Jakarta, CNN Indonesia -- Varian warna serta corak cat kuku makin beragam. Hal ini tentu jadi godaan bagi para perempuan yang ingin mempercantik tampilan khususnya kuku jari tangan. Namun, rupanya ada bahaya mengintai dari penggunaan cat kuku alias kuteks ini.
Dilansir dari
MSN, sebuah studi yang dilakukan peneliti dari Duke University and Environmental Working Group menemukan adanya senyawa berbahaya
diphenyl phosphate (DPHP) yang terkandung dalam kuteks, meresap ke tubuh. Senyawa DPHP terbentuk saat tubuh memetabolisme senyawa kimia
triphenyl phosphate (TPP).
Para ilmuwan yakin TPP bisa mengganggu hormon pada manusia maupun hewan. Pada manusia, adanya kandungan DPHP akan menyebabkan masalah pada hormon seksual, endokrin, dan juga mengganggu metabolisme lipid.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada cat kuku, TPP digunakan untuk membuatnya lebih tahan api dan juga untuk meningkatkan daya rekat.
Para peneliti melakukan tes terhadap urine responden sebelum dan sesudah memakai kuteks. Setelah 10-14 jam pemakaian kuteks, tingkap DPHP partisipan meningkat tujuh kali lipat dibanding sebelum pemakaian. DPHP makin meningkat dan mencapai puncak sekitar 20 jam setelah pemakaian.
Kendati botol kuteks mencantumkan tulisan "
toxic free", tapi tak sepenuhnya menjamin keamanan kuteks.
"Hal yang perlu diperhatikan adalah kita tidak bisa percaya label pada produk-produk kuteks di salon yang mengklaim kuteks bebas racun kimia," kata ilmuwan senior Environmental Working Group, Rebecca Sutton pada
WebMD.
Efek jangka pendek pemakaian kuteks memang belum dapat dijelaskan dengan rinci. Hanya saja, mereka mengungkapkan konsumen tak perlu panik karena menicure dan pedicure. Semuanya masih aman asal tak dilakukan tiap hari. Justru pekerja salon yang patut waspada, pasalnya mereka setiap hari terpapar bahan-bahan kimia.
"Tetap saja, bukan berarti kewaspadaan konsumen jadi berkurang. Saya bisa bilang santai saja soal cat kuku, asal pergi ke salon tak sering-sering," ujarnya.
(chs)