudah membuat program ASEAN as a single destination karena menyadari bahwa saat ini tidak hanya persaingan antar negara, tetapi sudah terjadi persaingan antar kawasan regional,” tukas Arief.

Minimalisasi Konflik

Salah satu tugas BOP adalah mengkoordinasikan pengelolaan pariwisata dengan lembaga-lembaga pengelola yang sudah ada sebelumnya dan pelibatan masyarakat. Pengelolaan dalam satu manajemen atau single destination, single management melalui badan otorita khusus tiap destinasi dapat meminimalkan potensi konflik.

Misalnya apa yang terjadi di Danau Toba sebelum dibentuk Badan Otorita. Berbicara mengenai pengembangan kawasan Danau Toba, tidak bisa lepas dari tujuh kabupaten yang mengelilinginya. Ada tujuh bupati yang berkepentingan untuk membangun daerahnya.

Ada satu mata rantai aktivitas di mana ada fungsi kewenangan dan regulasi. Harus ada koordinasi di antara semua pihak yang berwenang.

“Dalam hal ini adalah tujuh kabupaten tadi. Tentu sangat sulit satu destinasi dikelola oleh tujuh bupati atau dengan kata lain, single destination, multi management. Bisakah kita membayangkan ada satu perusahaan dipimpin oleh tujuh CEO?” tanya Arief.

Ketujuh bupati di sekitar Danau Toba saat ini bersatu padu untuk membangun Danau Toba. Diyakini bahwa apabila destinasi Danau Toba sukses sebagai destinasi pariwisata kelas dunia, maka dampaknya akan sangat positif bagi tujuh kabupaten tersebut. Kekompakan tujuh bupati ini dituangkan dalam satu ikrar yakni  ‘Bersatu untuk Danau Toba’ yang ditandatangani oleh ketujuh bupati tersebut.

Hasil positifnya adalah jumlah penumpang di Bandara Silangit yang awalnya hanya sekitar 20.000 per tahun, sekarang sudah menembus angka 200.000 per tahun. Begitu pula dengan kupansi hotel rata-rata sudah diatas 70% dan restoran-restoran sudah kembali bergairah.

Arief menambahkan, saat ini sedang disusun sebuah masterplan terpadu yang disebut Integrated Tourism Masterplan. Ini akan menjadi panduan arah visi pengembangan Danau Toba ke depannya.

“Keterkaitan dan keterhubungan antar daerah harus selaras. Dengan demikian maka visi Danau Toba menjadi destinasi super volcano geopark kelas dunia dengan target kunjungan 1 juta wisman dengan devisa Rp 16 triliun rupiah pada tahun 2019 akan lebih mudah dicapai,” katanya.

Ia juga mengingatkan, diperlukan komitmen penuh para CEO untuk solid dan bersinergi satu sama lain agar bisa bekerja semakin cepat.

“50% sukses pariwisata daerah itu berasal dari CEO Commitment. Keseriusan, keberpihakan, dan kejelasan pimpinan daerahnya dalam mengurus pariwisata. Salam Pesona Indonesia,” ujarnya.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER