Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mendukung suksesnya Global Conference On Beneficial Ownership Transparency di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat pada 23-24 Oktober 2017. Di acara yang dihadiri 250 delegasi dari 52 negara ini, Kemenpar menyajikan sejumlah
cultural performance, yaitu Angklung Udjo dan
accoustic band.
Deputi Bidang Pengembangan dan Pemasaran Pariwisata Nusantara, Esthy Reko Astuti, mengatakan Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah karena berbagai kemajuan yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mendorong transparansi Beneficial Ownership. Hal ini juga turut berimbas pada kemajuan wisata MICE (Meeting, Incentive, Conference, dan Exhibition) yang sedang digenjot Kemenpar.
"Konferensi tersebut menjadi langkah awal yang bagus dan makin meningkatkan kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia. Apalagi sebentar lagi juga akan diselenggarakan Annual Meeting IMF-WB dan Asian Games," ujar Esthy.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Esthy juga menyatakan bahwa Konferensi yang berlangsung selama dua hari ini merupakan bagian dari
road to annual meeting IMF yang akan diadakan di Indonesia tahun mendatang.
"Jadi ini seperti semacam
pra-event juga untuk agenda besar IMF Meeting di Indonesia 2018,"ujarnya.
Sementara Kepala Bidang Promosi Wisata Pertemuan dan Konvensi Asdep Bisnis dan Pemerintah Kemenpar Eddy Susilo menambahkan konferensi tersebut membahas isu-isu menarik, di antaranya mengenai upaya pendekatan mengungkap kepemilikan dalam konteks nasional. Kemudian cara memperbaiki iklim investasi dengan transparansi kepemilikan, serta partisipasi publik dalam transparansi kepemilikan, serta cara pemerintah dan CSO dapat bekerja sama untuk meningkatkan pengungkapan kepemilikan.
"Peserta yang hadir cukup banyak. Jumlah negara yang datang 52 negara dengan peserta sekitar 300 lebih. Kami berharap konferensi tersebut dapat sekaligus menjadi arena untuk saling berbagi pengalaman serta pengetahuan dengan negara-negara lain dan membangun kerja sama dengan beberapa negara," ujar Eddy.
Sebanyak 52 delegasi negara anggota Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) menghadiri acara ini membahas transparansi Beneficial Ownership (BO) dari aktivitas perekonomian. Konferensi ini adalah bagian dari agenda pemberantasan korupsi yang lebih luas. Agenda pemberantasan korupsi yang lebih luas itu, di antaranya pencucian uang, pendanaan terorisme, penerimaan negara dari perpajakan, industri ekstraktif, dan investasi.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan transparansi kepemilikan perusahaan penerima manfaat atau beneficial ownership (BO) dari aktivitas perekonomian akan meningkatkan kepercayaan investor.
"Kalau ada yang investasi di pertambangan, harus jelas siapa pemiliknya, perusahaan mana yang menjadi pemilik berikut nama pemiliknya," ucap Bambang.
Lebih jauh, Bambang menyatakan pemerintah akan terus meningkatkan kesadaran publik dan berkolaborasi dengan masyarakat sipil. Hal ini dilakukan dengan cara memanfaatkan teknologi informasi sebagai penghubung kebijakan pemerintah dengan masyarakat.
"Sehingga pemerintah tidak hanya transparan, akuntabel, serta inovatif, tapi juga berkolaborasi dengan masyarakat secara efektif dan responsif," ujarnya.
Menpar Arief Yahya turut senang Indonesia makin dipercaya lembaga-lembaga internasional menggelar konferensi. Menurutnya, hal ini membuktikan wisata MICE di Indonesia memiliki prospek yang cerah.
"Kota-kota yang memiliki objek atraksi wisata, juga memiliki fasilitas
convention hall, lengkap amenitasnya, akan dipromosikan MICE-nya," jelas Arief.
Asosiasi bisnis, lembaga profesi, komunitas sosial, perusahaan, perkumpulan keluarga/marga, semua berpeluang menjadi costumers. Apalagi MICE cenderung memilih lokasi yang ada objek wisata.
"Terima kasih sudah memilih Indonesia sebagai lokasi Global Conference. Dampak ekonominya pasti besar karena saat bapak-bapaknya
conference, anak istrinya jalan-jalan keliling kota," kata Arief.