Jakarta, CNN Indonesia -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menduga bahwa salah satu penyebab merebaknya wabah difteri adalah cakupan imunisasi masih belum merata dan belum sesuai target.
Tak cuma itu, IDI juga mengungkapkan bahwa masih ada anggapan yang keliru di masyarakat terkait vaksinasi. Karena berbagai alasan, ada dua kubu yang terbentuk yaitu pro vaksin dan antivaksin. Tak cuma masyarakat umum yang antivaksin tapi dokter-dokter juga ada yang tergabung dalam antivaksin.
Menurut ketua umum PB IDI, Ilham Oetama Marsis sudah ada dua akun di Facebook yang diketahui dimiliki dokter dan mengkampanyekan antivaksin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait hal ini, IDI pun akan memanggil orang-orang tersebut dan mendalami kasusnya. IDI sendiri mengaku akan mendalami apakah kampanye tersebut merupakan tindak pidana, atau melanggar kode etik.
"Kami sudah tahu kalau orang di balik akun antivaksin tersebut adalah perempuan (di industri kesehatan). Kalau melanggar etika, tentu Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK) akan memanggilnya," katanya.
"Tindakan yang melanggar kode etik atau melanggar aturan pidana juga bisa akan dikenai sanksi dan juga tindakan disipliner misalnya surat rekomendasi untuk pencabutan ijin praktik."
KLB difteri ini saat ini merupakan KLB paling tinggi yang terjadi di dunia, oleh karna itu semua pihak diwajibkan untuk mendukung vaksinasi tersebut.
"Kami akan bertindak hati-hati agar tidak timbul kegaduhan, karena KLB difteri ini saja sudah gaduh."
PAPDI juga mengingatkan perlunya vaksin ulang pada orang dewasa untuk mencegah DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), imunisasi ulangan perlu dilakukan 10 tahun sekali.
Jika masih merasakan keraguan untuk menjalankan program imunisasi sebaiknya berdiskusi dengan dokter spesialis anak atau petugas kesehatan terdekat.
Orang tua juga diimbau untuk tidak menghindar dari program imunisasi di sekolah. Perlindungan terhadap penyakit menular harus terus diperbarui tiap jangka waktu tertentu.
(cel/vws)