Jakarta, CNN Indonesia -- Tak ada artinya mengajar seni rupa tanpa praktek membuat sebuah karya. Guru seni rupa SMP N 3 Cimahi, Niken Apriani menemui kesulitan saat mengajar mata pelajaran kriya tekstil. Saat itu ia ingin mengajarkan teknik batik pada siswa-siswinya, tapi ia urung melakukannya. Pasalnya, sekolah melarang penggunaan kompor atau segala jenis proses dengan menggunakan api.
Selain itu, proses membatik memerlukan air yang tidak sedikit. Wajar saja, proses pencelupan kain pada pewarnaan tak cukup dilakukan sekali. Belum lagi para murid harus terpapar zat kimia dan sekolah tak mampu memanajemen limbah dengan baik.
Salah satu bahan dalam proses membatik adalah pengental warna atau manotex. Namun, harga per kilonya bisa mencapai ratusan ribu. Niken yang harus berbelanja bahan ke Tasikmalaya justru diberi tahu sang pedagang untuk menggunakan bubuk biji asam atau tamarin sebagai pengganti manotex. Dari sini, ia pun mulai berpikir untuk menggunakan tamarin sebagai pengganti lilin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gutha tamarin atau bahan perintang pengganti malam atau lilin pada teknik batik. Kita gunakan bubuk biji asam," kata Niken pada CNNIndonesia.com saat ditemui di Galeri Nasional Indonesia, Selasa (8/8).
Bubuk biji asam ini akan memiliki tekstur kental ketika dicampur dengan air panas. Tak ada ukuran pasti untuk campurannya, hanya saja campuran tidak boleh terlalu kental atau encer. Niken berkata, adonan perlu ditambah margarin untuk memberikan kandungan minyak. Sehingga pada proses pencucian, gutha bisa dibersihkan dengan cepat.
"Saya sudah mempraktekkan di sekolah sekitar tiga tahun. Mungkin 5 sampai 10 tahun ke depan, gutha tamarin bisa dipakai di industri, tak hanya untuk praktek anak sekolah," ujar perempuan yang juga tergabung dalam komunitas 22 Ibu ini.
Penggunaan gutha tamarin dalam proses membatik lebih ramah lingkungan daripada dengan menggunakan lilin atau malam. Selain itu, proses pewarnaannya tak serumit teknik batik umumnya. Biasanya, proses pewarnaan harus melalui proses pencelupan dan itu pun tak cukup sekali. Sehingga, limbah sisa proses bisa mencemari lingkungan jika tak dikelola dengan baik. Proses pewarnaan dalam teknik gutha tamarin dilakukan layaknya Anda melukis pada kanvas.
"Gutha tamarin tidak terbatas pada jenis kain tertentu. Pewarna disesuaikan saja. Kalau serat sintetis pakai pewarna dispers. Serat alam bisa dari pewarna alami misal kunyit, daun suji atau pewarna jenis reaktif, dengan merk dagang ada remasol, wantex," jelas Niken.
Meski belum digunakan dalam industri tekstil, Niken optimis penggunaan gutha tamarin akan semakin berkembang. Selain mengajar, kini dirinya juga disibukkan memberikan pelatihan teknik gutha tamarin pada Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan sekolah-sekolah di wilayah Jawa Barat, antara lain SMA 4 Cimahi, SMP 4 Cimahi, SMP 11 Bandung dan SMP Marga Asih Kabupaten Bandung.
"Saya berharap hal ini dapat mengembangkan media pembelajaran. Guru-guru bisa mengajarkan membatik dengan lebih mudah, murah dan ramah lingkungan," tutupnya.
(rah)